Evolusi Besar Pertegas Posisi Accord
Baru sepekan diperkenalkan, impresi evolusi All New Honda Accord yang bikin mencuri perhatian pecinta sedan langsung diuji coba. Sirkuit pengujian Bridgestone di kawasan Karawang, Jawa Barat, dipilih untuk mengedukasi kecanggihan teknologi sedan ini.
Evolusi Honda Accord generasi ke-10 ini bukan saja pada mesin 1.500cc Turbo, melainkan juga fitur keselamatan terlengkap yang disebut Honda Sensing. Accord sangat kental bermain pada mesin 2.000 cc ke atas. Di balik keputusan Honda mengevolusi Accord yang dikenal berdesain mewah di kelasnya, fitur teknologi keselamatan sensitif dalam berkendara menjadi senjata sedan yang dibandrol on the road Jakarta nyaris Rp 700 jutaan.
“Ya, perubahan besar terhadap Accord secara global ini memang menjadi evolusi Honda,” tegas Masao Nakano, Assistant Large Project Leader of Honda Accord, Honda Research and Development, di sela-sela uji kendaraan di Karawang, Selasa (23/7/2019). Sejak diperkenalkan di Jepang tahun 1976, setiap generasi Accord selalu menyematkan terobosan-terobosan teknologi permesinan.
Di tengah sengatan sinar matahari, teknologi Honda Sensing itu diedukasi sekaligus diujicoba bersama para mekanik. Secara singkat, Honda Sensing merupakan perangkat teknologi keselamatan berkendara yang hanya disematkan di All New Honda Accord. Fungsinya, membantu pengemudi menghindari dan meminimalisir potensi kecelakaan berkendara.
Sistem Honda Sensing terdiri dari Collision Mitigation Brake System (CMBS) yang terintegrasi dengan forward collision warning (FCW) atau indikasi peringatan dini terhadap sesuatu atau kendaraan yang berada di depannya. Kemudian, ada pula teknologi Road Departure Mitigation System (RMD) yang terintegrasi dengan Lane Departure Warning (LDW), Lane Keeping Assistant System (LKAS), Adaptive Cruise Control (ACC) yang terintegrasi dengan Low Speed Follow (LSW) dan Auto-High Beam.
Satu per satu perangkat teknologi itu diuji. Saat menguji fungsi CMBS, boleh jadi pengemudi bakal kurang percara diri, bagaimana mungkin mobil ini bisa mengerem sendiri hingga menyisakan jarak sekitar 10-15 sentimeter dengan kendaraan di depannya?
Awalnya, Kompas pun demikian. Bersama instruktur Honda, sistem CMBS disebut aktif secara otomatis saat mesin kendaraan diaktifkan. Simulasi tabrak dilakukan. Sebuah plat baja ringan yang sudah dibentuk menyerupai bodi mobil ditempatkan pada jarak sekitar 50 meter.
Pengujian ringan dilakukan jalan lurus. Kecepatannya sekitar 20 kilometer per jam. Bayangkan, saat pengemudi lengah. Tak sempat mengerem kendaraan. Sensor sensitif yang terdapat pada bagian depan kendaraan langsung menangkap sinyal berbahaya.
Begitu Accord ini semakin dekat, sistem CMBS memberikan indikator suara dan sinyal lampu oranye di ruang MID. Dalam kondisi tertentu, sistem ini juga tak mungkin menampilkan peringatan audio-visual dan langsung menerapkan pengereman otomatis, jika dianggap perlu.
Yang pasti, unit radar dan kamera monokular CMBS bekerja bersama dengan modulator VSA untuk menginisiasi langkah pengereman yang dibutuhkan. Kamera monokular mengenali bentuk dan ukuran obyek untuk membedakan antara kendaraan dan pejalan kaki. Karena itu, bisa memberikan peringatan dini.
Dalam hitungan detik, teknologi ini mengambil alih pengereman mendadak secara otomatis, apabila pengemudi tidak sempat menginjakkan pedal rem. Betul juga. Tanpa direm pengemudi, penghentian kendaraan langsung dilakukan berdasarkan hasil tangkap data darurat CMBS. Tentu, untuk menimalisir tabrakan lebih lanjut, pedal rem harus segera diinjak. Alhasil, jarak mobil ini dengan obyek di depannya tersisa beberapa sentimeter. Kalau tak membutuhkan, sistem CMBS dapat dimatikan oleh pengemudi dengan menekan tombol yang terdapat di bawah roda kemudi sebelah kanan.
Kompas sempat menguji fungsi CMBS ini sebanyak dua kali. Catatan pentingnya, CMBS tidak selamanya bisa diandalkan. Sebab, hanya dapat berfungsi sebanyak lima kali setiap kali mesin kendaraan diaktifkan. CMBS akan memulai fungsinya dari nol, apabila starter mesin kendaraan diaktifkan kembali. Pikir-pikir, benar juga. Masak kelengahan mengemudi hingga nyaris tabrak belakang harus terjadi sampai lima kali?
Mengantuk
Pernah, di jalan tol terdapat spanduk bertuliskan “Nyopir Jangan Ngantuk, Ngantuk Jangan Nyopir”. Permainan kata untuk selalu mengingatkan pengemudi. Kelelahan berkendara tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga bisa dialami pengemudi di seluruh dunia.
Tergelitik mencari solusi, fitur RMD dijadikan andalan. Sekalipun sejumlah pabrikan otomotif lain mengklaim sudah memiliki teknologi ini, Honda optimitis teknologi andalannya ini mampu mencuri perhatian.
Usai merasakan fungsi CMBS, giliran fitur-fitur Honda Sensing lainnya dipergunakan. Pada trek lurus sejauh kurang lebih 150 meter, simulasi fungsi RMD diuji. Semula Kompas memaju kendaraan hingga mencapai di atas 72 kilometer per jam – sesuai prasyarat kecepatan minimal riset Honda –, laju kendaraan seolah dikendarai saat pengemudi sedang terkantuk.
Kamera monokular mengenali garis marka jalan yang solid dan putus-putus di jalan raya, termasuk marka pembatas jalan. Karena lelah dan mengantuk, biasanya tanpa disadari posisi mobil sedikit demi sedikit tak terkendali, roda depan bisa sewaktu-waktu berbelok sedikit ke kiri atau kanan. Pada saat itulah, sensor garis marka jalan yang memanjang secara otomatis ditangkap oleh RMD. Kemudian, sensor mengirimkan indikator warning oranye disertai suara alarm beep di ruang speedometer.
Dengan teknologi ini, komputer RMD akan mengoreksi melalui setir dan mengembalikan posisi roda depan agar tetap berada di jalurnya. Dan, pengemudi pun diajak kembali memegang kendali berkendara secara baik. Serangkaian tanda visual akan memberikan peringatan untuk pengemudi, ketika sistem RMD melakukan tindakan koreksi. Peringatan itu termasuk lane departure warning (LDW) pada driver information interface dan getaran pada setir.
Ada kemiripan pula fungsi pada fitur LKAS. Sistem ini menggunakan kamera untuk membaca marka jalan dan sistem EPS untuk membantu pengemudi mempertahankan posisi berkendara. Pengemudi yang menggunakan pilihan fitur LKAS harus tetap mengendalikan kendaraan dengan kedua tangan pada setir dan tetap memperhatikan kondisi jalan.
Sistem ini akan berhenti beroperasi setelah beberapa detik, jika pengemudi melepaskan tangan dari roda kemudi, disertai peringatan visual pada MID. Namun, bekerja kembali, jika pengemudi memberikan input berkendara.
Yang menarik pula, pengujian sistem ACC. Misalnya, saat menggunakan cruise control berkecepatan 30 kilometer/jam. Saat Kompas mengendarai mobil ini di jalan lurus dengan menggunakan sistem ACC, ternyata ada mobil lain yang berada persis di depannya mengurangi kecepatan bahkan sampai berhenti sesaat – saat itu terdapat mobil Honda HR-V –.
Begitu terdeteksi, sistem otomatis mengurangi kecepatan secara gradual dan berusaha mempertahankan jarak kendaraan. Tak sedikit pun injakan pedal gas dilakukan. Hanya berjaga saja, apabila pengereman diperlukan oleh pengemudi.
Dalam simulasi, ternyata Honda HR-V itu kemudian berbelok agak ke kiri, sehingga Kompas pun diinstruksikan untuk sedikit memutar roda kemudi ke kanan dan berjalan lurus. Sekali lagi, tanpa perlu menginjak pedal gas, mobil yang semula mengurangi kecepatan, kembali meningkatkan kecepatan sesuai dengan setting kecepatan yang diinginkan 30 kilometer per jam.
Bagaimana dengan kondisi hujan? Yasushi Nakoji, Project Leader of Honda Accord Honda Research and Development, tersenyum. Dalam kondisi hujan, tingkat kewaspadaan tetap diperlukan oleh pengemudi. Sistem keselamatan hanyalah bersifat membantu, mendeteksi dengan kamera monokular, dan kalaupun sistem penghentian mendadak terpaksa dilakukan, roda mobil yang bergesekan dengan medan jalan yang basah bisa terkoreksi penghentiannya.
“Jangan berlebihan mengandalkan sistem pada kendaraan, karena bagaimanpun manusia adalah pengendali utamanya. Pengemudi tetap memegang peranan penting dalam berkendara,” ujar Yasushi.
Evolusi tak sekadar teknologi Sensing, tetapi juga perubahan total pada mesin terbarunya. Generasi ke-10 ini pun mampu memaksimalkan tenaga mencapai 190 PS atau lebih besar dibandingkan pendahulunya yang mencapai 176 PS. Begitu pula torsi maksimum, All New Honda Accord mencapai 260 Nm pada putaran mesin 1.600-5.000 rpm dibandingkan pendahulunya, 225 Nm pada 4.000 rpm. Walaupun tenaga maksimum yang dicapai itu mengingatkan pada model All New Honda CR-V, Honda mengklaim, mesin baru Accord tetap memiliki perbedaan.
Jonfis Fandy, Direktur Pemasaran dan Purnajual PT Honda Prospect Motor, mengatakan, “All New Honda Accord merupakan sedan premium dengan fitur keselamatan terlengkap dan canggih. Desainnya dirancang untuk konsumen bergaya hidup modern, pemimpin yang suka tantangan dan selalu mengikuti perkembangan teknolgi terbaru.”
Kalau pun fitur Honda Sensing dianggap menjadi kekhasan Honda, memang terselip tanya, akankah teknologi ini disematkan pada model-model Honda lainnya. Terlebih, dalam lima tahun belakangan ini, Honda semakin gencar menghadirkan mobil yang disematkan teknologi turbo.
Seluruh kemampuan itu pun diuji dalam perjalanan dari Karawang menuju Bandung. Fitur sensitif keselamatan yang kerap mengingatkan pengemudi, terutama ketika berada di dekat mobil lain, boleh saja dianggap “cerewet”. Sekali lagi, pengemudi tetap memegang kendali. (Stefanus Osa)