Layanan Kesehatan Berbasis Teknologi Mesti Sesuai Dimensi Mutu
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Layanan kesehatan berbasis teknologi yang diterapkan di rumah sakit diharapkan mempertimbangkan standar mutu yang ada. Selain itu, investasi rumah sakit terhadap sumber daya manusia juga mesti disiapkan untuk menghasilkan tenaga medis yang adaptif.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Bambang Wibowo, Selasa (23/7/2019), mengatakan, layanan berbasis teknologi rumah sakit harus berdimensi keadilan dan berorientasi pada kepentingan pasien. Mutu harus tetap menjadi acuan dalam investasi teknologi informasi.
”Layanan juga tetap harus berfokus pada keselamatan dan keamanan pasien, misalnya,” kata Bambang dalam Seminar Nasional IV ”Tantangan Rumah Sakit Indonesia di Era 4.0 dan Universal Health Coverage” di Jakarta, Selasa.
Layanan berbasis teknologi yang berorientasi pada pasien itu dimaksudkan agar layanannya disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan pasien. Adapun yang dimaksud dengan adil yaitu memberikan pelayanan yang seragam tanpa diskriminasi.
Setidaknya ada tujuh dimensi mutu yang mesti dijadikan acuan dalam pengembangan layanan berbasis teknologi tersebut. Selain adil, aman, dan berorientasi pada pasien, layanan berbasis teknologi juga harus efisien, efektif, dan tepat waktu. Terakhir, dengan adanya teknologi informasi, integrasi layanan diharapkan dapat tercapai.
”Yang terpenting harus berorientasi kepada pasien, adil, dan aman. Kalau dimensi lainnya, otomatis akan dicapai dengan pemanfaatan teknologi,” ujar Bambang.
Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 46 Tahun 2017 tentang Stategi E-Kesehatan Nasional. Di dalamnya dijelaskan mengenai tujuh komponen penentu keberhasilan penerapan e-kesehatan.
Komponen tersebut, kata Bambang, antara lain menyangkut tata kelola dan kepemimpinan, strategi dan investasi, layanan dan aplikasi, serta sumber daya manusia (SDM). Perluasan sistem layanan dan aplikasi harus dilakukan seiring dengan pembangunan infrastrukturnya.
”Dalam hal ini, kebutuhan SDM harus disiapkan dengan baik, bukan hanya investasi terhadap teknologinya,” ujar Bambang.
Menyesuaikan diri
Ketua Umum Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Kuntjoro Adi Purjanto mendorong agar rumah sakit melakukan investasi di bidang SDM. Mereka harus menyiapkan SDM yang bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi.
”Jika SDM menguasai kemajuan teknologi, akan mempercepat daya saing rumah sakit,” katanya.
Menurut Kuntjoro, jenis pekerjaan ke depan akan semakin ringkas. Contohnya, tidak perlu lagi ada apoteker yang bekerja di gudang karena ke depan dokter hanya perlu membuat resep lalu obat akan keluar secara otomatis. Dalam hal ini, profesi membutuhkan adaptasi.
”Ya, itu risikonya. Mau tidak mau mereka akan melakukan perubahan-perubahan,” ujarnya.
Menteri Kesehatan Nila Djuwita Anfasa Moeloek mengatakan, teknologi digital di Indonesia juga harus bisa diterapkan dalam pencegahan penyakit. ”Kita harus manfaatkan kecerdasan buatan untuk memprediksi, memanajemen, dan mendiagnosis penyakit,” ujarnya.
Nila menambahkan, saat ini informasi teknologi sudah diterapkan untuk mempermudah akses, misalnya dengan sistem rujukan terpadu. Kemudian juga ada tele-medicine untuk mempermudah konsultasi dokter dengan masyarakat serta pendaftaran berobat secara daring.
”Kemenkes terus memotivasi dan mendorong rumah sakit untuk menerapkan layanan di atas. Selain itu, juga ada tele-radiologi, tele-USG meskipun kita masih harus hati-hati memanfaatkannya,” kata Nila.