BKPSDM Solok Selatan: Pendaftaran drg Romi Tidak Sesuai Formasi
Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Solok Selatan membantah telah bertindak diskriminatif terhadap dokter gigi Romi Syofpa Ismael yang dibatalkan kelulusan CPNS-nya karena disabilitas.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Solok Selatan membantah telah bertindak diskriminatif terhadap dokter gigi Romi Syofpa Ismael. Pembatalan kelulusan dokter gigi Romi sebagai calon pegawai negeri sipil karena mendaftar tidak sesuai formasi.
Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengembangan Aparatur Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Pemkab Solok Selatan Admi Zulkhairi, Rabu (24/7/2019), mengatakan, pembatalan kelulusan tersebut murni karena ketidaksesuaian formasi yang dilamar oleh dokter gigi (drg) Romi. Sebagai penyandang disabilitas drg Romi semestinya mendaftar pada formasi disabilitas.
“Berdasarkan Permenpan RB Nomor 36 Tahun 2018, formasi disabilitas dibedakan dengan formasi umum. Tim panitia seleksi daerah (panselda) memandang untuk disabilitas seharusnya di formasi disabilitas,” kata Admi ketika dihubungi dari Padang.
Admi melanjutkan, akibat ketidaksesuaian itu, drg Romi dinilai tidak memenuhi kriteria formasi umum yang mensyaratkan pelamar harus sehat secara jasmani dan rohani. Dari hasil pemeriksaan kesehatan, drg Romi lulus dengan catatan mengalami pelemahan otot kaki akibat paraplegia sehabis melahirkan pada Juli 2016.
Menurut Admi, pembatalan kelulusan itu sudah melalui berbagai pertimbangan. Panselda sudah berkonsultasi dengan berbagai instansi, antara lain Badan Kepegawaian Negara, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Kementerian Kesehatan.
Sebagai penyandang disabilitas drg Romi semestinya mendaftar pada formasi disabilitas. (Admi Zulkhairi)
Badan Kepagawaian Negara, kata Admi, menyarankan untuk meminta pertimbangan ke instansi teknis terkait, seperti dinas kesehatan. Pertimbangan dinas kesehatan tugas dokter puskesmas tidak hanya di kantor, tetapi juga ke lapangan. Kondisi drg Romi yang memakai kursi roda dianggap akan menyulitkan, apalagi Puskesmas Talunan, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Solok Selatan lokasi penempatannya berada di daerah terisolir.
Sementara itu, berdasarkan salinan surat tanggapan terkait masalah itu dari Badan Pengembangan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan Kemkes bertanggal 25 Februari 2019 menyebutkan, kelulusan drg Romi dapat dibatalkan karena hasil tes kesehatannya terdapat catatan kelemahan pada otot tungkai kaki. Pembatalan harus diumumkan dan berkas lamaran dikembalikan ke pelamar.
Meskipun demikian, surat yang ditandatangani Kepala Badan PPSDM Kesehatan Usman Sumatri itu, juga menyebutkan, Bupati Solok Selatan sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK) dapat melanjutkan proses kelulusan jika kondisi fisik drg Romi tidak mengurangi kinerjanya sebagai dokter gigi. Keputusan diserahkan kepada bupati selaku pengguna dan PPK Pemkab Solok Selatan.
“Bupati memutuskan (kelulusan drg Romi dibatalkan) setelah mendapatkan pertimbangan dari tim panselda,” ujar Admi.
Keliru memahami
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Padang Wendra Rona Putra sebagai kuasa hukum drg Romi menyayangkan tindakan Pemkab Solok Selatan yang secara sepihak membatalkan kelulusan hanya karena drg Romi melamar tidak sesuai formasi khusus sebagai disabilitas. Pemkab dinilai keliru dalam memahami terkait formasi umum dan formasi khusus jika merujuk ke Permenan RB Nomor 36 Tahun 2018.
“Kriteria formasi khusus dalam peraturan itu tidak hanya disabilitas, tetapi juga lulusan terbaik, putra-putri Papua dan Papua Barat, diaspora, olahragawan, dan lain-lain. Jika menggunakan logika berpikir Pemkab Solsel, berarti putra-putri Papua tidak boleh ikut formasi umum? Begitu juga dengan lulusan cumlaude,” ujar Wendra.
Menurut Wendra, formasi itu disebut formasi umum karena dapat diikuti oleh semua kalangan termasuk penyandang disabilitas. Sementara itu, formasi khusus memang hanya diperuntukkan untuk orang yang secara spesifik disebut dalam ketentuan Permenpan RB itu.
Wendra juga menyayangkan sikap tidak konsisten Pemkab Solok Selatan terkait alasan pembatalan yang mengatakan drg Romi tidak sehat secara jasmani. Padahal, setidaknya ada tiga lembaga yang menyatakan drg Romi mampu untuk menjalankan prosfesi itu. Pada kesempatan lain, Pemkab Solok Selatan juga pernah menyebut drg Romi mengundurkan diri, meskipun kenyataannya tidak pernah ada.
Perlu dikaji
Pengamat hukum kesehatan Universitas Ekasakti Padang Firdaus Diezo berpendapat, bila dilihat secara prosedural, pelamar CPNS dari formasi umum memang disyaratkan sehat secara jasmani dan rohani. Kalau seandainya secara medis, seorang pelamar sakit dan penyakitnya itu mengganggu pekerjaannya, secara hukum kelulusannya dapat dibatalkan. Apalagi, pemerintah sudah menyediakan formasi disabilitas.
"Yang perlu dikaji, sejauh mana surat keterangan tentang kesehatan jasmani tersebut bisa mengakibatkan hukum hilangnya hak drg Romi. Sejauh mana kekuatan hasil medis itu secara hukum sehingga Pemkab berani membatalkan kelulusan CPNS drg Romi," kata Diezo.
Menurut Diezo, Pemkab Solok Selatan perlu mempertimbangkan sejauh mana penyakit yang dialami drg Romi berdampak terhadap pekerjaannya. Jika penyakit tersebut tidak menghalangi pekerjaannya sebagai dokter gigi, tidak ada alasan bagi Pemkab Solok Selatan untuk membatalkan kelulusan drg Romi.
Jika penyakit tersebut tidak menghalangi pekerjaannya sebagai dokter gigi, tidak ada alasan bagi Pemkab Solok Selatan untuk membatalkan kelulusan drg Romi. (Firdaus Diezo)
Diezo menambahkan, di zaman yang sudah canggih, disabilitas tidak akan menghalangi seseorang dalam bekerja. Seseorang bisa bekerja dengan baik dengan menggunakan kursi roda dan alat bantu lainnya. Apalagi, pemerintah sekarang sudah membuka ruang untuk penyandang disabilitas.
"Pemerintah daerah mesti melihat juga kenyataan bahwa ketersediaan dokter gigi di Indonesia masih kurang dan tidak merata. Rasio dokter gigi dan pasien masih tidak seimbang," ujar Diezo.
Sebelumnya, Romi di Padang, Selasa (23/7/2019), mengaku sangat kecewa dengan pembatalan tersebut karena Pemkab Solok Selatan dinilai telah melanggar haknya. Ibu dua anak yang akrab disapa Ami itu telah memenuhi semua persyaratan dan mengikuti proses seleksi CPNS hingga dinyatakan lulus pada 31 Desember 2018.
”Pada 2018, saya ikut tes CPNS jalur umum karena jalur disabilitas (di sekitar tempat kerja) tidak buka. Saya kemudian berhasil berkompetisi dan dinyatakan lulus. Namun, 18 Maret 2019, keluar pengumuman pembatalan kelulusan saya. Alasannya, saya tidak memenuhi persyaratan, dianggap tidak sehat secara jasmani,” tutur Romi.
Meski demikian, kondisi fisiknya yang menggunakan kursi roda tidak mengganggu pekerjaan Romi yang sehari-sehari praktik di Puskesmas Talunan, Nagari Talunan Maju, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Solok Selatan, sejak 2015. Puskesmas yang berada di daerah terisolasi itu juga tetap menggunakan jasa dokter gigi Romi walaupun kontraknya sebagai pekerja tidak tetap Kementerian Kesehatan berakhir pada 2017.
Romi berharap, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan kembali memulihkan haknya. Pemerintah kabupaten diharapkan kembali mengusulkan serta mengirimkan berkas-berkasnya ke Badan Kepegawaian Nasional agar bisa ditetapkan sebagai CPNS.
Terpisah, Kepala Puskesmas Talunan Berherdiman menyayangkan pembatalan status CPNS drg Romi. Meskipun menggunakan kursi roda, selama ini, yang bersangkutan tetap bekerja profesional.