Sejarah Tupac Amaru di Peru sudah 238 tahun. Namun, namanya terus meninggalkan jejak heroik sampai saat ini. Ia menjadi simbol perlawanan rakyat Peru dan penduduk pribumi di Amerika Latin terhadap penjajahan.
Oleh
M Subhan SD
·4 menit baca
Di bawah suhu yang dingin, setelah ngopi di Max Cafe yang berada di Pasar Magdalena (Mercado de Magdalena), Distrik Magdalena del Mar, di pusat kota Lima, Peru, saya mematung sejenak di Plaza Tupac Amaru, sebuah taman persis di samping pasar. Ada bangku-bangku untuk duduk-duduk santai. Paling mencolok adalah sebuah patung yang berdiri di tengah-tengah taman.
Seorang lelaki berdiri gagah. Berambut panjang dengan tangan kanan mengepal di depan dada. Gestur tubuh itu menandakan simbol kekuatan (power). Itulah patung Tupac Amaru.
Tupac Amaru menjadi mitos dalam perjuangan rakyat Peru. Ia adalah pejuang pergerakan hak-hak adat. Ia pun menjadi inspirasi bagi gerakan perlawanan rakyat Amerika Selatan terhadap kolonialisme. Sebab, Tupac Amaru adalah pemimpin perlawanan terhadap kolonialisme Spanyol. Tupac Amaru atau Tupac Amaru II adalah pemimpin perang pemberontakan penduduk asli dan petani mestizo pada tahun 1780-1782.
Nama aslinya José Gabriel Condorcanqui. Ia lahir pada 1740 dan meninggal pada 18 Mei 1781 di Cuzco, Peru. Ia adalah tokoh revolusioner keturunan penguasa Inca terakhir, Túpac Amaru, yang namanya diidentifikasi pada nenek moyangnya itu. Seperti Indonesia, Peru dan umumnya Amerika Latin memiliki sejarah kolonisasi yang panjang. Seluruh jazirah Amerika Selatan, kecuali Brasil, merupakan tanah jajahan Spanyol.
Penderitaan penjajahan
Oleh karena itu, kisah-kisah heroik rakyat Peru juga menjadi untaian sejarah negeri mereka. Pada 1780, Tupac Amaru menangkap dan mengeksekusi corregidor (penguasa provinsi), Antonio Arriaga, yang dianggap kejam dan melakukan tindakan sewenang-wenang.
Kala itu sebagaimana tipikal penjajahan di mana pun, penduduk asli yang berdiam di sepanjang pegunungan Andes diperlakukan tidak adil; korban kerja paksa; mendapatkan upah kecil di pertanian, pertambangan, maupun pabrik; pajak tinggi; dan macam-macam pungutan. Semuanya menjadi beban penduduk asli.
Penderitaan itulah yang menimbulkan pemberontakan penduduk asli melawan Spanyol. Pemberontakan itu meluas di Peru selatan, bahkan sampai ke Bolivia dan Argentina. Pertempuran tersebut merupakan pertempuran sengit antara penduduk asli dan Spanyol. Semula pemberontakan itu juga didukung Creole atau orang-orang Spanyol yang lahir di Amerika.
Setelah mengeksekusi Arriaga, Tupac Amaru II dengan cepat menghimpun sekitar 6.000 penduduk pribumi sebagai pasukan. Sewaktu mereka bergerak menuju Cuzco, mereka menduduki sejumlah wilayah yang dilewati. Mereka juga menjarah rumah-rumah orang Spanyol dan membunuh penghuninya, sebagai balasan terhadap kekejaman penjajah Spanyol. Pertempuran demi pertempuran terjadi.
Dalam pertempuran tersebut, kaum perempuan juga memainkan peran penting. Bahkan istri Tupac Amaru, Micaela Bastidas Puyucahua, menjadi pemimpin batalyon pemberontak dan bertanggung jawab di wilayah San Felipe de Tungasuca. Dia kerap dianggap lebih berani dan ahli strategi yang unggul, bahkan jika dibandingkan dengan Tupac Amaru.
Dieksekusi
Meskipun demikian, perlawanan Tupac Amaru tidak selamanya berhasil. Dia tak berhasil menguasai Cuzco. Pasukan pribuminya yang berjumlah ribuan tak bisa memenangkan pertempuran karena pasukan Spanyol sudah mendapatkan bantuan pasukan sehingga mampu bertahan.
Pasukan Tupac Amaru mengalami kekalahan, apalagi dua anggota pasukannya, yaitu Kolonel Ventura Landaeta dan Kapten Fransico Cruz, mengkhianatinya. Akibatnya, Tupac Amaru dapat ditangkap pasukan Spanyol.
Tupac Amaru ditangkap beserta keluarganya pada Maret 1781. Tupac Amaru dibawa ke Cuzco. Pada 18 Mei 1781, dia dieksekusi setelah dipaksa menyaksikan eksekusi istrinya Micaela Bastidas, putranya Hipolito, pamannya Francisco Tupa Amaro, saudara iparnya Antonio Bastidas, dan beberapa komandan pasukan anak buahnya; Tupac Amaru pun dieksekusi.
Dia dipenggal dan dimutilasi. Eksekusinya amat mengerikan. Tubuhnya diikat. Kaki dan tangannya diikat pada empat ekor kuda yang ditarik ke empat penjuru. Potongan tubuhnya dikirim ke beberapa wilayah dan ditunjukkan kepada publik. Tentu saja untuk menakut-nakuti mereka yang punya niat melakukan perlawanan.
Jejak heroik
Namun, perlawanan penduduk pribumi belum berakhir. Malah Tupac Amaru mengilhami gerakan rakyat di sepanjang pegunungan Andes. Penjajahan pasti melahirkan perlawanan. Tak heran banyak kelompok yang terilhami dari sosok tersebut.
Pada 1960-an hingga 1970-an, ada gerakan revolusioner pembebasan nasional di Uruguay bernama Tupamaros. Di Peru, kelompok pemberontak berhaluan Marxis juga menamakan diri Tupac Amaru Revolutionary Movement (MRTA) yang bergerilya sepanjang dekade 1980-an hingga 1990-an.
Sejarah Tupac Amaru sudah 238 tahun. Namun, namanya terus meninggalkan jejak heroik sampai saat ini. Di dekat Mercado de Magdalena di kota Lima, saya mematung memandangi patung patriot perlawanan rakyat Peru dan penduduk pribumi di Amerika Latin itu terhadap penjajah yang melegenda. Sosoknya tampak menggetarkan.