JAKARTA, KOMPAS — Meski melemah, produk turunan kelapa atau coconut masih memiliki prospek ekspor. Secara khusus, turunan dalam wujud minyak kelapa menjadi andalan karena nilai ekspornya paling tinggi.
”Sebanyak 60-70 persen produksi minyak kelapa diekspor ke Eropa dan China,” kata Ketua Bidang Kerja Sama Antarkelembagaan dan Internasional Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia Amrizal Idroes saat dihubungi, Selasa (23/7/2019).
Amrizal menyebutkan, komoditas kelapa dapat diolah menjadi nata de coco, kopra, kelapa parut kering, santan, dan minyak. Jika dibandingkan dengan seluruh produk turunan, lebih dari 50 persen berupa minyak kelapa.
Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, nilai ekspor minyak kelapa sepanjang Januari-Juni 2019 mencapai 351,7 juta dollar AS atau setara dengan Rp 4,91 triliun berdasarkan kurs referensi Bank Indonesia. Angka ini lebih rendah 39,77 persen dibandingkan dengan semester-I 2018.
Sebagai pembanding, nilai ekspor kopra pada semester-I 2019 mencapai 14,51 juta dollar AS. Nilai ini merosot 38,39 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya pada periode yang sama.
Berdasarkan laporan The Global Coconut Oil Market Growth 2019-2024 yang dirilis pada Juli 2019, potensi pasar kelapa di dunia mencapai 3,76 miliar dollar AS pada 2019. Produksi kelapa dari Filipina, Indonesia, dan India menguasai 70 persen pasokan di skala internasional.
Menurut situs International Coconut Community (ICC), harga minyak kelapa Indonesia saat ini sebesar 628 dollar AS per ton. Amrizal mengatakan, pihaknya menargetkan ekspor minyak kelapa mencapai 1 juta ton sepanjang 2019. Dengan berpatokan pada harga saat ini, dia berharap, nilai ekspornya mencapai 628 juta dollar AS.
Sementara itu, dalam rangka meningkatkan kualitas kelapa, ICC tengah mengembangkan pusat koleksi plasma nutfah kelapa internasional yang bernama International Coconut Germplasm (ICG). Indonesia terpilih sebagai tuan rumah untuk pengembangan di kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur.
Executive Director ICC Uron N Salum mengatakan, pengembangan plasma nutfah ini juga bertujuan untuk menjadi sumber benih kelapa unggul bagi petani. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia sebagai salah satu produsen kelapa terbesar di dunia.
Sebagai bentuk komitmen terhadap program ini, Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Muhammad Prama Yufdy menyatakan, pihaknya telah menyiapkan lahan seluas 200 hektar. Lahan ini berada di Manado, Sulawesi Utara.
Secara umum, Kementerian Pertanian menargetkan pengembangan lahan perkebunan kelapa mencapai 14.125 hektar sepanjang 2019. Adapun realisasi hingga Juni 2019 sebesar 50,97 persen.