Turini Pulang Kampung Setelah 21 Tahun di Arab Saudi
Turini (43), pekerja migran Indonesia asal Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, akhirnya kembali ke kampung halaman setelah 21 tahun dilarang pulang oleh majikannya di Arab Saudi. Ibu dua anak ini juga mendapatkan gaji yang sebelumnya tidak pernah diberikan.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS – Turini (43), pekerja migran Indonesia asal Dawuan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, akhirnya kembali ke kampung halaman setelah 21 tahun dilarang pulang oleh majikannya di Arab Saudi. Ibu dua anak ini juga mendapatkan gaji yang sebelumnya tidak pernah diberikan.
Turini berhasil dipulangkan dengan bantuan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, dan Pemkab Cirebon. Kedatangan Turini, Senin (22/7/2019), disambut Pelaksana Tugas Bupati Cirebon Imron Rosyadi di Kantor Bupati Cirebon. Petugas Kemenaker dan keluarga turut mendampingi Turini.
“Seharusnya, saya hanya dua tahun di Arab. Tetapi, saya ditahan majikan selama 21 tahun. Saya kerja terus tanpa digaji. Meskipun tidak mengalami kekerasan fisik, saya tetap frustasi karena enggak boleh pulang,” ujar Turini yang berangkat ke Arab Saudi sejak 1998 melalui perusahaan penyalur pekerja migran di Jakarta timur.
Di Riyadh, Arab Saudi, Turini dan keluarga masih berkirim kabar melalui surat. Namun, surat pada November 2012 adalah kabar terakhir dari Turini secara langsung kepada keluarganya. Sekitar 6 tahun, keluarga sama sekali kehilangan kontak sebelum mendapatkan informasi tentang Turini Maret lalu. Diah Ardika Sari (28), anaknya, memperoleh informasi itu dari teman Turini di media sosial.
Informasi tersebut lalu diteruskan kepada BNP2TKI, Kemenaker, dan Kemenlu melalui Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh. Setelah dikonfirmasi, Turini diketahui berada di rumah Faihan Al-Utaebi di Wedhakh, sekitar 387 kilometer dari Riyadh. Faihan merupakan majikan kedua Turini setelah Aun Nifaf al-Utaebi, yang juga keluarga Faihan.
Menurut Turini, selama 21 tahun bekerja, ia baru menerima beberapa ribu riyal saja dan telah ditransfer ke keluarganya di Desa Dawuan, Kecamatan Tengah Tani, Cirebon. Adapun sisanya 152.000 Saudi Riyal (SR) atau sekitar Rp 550 juta telah dibayarkan majikannya pada 2 Juli lalu setelah difasilitasi pemerintah.
Turini sempat tidak bisa dipulangkan karena identitasnya tidak terekam dalam sistem dalam jaringan imigrasi Arab Saudi. Pemerintah lalu melakukan sejumlah upaya dan berhasil mendapatkan visa keluar melalui Tarhil (kantor karantina imigrasi setempat).
“Saya berterima kasih atas bantuan pemerintah Indonesia,” ucap Turini.
Pengantar Kerja Ahli Pertama Subdit Perlindungan TKI dari Kemenaker Yurnalis Chan, yang turut mengantar Turini pulang, mengatakan, pihaknya telah berupaya mencari keberadaan Turini sejak 2013. “Namun, data yang bersangkutan tidak lengkap, termasuk alamatnya. Turini termasuk dalam tujuh pekerja migran yang dilaporkan bermasalah di Arab Saudi. Namun, semuanya sudah selesai,” ujarnya.
Plt Bupati Cirebon Imron Rosyadi meminta calon pekerja migran Indonesia (PMI) asal Cirebon agar bekerja di luar negeri sesuai prosedur sehingga masalah yang dialami Turini bisa dicegah. “Kami tidak punya data pekerja migran Indonesia asal Cirebon yang mengalami nasib seperti Turini. Namun, kami meminta masyarakat agar segera melapor jika ada masalah serupa,” ujarnya.
Kami tidak punya data pekerja migran Indonesia asal Cirebon yang mengalami nasib seperti Turini. Namun, kami meminta masyarakat agar segera melapor jika ada masalah serupa
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cirebon mencatat, PMI asal Cirebon yang bermasalah tahun lalu mencapai 26 kasus. Jumlah itu berkurang dibandingkan tahun 2017, yakni 32 kasus. Masalah PMI yang dimaksud antara lain berangkat ke negara tujuan secara ilegal, meninggal, tidak sesuai perjanjian kerja, hilang kontak, dan ditelantarkan majikan.
Pada saat yang sama, jumlah PMI asal Cirebon terus meningkat. Jika pada 2017 tercatat 8.846 orang, setahun selanjutnya bertambah menjadi 10.185 orang. Jumlah itu belum termasuk warga yang menjadi PMI tidak sesuai prosedur.