Perubahan cepat dunia digital menantang regulator menghadirkan regulasi yang komprehensif tanpa mematikan inovasi. Sektor ini berpeluang menjadi penopang perekonomian Indonesia di masa depan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan cepat dunia digital menantang regulator menghadirkan aturan yang komprehensif tanpa mematikan inovasi. Sektor ini berpeluang menjadi penopang.
Perkembangan ekonomi digital di Indonesia berpotensi menjadi penopang perekonomian Indonesia di masa mendatang. Namun, perubahan yang cepat terjadi di dunia digital menantang regulator menciptakan regulasi yang komprehensif tanpa mematikan inovasi.
Hasil riset Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dan Tenggara Strategics (bukan Segara Institute sebagaimana tertulis di Harian Kompas, Rabu 24/7/2019 halaman 14) menyebutkan, kontribusi ekonomi dari Grab saja mencapai Rp 48,9 triliun.
Jumlah itu berasal dari pendapatan pengemudi, mitra GrabFood, dan agen Kudo individual. Sementara manfaat yang didapat konsumen karena mendapatkan harga yang lebih rendah mencapai Rp 5,73 triliun untuk GrabBike dan Rp 40,41 triliun untuk GrabCar.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif periode 2011-2014 Mari Elka Pangestu berpendapat, sektor informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT) dalam 15 tahun terakhir tumbuh rata-rata dua angka. Di Asia Tenggara, ekonomi digital akan terus meningkat nilainya, mencapai 200 miliar dollar AS pada 2025 dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto di ASEAN sekitar 7 persen.
”Dengan konektivitas yang timbul karena perkembangan informasi, komunikasi, dan teknologi dan internet of things, proses semakin cepat sehingga beban biaya dapat ditekan,” kata Mari Elka dalam diskusi publik ”Manfaat Ekonomi Digital”, Selasa (23/7/2019), di Jakarta.
Inovasi dari ekonomi digital akan meningkatkan dua sisi, baik permintaan maupun suplai. Perkembangan ini membuat beberapa sektor konvensional terdisrupsi, mulai dari transportasi, informasi, sampai terkait dengan pariwisata. Meski ada pekerjaan yang hilang, ada jenis pekerjaan baru yang muncul.
Kesempatan membangun ekonomi yang inklusif dan penyerapan tenaga kerja pun makin besar. Namun, hal itu perlu strategi menyeluruh, mulai dari peningkatan keterampilan tenaga kerja, efisiensi logistik, hingga regulasi yang mengatur digital ekonomi.
Dukungan regulasi
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, dalam visi 2045, Indonesia perlu mempertahankan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,1 persen per tahun agar tergolong sebagai negara berpendapatan besar.
Indonesia perlu sektor unggulan yang dapat bersaing di kancah global. Bukan pertambangan, pertanian, ataupun manufaktur, melainkan ekonomi digital.
Akan tetapi, untuk mencapainya, Indonesia memerlukan sektor unggulan yang dapat bersaing di kancah global. Sektor itu bukan dari pertambangan, pertanian, ataupun bahkan manufaktur, melainkan ekonomi kreatif dan digital.
Untuk mencapainya, kewirausahaan perlu ditingkatkan. Salah satunya melalui kurikulum pendidikan dengan pola pelajaran dan kurikulum yang lebih fleksibel. Selain itu, badan usaha yang menyelenggarakan pendidikan vokasi baik untuk internal maupun umum diberi pengurangan pajak 200 persen. Demikian pula perusahaan yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia akan mendapat pengurangan pajak 300 persen.
Ekonom Universitas Indonesia, Muhamad Chatib Basri, mengatakan, bagi ekonomi digital, data skala besar dibutuhkan untuk mendukung keakuratan. Selain itu, selama ini harga yang ditawarkan aplikator, seperti Grab, dapat lebih murah karena tidak ada biaya overheat. Jika mereka dibebani biaya itu, harganya menjadi tidak murah lagi.
Selain itu, karena sifatnya yang terus berkembang dan berinovasi, yang diperlukan adalah regulasi yang fleksibel. Regulasi yang diperlukan lebih berupa prinsip, bukan detail.
”Isu pentingnya adalah bagaimana inovasi ini bisa berkelanjutan karena regulator harus menarik garis untuk melindungi pengguna dan di sisi lain tidak membatasi inovasi,” kata Chatib.
Karena terus berkembang dan berinovasi, industri digital membutuhkan regulasi yang fleksibel.
Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, penerima manfaat ekonomi terbesar dari perkembangan ekonomi digital adalah dunia usaha, terutama usaha kecil dan menengah (UKM) dan masyarakat. Jika harga yang dikenakan semakin tinggi, pengguna akan cenderung tidak bertransaksi dan sebaliknya.
Di sisi lain, dari riset yang dilakukan, penggunaan teknologi digital dapat meningkatkan pendapatan mitra Grab tanpa meningkatkan investasi. ”Ini sangat signifikan karena dapat memberdayakan sektor informal,” kata Yose.