JAKARTA, KOMPAS—Penerapan Peraturan Presiden No 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri membutuhkan peran pemerintah daerah. Kontribusi daerah diperlukan melalui penyusunan dokumen rencana aksi daerah pengurangan dan penghapusan merkuri agar pelaksanaannya terukur.
Tak kalah penting, rencana aksi daerah (RAD) tersebut agar dijalankan dan tidak hanya menjadi dokumen. Pemerintah daerah diminta memasukkan poin-poin dalam RAD dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), revisi tata ruang, dan rencana kerja pemerintah daerah.
“Banyak Rencana Aksi Daerah sekarang berhenti sampai dokumen misal RAD (penurunan emisi) Gas Rumah Kaca dan Proklim,” kata Nyoto Suwignyo, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Senin (22/7/2019), di Jakarta, saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Teknis Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Ia mengatakan dokumen-dokumen ini tak bisa dijalankan karena tidak terhubung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dengan demikian, program yang telah direncanakan dalam RAD tak bisa dijalankan karena ketiadaan anggaran.
Untuk mencegah hal ini berulang, Nyoto menyarankan agar pemda juga mengintegrasikan RAD Penurunan dan Penghapusan Merkuri (PPM) dengan RPJMD maupun rencana kerja pemerintah daerah. Karena terkait APBD yang butuh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), maka DPRD bisa diyakinkan karena PPM merupakan perintah Presiden dalam Perpres sehingga menjadi program prioritas yang harus dijalankan daerah.
Secara teknis, ia mengatakan Peraturan Presiden atau Perpres Nomor 21 Tahun 2019 yang ditetapkan pada April 2019 memberi amanat setahun bagi Pemprov dan Pemkab/kota untuk menyusun RAD. Dengan waktu tersisa sekitar 8 bulan ini, ia berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai aktor utama pelaksanaan Perpres bisa segera memberikan petunjuk teknis penyusunan RAD.
Nyoto mengatakan penyusunan RAD pada daerah memiliki strategi tersendiri. Pada tahun 2020 ketika terdapat pemilihan kepala daerah serentak di 270 daerah, disarankan agar dokumen teknokratis RPJMD bisa disusun birokrat daerah dengan memasukkan RAD.
Bagi daerah yang “normal” atau tidak menyelenggarakan pesta demokrasi, maka RAD bisa dimasukkan dalam rencana kerja pemerintah daerah terkait penanganan/pengelolaan bahan beracun berbahaya, termasuk merkuri. “Perpres ini bagian dari memfokuskan aktivitas program-program sehingga kalau ada pembiayaan tidak tumpang tindih. Harapannya, ada rencana koheren antara pusat dan daerah,” ujarnya.
Perpres ini bagian dari memfokuskan aktivitas program-program sehingga kalau ada pembiayaan tidak tumpang tindih. Harapannya, ada rencana koheren antara pusat dan daerah.
Membuka diri
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati menambahkan, pedoman penyusunan RAD sedang diselesaikan. Ia dan jajarannya pun membuka diri bagi pemerintah daerah untuk berkonsultasi dalam penyusunan RAD.
Ia mengatakan daerah sangat penting untuk menentukan base line atau acuan dasar kondisi di daerah. Contohnya, ada pertambangan emas skala kecil (PESK) yang masih memakai merkuri. Jumlah merkuri yang digunakan serta jumlah penambang hingga rencana transformasi pekerjaan mengandalkan pendataan pemerintah daerah.
Base line ini sangat penting karena Perpres No 21 tahun 2019 mengamanatkan sejumlah pengurangan maupun penghapusan yang harus terukur. Ia menyebutkan sektor manufaktor agar mengurangi penggunaan merkuri sebanyak 50 persen pada 2030, sektor energi mengurangi pelepasan emisi merkuri 33,2 persen pada 2030, PESK menghilangkan total (100 persen) penggunaan merkuri pada 2025, dan sektor kesehatan meninggalakan peralatan yan gmenggunakan merkuri hingga 100 persen pada 2020.
Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono, mewakili Menteri LHK, menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia Bebas Merkuri 2030 dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri (RAN PPM). Perpres itu merupakan implementasi Konvensi Minamata yang bertujuan melindungi kesehatan manusia dan lingkungan hidup dari emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik.
”Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata pada tahun 2017 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pengesahan Konvensi Minamata mengenai Merkuri dan kemudian dituangkan kedalam Perpres 21/2019 tentang pelaksanaan RAN PPM,”
Bambang Hendroyono menjelaskan, Pemerintah telah berupaya mewujudkan program penghapusan dan pengurangan merkuri antara lain penyusunan dan pengembangan kebijakan pelarangan importasi, distribusi, dan penggunaan merkuri di PESK, proyek percontohan teknologi pengolahaan emas bebas merkuri di Kabupaten Lebak, Kabupaten Luwu, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Kotawaringin Barat, serta pemulihan lahan terkontaminasi merkuri di Kabupaten Lebak, Banten.