Produksi dan Ekspor Karet Alam Sepanjang 2019 Diprediksi Merosot
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan pelaku usaha memprediksi adanya penurunan produksi dan ekspor karet alam sepanjang 2019. Penurunan tersebut disebabkan adanya penyakit yang menyerang tanaman karet dan skema pemangkasan ekspor berdasarkan keputusan Dewan Tripartit Karet Internasional atau ITRC.
Badan Pusat Statistik (BPS) memasukkan karet sebagai salah satu dari 10 golongan barang utama ekspor nonmigas. ”Sepanjang semester-I 2019, volume ekspor karet menurun hingga 200.000 ton. Ini menjadi alarm untuk kita. Dengan prediksi Kementerian Pertanian adanya penurunan produksi karet sebanyak 15 persen pada 2019 dibandingkan 2018, ekspor karet juga berpotensi turun 15 persen secara paralel,” kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Moenardji Soedargo dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Penurunan produksi dan ekspor itu turut dibahas dalam rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu. Moenardji, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud, dan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution hadir dalam rapat itu.
Adapun penurunan ekspor 15 persen itu diperkirakan setara dengan 450.000 ton. Gapkindo mencatat, ekspor karet alam sepanjang 2018 sebesar 2,954 juta ton.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor karet dan barang dari karet sepanjang semester-I 2019 mencapai 2,96 miliar dollar Amerika Serikat (AS). Adapun angka ini lebih rendah 8,53 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Menurut data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan, harga karet jenis TSR 20 pada Rabu ini berkisar 141,5-142,3 sen AS per kilogram (kg). Sementara, pada Juli 2018, harganya bergerak di angka 130 sen AS per kg.
Kasdi menyebutkan, proyeksi penurunan produksi karet sepanjang 2019 sebesar 15 persen disebabkan adanya penyakit gugur daun yang menyerang secara regional. Wabah ini disebabkan jamur Pestalotiopsis sp.
Berdasarkan penelusuran Kementerian Pertanian, per 16 Juli 2019, penyakit ini telah menyerang 381.900 hektar lahan perkebunan karet di sentra produksi. Adapun wilayah yang terserang meliputi, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur.
Sebagai bentuk antisipasi, Kasdi mengatakan, pihaknya telah menyediakan fasilitas penyemprotan dan pemupukan. Langkah ini bersifat mencegah karena memberikan nutrisi pada tanaman karet agar tidak terserang wabah penyakit tersebut.
Selain karena penyakit, pengurangan ekspor karet alam Indonesia juga berkurang sesuai dengan komitmen bersama ITRC. Thailand dan Malaysia juga tergabung di dalamnya. Dari komitmen pemangkasan ITRC sebanyak 240.000 ton secara total, Indonesia komitmen mengurangi sebanyak 98.160 ton.
Komitmen ini berlaku sejak 1 April 2019 dan berakhir pada 31 Juli 2019. Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman mengatakan, pihaknya akan mengadakan pertemuan kembali bersama ITRC pada Agustus mendatang untuk mengevaluasi kebijakan tersebut.