Pemerintah Pusat Janji Selesaikan Sengkarut Investasi di Batam
Pemerintah pusat berjanji segera menyelesaikan sengkarut investasi di Batam, Kepulauan Riau. Tumpang tindih kewenangan dan birokrasi berlapis yang menghambat laju investasi akan dibenahi agar target percepatan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Pemerintah pusat berjanji menyelesaikan sengkarut investasi di Batam, Kepulauan Riau. Tumpang tindih kewenangan dan birokrasi berlapis yang menghambat laju investasi akan dibenahi agar target percepatan pertumbuhan ekonomi dapat diwujudkan.
”Masalah (investasi) di Batam sudah seperti benang kusut. Namun, saya pastikan pemerintah sangat serius menyelesaikan sengkarut ini,” kata Ketua Kelompok Kerja 4 Satuan Tugas Percepatan dan Efektivitas Pelaksanaan Kebijakan Ekonomi Yasonna H Laoly di Batam, Rabu (24/7/2019).
Masalah (investasi) di Batam sudah seperti benang kusut. Namun, saya pastikan pemerintah sangat serius menyelesaikan sengkarut ini.
Batam yang pada 1973 dirancang menjadi kota industri nyatanya seperti enggan berkembang dan semakin tertinggal dari tetangganya, Singapura dan Johor Bahru. Menurut Yasonna, hal ini membuat pemerintah geram dan kini berniat membereskan segala hal yang selama ini menghambat laju penanaman investasi di Batam.
”Kita harus berani bertindak mengurai penyebab banyaknya investasi mangkrak di Batam. Tidak perlu khawatir, pemerintah akan melindungi jika tujuannya adalah menyelesaikan sengkarut investasi,” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu.
Menurut Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam Edy Putra Irawady, laju investasi di Batam selama ini terhambat tumpang tindih kewenangan yang berujung pada birokrasi berlapis. Ia menyebutnya sebagai ”kewenangan tak terlihat” yang menggerogoti kewenangan BP mengembangkan kawasan.
”Pengajuan investasi di Batam memakan waktu lama karena selama ini ada terlalu banyak kewenangan tak terlihat yang mengganggu jalan kami,” kata Edy.
Ia menjelaskan, kewenangan tak terlihat itu berupa tumpang tindih kebijakan, regulasi yang bertentangan, dan sistem operasional yang tidak selaras. Ketiga hal itu menyebabkan ketidakpastian investasi yang akhirnya mengurangi daya pikat Batam di mata investor.
Setidaknya, saat ini ada dua proyek di pesisir Batam yang mandek karena tumpang tindih kebijakan. Pengajuan investasi PT Tanjung Pinggir Resort dan PT Koh Brother mandek di tengah jalan karena kewenangan mengelola daerah pesisir saat ini dialihkan kepada pemerintah provinsi.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam, wewenang BP Batam seharusnya mencakup wilayah darat dan laut di Pulau Batam, Pulau Tonton, Pulau Setokok, Pulau Nipah, Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru.
”Yang saya minta kepastian wilayah kerja, buang itu kewenangan tak terlihat agar pengajuan investasi bisa dipercepat,” ujar Edy.
Selain itu, ia juga meminta kepastian dalam pengawasan dan penegakan hukum di wilayah kewenangan BP Batam. Kerja sama lintas aparat penegak hukum dibutuhkan untuk menarik pengelolaan lahan mangkrak seluas lebih dari 7.000 hektar yang dulunya dikelola 2.700 penerima lokasi.
”Tindakan apa yang diperlukan, peraturan apa yang dibutuhkan, dan instansi mana yang harus bertanggung jawab, kami urai di sini. Intinya, semua yang menghambat investasi harus kita rombak keras,” kata Yasonna.