Si Listrik Pemantik Kebakaran Bus
Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki regulasi untuk panduan perusahaan otomotif memasang instalasi kelistrikan pada kendaraan. Akibatnya, kelistrikan ini menjadi pemicu utama kendaraan terbakar, termasuk pada bus transjakarta.
Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki regulasi untuk panduan perusahaan otomotif memasang instalasi kelistrikan pada kendaraan. Akibatnya, kelistrikan ini menjadi pemicu utama kendaraan terbakar, termasuk pada bus Transjakarta.
Kebakaran terakhir menimpa bus Koperasi Angkutan Jakarta (Kopaja) yang menjadi pengumpan Transjakarta. Kebakaran terjadi di Jalan Basuki Rahmat, Jakarta Timur, Sabtu (20/7/2019).
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono menuturkan, ketiadaan aturan itu membuat perusahaan-perusahaan karoseri pembuat badan bus sekadar mengikuti panduan umum terkait dengan sistem kelistrikan, tetapi melupakan sejumlah detail yang berpotensi memicu kebakaran.
Ia menceritakan, KNKT memberikan materi soal sistem kelistrikan pada 9 April 2019 di Jakarta, dihadiri sejumlah perusahaan karoseri seperti New Armada, Laksana, PT Adiputro Wirasejati, dan PT Rahayu Santosa. Saat itu, berita tentang terbakarnya bus Transjakarta merek Hino dengan bahan bakar gas di dekat Pasar Baru, Jakarta Pusat, 18 Februari 2019, masih hangat.
Temuan KNKT, tata letak dan pemasangan instalasi listrik pada bus itu tidak benar, terutama fisik kabel yang menggantung terlampau berat sehingga kontraktor listrik terbebani dan mudah kendur. Itu salah satu pemicu api. ”Banyak yang baru tahu bahwa itu masalah,” ucap Soerjanto, Senin (22/7/2019).
Contoh kesalahan lainnya, perusahaan karoseri saat memasukkan kabel melalui lubang pada suatu pelat logam tidak dilengkapi dengan karet gromet. Padahal, kabel nantinya bakal berguncang saat bus dioperasikan. Tanpa pelindung, kabel akan langsung bertemu sisi tajam dari lubang pelat sehingga berpotensi menyebabkan hubungan pendek arus listrik (korsleting).
Soerjanto menambahkan, hal penting yang wajib ada ialah analisis beban listrik (electrical load analysis). Perusahaan karoseri antara lain mesti menghitung kemampuan suatu kabel untuk dibebani misalnya lampu-lampu dan pengondisi udara (AC). Temperatur kabel juga tidak boleh melebihi 35 derajat celsius.
Masalah sistem kelistrikan juga menjadi salah satu temuan KNKT saat menyelidiki penyebab kebakaran bus Transjakarta di Halte Masjid Agung Al Azhar, Jakarta Selatan, 28 Agustus 2014. Hasil penyelidikan PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) dengan Koperasi Angkutan Jakarta terhadap kebakaran bus sedang Kopaja terintegrasi Transjakarta, Sabtu (20/7/2019), di dekat Bassura City, Jatinegara, Jakarta Timur, pun mendapati persoalan serupa.
Ketua Kopaja Asyari Nasution menuturkan, api muncul akibat kesalahan prosedur montir Kopaja saat mengganti suku cadang instalasi AC bus. Sejak Januari, setidaknya ada tiga kali masalah instalasi listrik pada bus Kopaja terintegrasi Transjakarta yang mengakibatkan puluhan bus Kopaja dikandangkan dulu.
Perbaikan
Soerjanto mengapresiasi upaya Transjakarta memperbaiki pengawasan sistem kelistrikan bus-busnya. Sebelum bus baru beroperasi, manajemen Transjakarta mengecek sistem kelistrikan dan meminta analisis perkiraan beban listrik. Perusahaan-perusahaan karoseri secara sukarela juga mulai berbenah seusai pembinaan dari KNKT meski belum ada kewajiban dari pemerintah lewat regulasi sistem kelistrikan kendaraan.
Terkait dengan kebakaran bus Kopaja di Jakarta Timur, peremajaan bus menjadi langkah prioritas. Asyari mengatakan, kontrak 320 bus sedang yang saat ini beroperasi sebenarnya berakhir pada 2020, tetapi pihaknya berkomitmen memulai peremajaan bus secara bertahap mulai tahun ini. Jika proses lancar, ia memperkirakan akan ada total 80 bus yang diremajakan hingga akhir 2019.
Peremajaan penting mengingat 120 dari 320 bus merupakan hasil rekondisi, misalnya dari yang tidak ber-AC menjadi ber-AC. Penambahan perangkat listrik tanpa mengikuti kaidah yang benar untuk mencegah kebakaran, mengingat saat pertama kali bergabung tahun 2015, tidak ada standar pelayanan minimum (SPM).
Selain itu, Kopaja berencana menambah 150 bus baru di tahun ini. ”Menurut rencana, pada 2020 akan menambah 150 unit lagi, kemudian 2021 tambah 150 unit sehingga total ada 450 bus tambahan. Jika bus lama selesai diremajakan, berarti nantinya total 770 bus beroperasi,” kata Asyari.
Ia menjamin sistem kelistrikan pada bus-bus baru juga mendapat perhatian signifikan. Perusahaan karoseri yang bermitra dengan Kopaja untuk membuat bus, Laksana, sudah menerima koreksi terkait dengan kekurangan pada sistem kelistrikan purwarupa dan berkomitmen memperbaiki.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, pihaknya mendukung langkah PT Transjakarta yang menarik semua bus Kopaja dengan merek yang sama dengan bus yang terbakar. Evaluasi akan dilakukan Transjakarta dan agen pemegang merek (APM) bersangkutan untuk menyelisik akar masalah.
”Kami harapkan investigasi segera selesai sehingga bisa diambil langkah-langkah terkait. Ini hanya dilakukan Transjakarta dan APM karena ini terkait langsung dengan bagaimana perawatan bus dilakukan,” ujarnya di Jakarta, kemarin.
Ke depan, kata Syafrin, pihaknya mendorong kualitas layanan yang sama sesuai dengan standar pelayanan minimal. Untuk itu, semua operator yang bekerja sama dengan Transjakarta bekerja sama dengan bengkel resmi sesuai merek masing-masing untuk perawatan armada.
Pada kebakaran bus Kopaja lalu, perbaikan tak dilakukan oleh bengkel resmi. Perbaikan itu juga dikerjakan pada malam hari sehingga tidak sesuai dengan standar. Pasal kerja sama dengan bengkel resmi untuk seluruh perawatan ini akan dimasukkan ke dalam perjanjian kerja sama dengan ancaman penalti saat tidak dipenuhi. ”Ini sedang kami bahas untuk dibicarakan bersama seluruh pihak terkait,” kata Syafrin.
Direktur Pelayanan dan Pengembangan PT Transjakarta Achmad Izzul Warro, Senin, menambahkan, proses seleksi armada Kopaja sudah dilakukan sejak 2015 saat Kopaja bergabung dengan Transjakarta. Tidak semua bus Kopaja bisa digunakan untuk pengumpan Transjakarta.
”Mereka sudah terseleksi. Namun, saat itu adalah tahap awal integrasi. Jadi, masih ada beberapa yang bolong. Nah, saat ini kita bergerak untuk penyempurnaan integrasi armada yang baik lagi,” tutur Izzul.
Direktur Utama PT Transjakarta Agung Wicaksono menambahkan, ada sekitar 151 Kopaja reguler yang beroperasi tahun 2015 dan pihak operator diminta menyesuaikan standar Transjakarta. Bus itu merupakan rekondisi tahun 2012, 2013, 2014, dan dipasangkan pendingin untuk menjadi bus pengumpan.
Agung menuturkan, bersamaan dengan investigasi kasus kebakaran bus Kopaja, ditemukan masih banyak bus pengumpaan yang tidak memenuhi standar layanan meski bus-bus itu dipasang pendingin untuk direkondisikan menjadi bus pengumpan.
”Kami integrasikan armada operator harus yang baru dan layak sesuai standar. Sekarang sedang proses negosiasi harga. Kami akan membayar layanan mereka, seperti sopir, BBM, armada, sekaligus perawatan. Kami membayar dengan anggaran Transjakarta yang berasal dari subsidi,” ujarnya.