Polda Metro Jaya Bantah Penangkapan Kivlan Zen Melanggar Hukum
Kepolisian Daerah Metro Jaya membantah penangkapan hingga penetapan tersangka dugaan makar dan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen melanggar hukum.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya membantah penangkapan hingga penetapan tersangka dugaan makar dan kepemilikan senjata api ilegal Kivlan Zen melanggar hukum. Proses atas Kivlan sudah didasarkan bukti permulaan yang cukup, seperti disyaratkan oleh aturan perundang-undangan.
Kepala Bidang Hukum Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya Komisaris Besar Victor Theodorus Sihombing menyampaikan hal itu saat sidang lanjutan permohonan praperadilan yang diajukan Kivlan Zen dengan agenda mendengarkan jawaban termohon, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019). Sidang dipimpin hakim tunggal Achmad Guntur.
Sidang juga dihadiri pihak pemohon yang diwakili kuasa hukum Kivlan, Tonin Tachta, dan Kolonel Chk Subagya Santosa.
Sebelumnya, pihak Kivlan Zen menyatakan bahwa penangkapan Kivlan di Mabes Polri pada 29 Mei 2019 tidak sah. Hal ini karena Polda Metro Jaya tidak pernah menunjukkan surat perintah penangkapan dan surat tugas sebagaimana ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam risalah jawaban, pihak Polda Metro Jaya menyampaikan delapan pokok jawaban, salah satunya menyatakan bahwa dalil pemohon yang menyatakan penangkapan Kivlan tidak sah merupakan dalil yang mengada-ada.
Menurut termohon, penangkapan terhadap pemohon sudah berdasarkan bukti permulaan yang cukup, antara lain keterangan tujuh saksi yang saling terkait, keterangan ahli, surat hasil pemeriksaan senjata api, petunjuk invoice penukaran dollar, dan keterangan tersangka.
Selain itu, penangkapan sudah sesuai dengan Pasal 18 KUHP. Di antaranya, memperlihatkan surat tugas, memberikan surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka, membuat berita acara penangkapan, dan memberikan surat pemberitahuan penangkapan kepada keluarga tersangka.
Oleh karena itu, Polda Metro Jaya berkesimpulan bahwa penangkapan, penyitaan, penahanan, dan penetapan tersangka Kivlan sah secara hukum. Semua dalil-dalil yang dijadikan alasan pemohon untuk mengajukan praperadilan adalah tidak benar dan keliru.
Beda pendapat
Atas jawaban termohon, Kolonel Chk Subagya Santosa menyatakan, tanggapan atas jawaban termohon akan dimasukkan dalam kesimpulan.
Pendapat Subagya dibantah oleh kuasa hukum Kivlan lainnya, Tonin Tachta. Menurut Tonin, jawaban dan eksepsi termohon ditolak.
Hakim kemudian menengahi perbedaan pendapat itu. ”Bapak-bapak ini satu tim, tolong koordinasi. Jadi suaranya satu. Yang satu bilang tidak replik. Yang satu bilang iya. Yang mana yang harus saya dengar,” kata Achmad Guntur.
Akhirnya, kuasa hukum Kivlan menyepakati untuk menyertakan tanggapan atas jawab termohon dalam kesimpulan.
Hakim kemudian memutuskan sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian, pada Rabu (24/7/2019).
Sebelumnya, Kivlan yang merupakan mantan Kepala Staf Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat dilaporkan terkait dua hal, yakni tindak pidana makar dan kepemilikan senjata api ilegal. Kedua kasus yang melibatkan Kivlan berangkat dari kerusuhan di sejumlah daerah di Jakarta, 21-22 Mei 2019.
Kivlan diduga melanggar Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen. Ayat tersebut berbunyi, siapa pun menguasai senjata api, amunisi, atau bahan peledak secara ilegal dihukum dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara maksimal 20 tahun.