Ahli Termohon Nilai Sunting Foto Bukan Pelanggaran
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Mahkamah Konstitusi melanjutkan pemeriksaan terhadap 28 perkara perselisihan hasil pemilihan umum legislatif pada hari ketiga sidang pemeriksaan. Pada pemeriksaan sengketa foto cantik yang dimohonkan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Nusa Tenggara Barat Farouk Muhammad, ahli ahli termohon menilai penyuntingan foto bukanlah pelanggaran.
Agenda sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/7/2019) ini yaitu mendengarkan keterangan saksi maupun ahli dari pihak pemohon, termohon, dan pihak terkait serta pengesahan alat bukti tambahan.
Sidang masih tetap dilakukan dalam tiga panel yang masing-masing dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman, Wakil Ketua MK Aswanto, dan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Pada sidang hari ini, MK memeriksa 28 perkara. Perkara tersebut berasal dari enam provinsi yakni Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau. Adapun pemohon perkara berasal dari PDI-P, Partai Gerindra, Golkar, PKB, PBB, PPP, Partai Nasdem, PKS, PAN, Berkarya, Perindo, dan PKPI.
Pada sidang hari ini, MK memeriksa 28 perkara. Perkara tersebut berasal dari enam provinsi yakni Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau
Selain itu, majelis hakim juga memeriksa dua perkara sengketa anggota DPD, salah satunya dari NTB yang diajukan Farouk Muhammad. Dalam gugatannya, Farouk menilai caleg DPD lainnya, Evi Apita Maya melakukan rekayasa foto dan politik uang untuk menarik suara.
Pada pemeriksaan saksi dan ahli pada sengketa di panel tiga yang dipimpin I Dewa Gede Palguna itu, pihak Farouk menghadirkan Priyadi Soefjanto yang merupakan ahli fotografi.
Dalam keterangannya, Priyadi menilai bahwa foto yang digunakan Evi sebagai alat peraga kampanye bersifat manipulatif. Hal ini diketahui setelah ahli melakukan analisa terhadap dua foto Evi dan terlihat dengan jelas perbedaannya.
Selain itu, Priyadi juga berpendapat bahwa foto Evi sebagai seorang caleg tidak boleh dimanipulasi. Sebab, Evi merupakan seorang tokoh dan dalam kaidah atau etika wilayah kerja fotografi, foto seorang tokoh tidak boleh berbeda dan harus sesuai fakta.
Bukan pelanggaran
Sementara itu, pihak Evi juga menghadirkan ahli dalam persidangan itu, yakni Juanda yang merupakan pakar hukum tata negara. Juanda menyatakan, dari aspek hukum, menyunting foto untuk keperluan kampanye bukan suatu pelanggaran hukum. Sebab, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut.
Menurut Juanda, permasalahan foto tidak berpengaruh pada perolehan suara Evi. Hal ini karena kedua masalah itu tidak bisa dikaitkan dan dibuktikan secara hukum. Keterkaitan ini, lanjut Juanda, baru dapat dibuktikan jika MK memanggil seluruh atau sebagian orang yang memilih Evi dan kemudian ditanya apa alasan mereka memilih Evi.