Presiden: Pemda Vital bagi Sistem Mitigasi Bencana
Oleh
FX Laksana Agung Saputra
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya peran daerah dalam sistem mitigasi ataupun penanggulangan bencana. Melalui koordinasi yang baik dengan pemerintah pusat, perlindungan masyarakat terhadap bahaya dan risiko kerusakan material menjadi makin solid.
”Dalam rangka mengurangi risiko-risiko yang ada, kebijakan nasional dan daerah harus bersambungan. Harus sensitif semuanya. Harus antisipasif semuanya terhadap kerawanan bencana yang kita miliki,” kata Presiden Jokowi dalam pidato Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (23/7/2019).
Untuk itu, Presiden Jokowi melanjutkan, pemerintah pusat dan daerah pertama-tama harus sama-sama memberikan pemahaman terhadap kondisi hidup di kawasan cincin api, termasuk di dalamnya pengetahuan untuk meminimalisasi risiko.
Pada saat yang sama, pemerintah pusat dan daerah membangun sistem mitigasi dan penanggulangan bencana. Salah satu yang penting adalah informasi yang jelas dan tepat waktu kepada masyarakat. ”Tetapi, sekali lagi, ini memerlukan sensitivitas dan respons, baik dari aparat maupun alat-alat yang kita miliki,” kata Presiden Jokowi.
Hal penting lainnya, Presiden Jokowi melanjutkan, adalah transparansi informasi dari BMKG kepada pemerintah daerah. Di antaranya menyangkut peta kerawanan bencana yang harus dijadikan acuan pembangunan. Informasi ini harus disampaikan secara tegas kepada pemerintah daerah.
[caption id="attachment_10304238" align="alignnone" width="720"] Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar hadir dalam pembukaan Festival Kesatuan Pengelolaan Hutan dan Pameran Usaha Kehutanan, Jumat (28/9/2018), di kawasan Hutan Pinus Mangunan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.[/caption]Jangan sampai kita mengulang-mengulang sebuah kesalahan. Yang jelas-jelas di situ garisnya lempengan tektonik, kok dibangun perumahan besar-besaran. Sampaikan apa adanya. Bahwa ini tidak boleh, ini lokasi merah. Harus berani menyampaikan itu kepada pemerintah daerah, baik kepada gubernur maupun wali kota/bupati.
Pendidikan kebencanaan kepada masyarakat secara besar-besaran, menurut Presiden, juga menjadi agenda penting lainnya. Hal ini mesti disampaikan mulai jenjang pendidikan sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi.
”Ini yang harus dikerjakan BNPB dan BMKG sehingga menjadi jelas semuanya, dan daerah dan pemerintah pusat. Kita kerjakan bersama-sama,” kata Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi juga menyatakan perlu banyak pembaruan peralatan mitigasi bencana. Namun, hal itu juga harus dibarengi dengan perawatan dan pengawasan agar tidak sampai hilang atau rusak tak terdeteksi.
”Jangan sampai baru dipasang dua hari, barangnya hilang. Baru dipasang seminggu, sudah enggak ada barangnya. Kejadian-kejadian seperti itu dititipkan sajalah kepada aparat keamanan setempat. Rakyat juga ikut menjaga,” kata Presiden Jokowi.
Datang silih berganti
Pada laporannya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan, cuaca dan iklim ekstrem datang silih berganti dengan gempa dan tsunami di Indonesia. Bahkan, big data analytics BMKG menunjukkan tren peningkatan suhu udara sebesar 0,5 derajat celsius pada 2030 dari kondisi saat ini.
Hal itu disertai dengan kekeringan yang makin meningkat kadarnya. Pada 2030, tingkat kekeringan akan naik 20 persen dari kondisi kekeringan saat ini di Sumatera Selatan, sebagian besar Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.
Sebaliknya, Dwikorita melanjutkan, intensitas curah hujan pada musim hujan juga cenderung meningkat. Proyeksinya naik hingga 40 persen dari kondisi sekarang.
Berbagai tantangan di atas membutuhkan langkah antisipasi lebih dini secara konkret agar kita mampu beradaptasi dan mitigasi secara tepat.
Untuk itu, Dwikorita menekankan, terobosan dan lompatan inovasi berbasis big data analytics dan artifisial intelijen menjadi keniscayaan guna menjaga ketangguhan dalam mengantisipasi dan menghadapi berbagai tantangan tersebut.
Fenomena cuaca iklim dan kegempaan yang kompleks dan berdampak kepada masyarakat ini, masih menurut Dwikorita, menuntut ketersediaan informasi di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika atau informasi BMKG yang cepat, tepat, akurat, luas jangkauannya, mudah dipahami, dan berkelanjutan untuk berbagai sektor layanan. Misalnya adalah sektor pertanian, transportasi, infrastruktur, kesehatan, dan pariwisata. ”Bahkan termasuk untuk menjaga stabilitas harga pangan dan mencegah laju inflasi,” kata Dwikorita.
Rapat koordinasi tersebut diikuti para pejabat BMKG dari 5 balai besar wilayah dan 179 Stasiun BMKG di seluruh wilayah Indonesia. Hadir pula Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Menteri Sekretaris Negara Pramono Anung, serta perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait, akademisi, organisasi profesi, dan tokoh masyarakat.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.