Penghentian 1.695 Guru Terkait Predikat Laporan Keuangan Pemkab
Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih tetap kukuh menghentikan 1.695 guru dari jabatan fungsional meskipun ditolak berbagai pihak, seperti DPRD Simalungun, PGRI Simalungun, sekolah, dan guru.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
SIMALUNGUN, KOMPAS — Bupati Simalungun Jopinus Ramli Saragih tetap kukuh menghentikan 1.695 guru dari jabatan fungsional meskipun ditolak berbagai pihak seperti DPRD Simalungun, PGRI Simalungun, sekolah, dan guru. Menurut dia, keputusan itu ditempuh untuk memperbaiki predikat laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Simalungun.
”Sudah dua tahun berturut-turut kami mendapat predikat disclaimer dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) karena memberikan tunjangan sertifikasi kepada guru yang tidak bergelar sarjana. Saya dianggap tidak patuh pada aturan,” kata Saragih ketika ditemui Kompas di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Selasa (23/7/2019).
Menurut Saragih, BPK memberikan penilaian tidak menyatakan pendapat (TMP/disclaimer of opinion) antara lain karena tersangkut persoalan tersebut. TMP merupakan tingkatan opini paling rendah di BPK. Saragih mengatakan, mereka melanggar sejumlah peraturan khususnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. ”Guru itu harus bergelar sarjana,” katanya.
Pemberhentian guru pegawai negeri sipil dari jabatan fungsional dilakukan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Simalungun. Sebanyak 992 guru tamatan sekolah pendidikan guru (SPG) dan diploma II dihentikan sementara dan diminta mencantumkan gelar sarjana paling lambat November 2019. Sementara 703 guru lainnya merupakan tamatan SMA dan kemungkinan dihentikan permanen. Jabatan fungsional guru merupakan syarat bagi PNS agar bisa mengajar di sekolah.
Saragih mengatakan, dirinya mendapat sejumlah penolakan karena sebagian guru yang dihentikan sudah mengabdi lebih dari 20 tahun dan umurnya sudah di atas 50 tahun. Persoalan lain juga muncul karena guru hanya diberi waktu empat bulan untuk mendapat gelar sarjana. Sekolah juga protes karena mereka kekurangan guru.
Berdasarkan inventarisasi Dinas Pendidikan Simalungun, kata Saragih, ada 527 guru yang berusia 56-59 tahun. Mereka pun tetap harus mencantumkan gelar sarjana meskipun akan pensiun. Saragih mengakui Pemkab Simalungun kekurangan guru, tetapi akan ditutup dengan tenaga honorer.
Tetap mengajar
Meskipun dihentikan dari jabatan fungsional, sebagian guru masih mengajar karena sekolah kekurangan guru. ”Saya sudah mendapat SK penghentian sebagai guru. Tunjangan sertifikasi saya dibekukan. Namun, bagaimana saya bisa menelantarkan anak didik tanpa guru,” kata seorang guru berinisial RS (56) di sebuah SD negeri di Kecamatan Raya.
RS merupakan tamatan SPG dan sudah mengabdi 34 tahun. Ia menyesalkan keputusan itu karena tidak berpihak kepada guru. ”Kalau saya benar-benar kuliah, saya baru tamat setelah pensiun. Lalu, kenapa harus dipaksa kuliah?” katanya.
Kepala sekolah berinisial P di SD itu mengatakan, sekolah tersebut akan krisis guru jika dua guru yang dihentikan di sekolah mereka tidak mengajar. Namun, mereka tidak berani protes karena takut mendapat tekanan dari Dinas Pendidikan Simalungun. ”Selama ini, kami merekrut tiga (tenaga) honorer karena kekurangan guru. Kalau dua guru PNS dikurangi, siapa lagi yang mau mengajar,” katanya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun Elfiani Simalungun tidak mau memberikan penjelasan tentang penghentian guru itu. ”Kalian baca saja undang-undang itu,” katanya ketika ditemui Kompas.
Penolakan terhadap keputusan itu sebelumnya sudah disampaikan oleh semua fraksi pada Rapat Paripurna DPRD Simalungun karena dilakukan di tengah kondisi kekurangan guru. Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Simalungun Alberth Pancasila Sipayung juga meminta SK itu ditinjau ulang karena meresahkan guru dan orangtua siswa.