Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dijadwalkan bertemu hari ini. Mereka akan menjajaki peluang kerja sama, tetapi tidak akan membahas pembagian jabatan.
JAKARTA, KOMPAS - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dijadwalkan bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pada Rabu (24/7/2019) ini. Dalam pertemuan itu, Megawati dan Prabowo akan turut menjajaki peluang kerja sama di antara kedua partai tersebut setelah Pemilu 2019.
Prabowo berencana mengunjungi Megawati di kediamannya di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu siang. Adapun PDI-P ialah salah satu partai pendukung presiden-wakil presiden terpilih Joko Widodo-Ma’ruf Amin yang pada Pemilu 2019 berkontestasi dengan Prabowo-Sandiaga Uno.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, selama kontestasi Pemilu 2019, hubungan Megawati-Prabowo tetap terjalin baik. ”Pertemuan dalam waktu dekat ini lebih menyangkut aspek persahabatan antarpemimpin yang, meski dalam pilihan politik berbeda, tetap memiliki komitmen berdialog,” ujar Hasto, kemarin.
Pertemuan itu juga akan menjajaki bentuk kerja sama antara Gerindra dan PDI-P lima tahun ke depan. Saat ini, Gerindra mengkaji beberapa opsi sikap politik. Ada peluang Gerindra bergabung dalam koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Amin di eksekutif, atau kerja sama di legislatif lewat pengajuan paket calon pimpinan MPR bersama. Selain itu, ada pula peluang Gerindra memainkan peran sebagai kekuatan penyeimbang di luar pemerintahan Jokowi-Amin.
Tak bahas jabatan
Hasto mengaitkan pertemuan Megawati-Prabowo itu dengan pengalaman Megawati saat menjabat sebagai presiden kelima dan membentuk Kabinet Gotong Royong. Kabinet itu mengakomodasi partai yang berbeda sikap politik dalam rangka rekonsiliasi. ”Semangat gotong royong itu yang terus dijalankan,” katanya.
Meski demikian, ia meminta pertemuan Megawati dan Prabowo tidak dimaknai untuk membicarakan pelebaran koalisi dan pembagian jabatan. Sebab, hal tersebut harus dibahas bersama presiden dengan para ketua umum parpol koalisi.
Soliditas di internal koalisi pendukung Jokowi-Amin, menurut Ketua DPP PDI-P Andreas Hugo Pareira, menjadi prioritas. Namun, hal ini tidak berarti koalisi menutup peluang kerja sama dengan parpol di luar koalisi di legislatif, seperti untuk pengajuan paket calon pimpinan MPR. ”Di MPR, tidak lagi bicara kelompok kepentingan di politik yang berbeda-beda, tetapi agenda kebangsaan,” ujarnya.
Sementara itu, parpol lain dalam koalisi pendukung Jokowi-Amin tidak ingin koalisi diperbesar dengan mengakomodasi partai-partai pendukung Prabowo-Sandi pada Pemilu 2019, baik Gerindra, Demokrat, maupun Partai Amanat Nasional. Hal tersebut berlaku untuk kerja sama di eksekutif ataupun legislatif.
Dalam pertemuan pada 22 Juli 2019 di Kantor DPP Partai Nasdem antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Pelaksana Tugas Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa, keempat partai itu sepakat menutup pintu koalisi. Adapun PDI-P tidak ikut dalam pertemuan itu.
”Tidak pernah terlintas dalam pikiran kami untuk memperbesar koalisi yang ada saat ini. Koalisi yang sudah sehat dan solid ini harus dijaga,” ujar Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate.
Sementara Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, ruang komunikasi antara Gerindra dan PDI-P selaku partai utama pengusung pemerintahan tetap terbuka. Sepanjang konsep dan program kemandirian pangan serta energi yang ditawarkan Gerindra dapat diterima Jokowi dan koalisi partai pendukungnya, Gerindra akan mempertimbangkan masuk barisan pendukung pemerintah.
”Sekarang ini biar dikomunikasikan dulu. Kewenangan koalisi pada akhirnya ada pada Presiden Jokowi,” kata Dasco.