Perjalanan Caleg Mencari Keadilan Pemilu
Perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU legislatif segera memasuki babak baru. Setelah permohonan diterima dan disidangkan di Mahkamah Konstitusi sejak 9 Juli, Senin (22/7/2019) ini akan ditetapkan permohonan mana saja yang bakal berlanjut ke tahap sidang pembuktian.
Pada pekan pertama sidang pendahuluan dengan agenda pemeriksaan permohonan dan pengesahan alat bukti, ada 260 perkara yang disidangkan majelis hakim konstitusi. Pada pekan kedua persidangan dengan agenda memeriksa jawaban termohon, pihak terkait, dan Badan Pengawas Pemilu, sekaligus pengesahan alat bukti, ada 221 perkara yang disidangkan.
Adanya pengurangan jumlah perkara yang disidangkan pada pekan kedua itu disebabkan sejumlah hal. Dua di antaranya adalah ada sebagian permohonan yang dicabut dan ketidakhadiran pemohon dalam sidang pendahuluan.
Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Soeroso, Jumat (19/7/2019), mengatakan, pada prinsipnya, semua pemohon akan dipanggil dalam persidangan Senin depan. Hal itu dilakukan agar semua pemohon dapat mendengarkan pengucapan putusan atau ketetapan apakah perkara yang diajukan bakal dilanjutkan dalam sidang pembuktian atau tidak.
Ini termasuk pada pemohon yang sudah mencabut perkaranya dan atau pemohon yang tidak hadir di dalam sidang pendahuluan. Selain itu, termasuk pula pada sebagian pemohon dengan sengketa atas perkara sama yang sebelumnya telah diputus Bawaslu.
Terkait dengan sejumlah perkara yang disengketakan di MK dan sebelumnya telah pula diputus Bawaslu, Fajar mengatakan bahwa hal itu sudah masuk ke dalam materi perkara. Hal itu, imbuh Fajar, telah berada di dalam ranah pertimbangan majelis hakim. Ia menyebutkan, perkara- perkara dengan jenis seperti itu juga termasuk yang akan diputuskan pada Senin ini.
Bawaslu dan MK
Salah satu perkara yang sebelumnya diputus Bawaslu dan tetap disengketakan di MK adalah perkara yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk daerah pemilihan Jawa Barat VII di tingkat DPR RI. Kuasa hukum PKS, Zainudin Paru, mengatakan bahwa Bawaslu RI telah mengeluarkan putusan atas perkara tersebut pada 12 Juni 2019.
Dalam salah satu amar putusan tersebut, Bawaslu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Bekasi untuk mencocokkan perolehan suara Partai Nasdem dalam formulir model C1-DPR (dokumentasi perolehan suara di TPS) di semua tempat pemungutan suara (TPS) di Kelurahan Jatimulya, Kecamatan Tambun Selatan, dengan formulir model DAA1-DPR di Kelurahan Jatimulya. Selain itu, juga dengan formulir model DA1-DPR (sertifikat hasil rekapitulasi kecamatan) Kecamatan Tambun Selatan.
Atas dasar itu, pada sidang pendahuluan 9 Juli, Zainudin mengajukan penundaan sidang sambil menunggu KPU Kabupaten Bekasi menjalankan putusan Bawaslu menyusul sifatnya yang wajib. Zainudin mengatakan, hingga saat ini putusan itu belum dilakukan.
Perkara lain yang juga sudah diputus Bawaslu, tetapi masih juga disengketakan di MK adalah yang dialami caleg atas nama Rambe Kamarul Zaman dari Partai Golkar. Kuasa hukum pemohon, Beni Arbi Batubara, mengatakan bahwa putusan Bawaslu juga belum kunjung ditindaklanjuti.
Beni menambahkan, perkara tersebut dibawa ke MK karena KPU belum melaksanakan putusan Bawaslu Sumatera Utara. ”Padahal, putusan Bawaslu ini perintah dalam undang-undang (UU) sehingga sebagaimana (diatur) dalam UU (bahwa) harus ditindaklanjuti dan dilaksanakan,” ujarnya.
Apalagi, kata Beni, putusan itu disampaikan 18 Mei. Sementara penetapan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional dilakukan 21 Mei 2019. Pihak pemohon menganggap termohon memiliki waktu untuk mengeksekusinya.
Selain itu, diketahui bahwa pemohon sama dalam perkara terkait juga membawa persoalan ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Atas aduan itu, DKPP telah memberikan putusan Nomor 114-PKE-DKPP/VI/2019 kepada komisioner KPU Sumatera Utara (Sumut) dan KPU Kabupaten Nias Barat.
Putusan yang didasarkan dari pengaduan oleh Rambe Kamarul Zaman itu memberikan sanksi pemberhentian kepada Yulhasni dari jabatan Ketua KPU Sumut dan Benget Manahan Silitonga dari jabatan Divisi Teknis KPU Sumut. Keputusan pemberhentian dari jabatan ketua juga diberikan kepada Ketua KPU Kabupaten Nias Barat Famataro Zai. Selain itu, pemberhentian dari jabatan divisi juga diberikan kepada anggota KPU Kabupaten Nias Barat Nigatinia Galo.
Sebagaimana dikutip dari salinan putusan tersebut, sanksi terkait dibukanya kotak suara untuk melakukan pemeriksaan data hasil rekapitulasi tingkat kecamatan dalam formulir DA1- DPR dan formulir DAA1-DPR dengan formulir C1 hologram atau formulir C1 DPR. Masing-masing di Kecamatan Lahomi, Kecamatan Mandrehe, dan Kecamatan Lolofitu Moi.
Terkait hal itu, kuasa hukum KPU Ali Nurdin, beberapa saat sebelum putusan DKPP dibacakan Rabu (17/7/2019), mengatakan KPU tidak bisa menindaklanjuti putusan Bawaslu karena sebelumnya telah dilakukan pembukaan terhadap kotak suara. Keputusan membuka kotak suara itu dianggap menyalahi prosedur dan kewenangan, karena seolah semua hal mesti didasarkan atas keputusan Bawaslu.
Padahal, imbuh Ali, KPU sebagai penyelenggara pada tingkatan lebih tinggi, dalam hal ini KPU Sumatera Utara, berhak melakukan hal tersebut. Karena itulah, salah satu yang jadi pembahasan pada salah satu sesi sidang pada pekan kedua di MK itu adalah jawaban termohon di Dapil Sumut 2 tersebut.
Sengketa Kewenangan
Ketua Bawaslu Abhan, sebelumnya mengatakan ada kemungkinan potensi terjadinya sengketa kewenangan bilamana kelak ada perbedaan antara putusan Bawaslu dan putusan MK dalam perkara yang sama. Berdasarkan catatan Bawaslu, Abhan mengatakan ada 73 laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dilaporkan ke Bawaslu. Laporan itu diselesaikan lewat proses sidang ajudikasi dengan 21 di antaranya dikabulkan.
Abhan menambahkan, dari 21 putusan itu, setengahnya sudah ditindaklanjuti KPU. Sisanya, kata Abhan, saat ini disengketakan juga di MK.
Menurut Abhan, hal tersebut baru pertama kali terjadi pada Pemilu 2019. Pasalnya, baru kali ini Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani pelanggaran administratif pemilu lewat sidang ajudikasi, dimana putusannya juga memiliki kekuatan hukum tetap.
Pada Pemilu 2014, Bawaslu hanya mengeluarkan rekomendasi. Dalam hal yang bersifat rekomendasi itu, KPU punya kewenangan memastikan apakah ada sekiranya peraturan yang bisa mengoreksi perkara tertentu.
“(Potensi sengketa kewenangan) Belum ada presedennya. Mudah-mudahan saja nanti antara putusan kami (Bawaslu) dengan putusan MK sinkron. Jangan sampai nanti berbeda-beda karena sama-sama punya kekuatan hukum tetap,” ujar Abhan.
Adapun jika memang ada perbedaan dalam putusan itu kelak, Abhan mengembalikan hal tersebut pada KPU selaku eksekutor. Dia menambahkan, terkait adanya potensi mengenai hal tersebut pihaknya sudah pernah menyampaikannya dalam audiensi dengan MK. Namun sejauh ini hal itu belum dibahas lebih jauh.
Anggota KPU Hasyim Asy’ari sebelumnya mengatakan pihaknya melaporkan seluruh putusan Bawaslu kepada MK. Dalam hal ini, KPU akan menunggu dan kemungkinan besar akan melaksanakan putusan MK.
“Kalau ada putusan Bawaslu dan perkara sama dibawa ke MK, maka KPU tidak buru-buru melaksanakan putusan Bawaslu. (KPU) menunggu putusan MK,” ujar Hasyim.
Menanggapi hal itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan tidak mungkin ada sengketa kewenangan lembaga negara dengan MK. Pasalnya, MK adalah lembaga negara yang menyidangkan sengketa kewenangan.
Ia juga menambahkan bahwa apa yang dipermasalahkan para pihak di Bawaslu dan di MK berbeda. Perkara di Bawaslu mengenai proses, sementara sengketa di MK adalah tentang hasil. “Putusan MK itu tertinggi karena final. Puncaknya seluruh tahapan,” kata Feri.
Feri juga mengatakan langkah KPU yang belum mengeksekusi putusan Bawaslu yang perkaranya juga tengah disengketakan di MK merupakan hal yang tepat. Sebab jika dieksekusi dan lantas putusan MK itu kelak berbeda, maka akan menimbulkan kesulitan tersendiri.
“Tapi secara konstitusional, MK tetap harus dianggap paling final,” tegas Feri. Perjalanan para calon anggota legislatif mencari keadilan pemilu di MK, kini memang masih menyisakan sejumlah tahapan. Kita tunggu saja bagaimana hasilnya kelak....