Gereja Diajak Berkolaborasi Atasi Perdagangan Manusia
Gereja di Nusa Tenggara Timur diajak untuk berkolaborasi dengan Pemprov NTT mengatasi masalah perdagangan manusia yang marak menimpa warga. Kasus peradagangan manusia NTT saat ini akibat kemiskinan dan lemahnya sumber daya manusia.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
ATAMBUA, KOMPAS — Gereja di Nusa Tenggara Timur diajak berkolaborasi dengan pemerintah mengatasi masalah perdagangan manusia yang marak menimpa sebagian warga. Kasus perdagangan manusia di Nusa Tenggara Timur terjadi akibat kemiskinan dan lemahnya sumber daya manusia.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat ketika berbicara di hadapan para uskup Region Bali Nusa Tenggara di Atambua, Kamis (25/7/2019), mengatakan, masalah buruh migran asal NTT yang tengah marak bukan hanya tanggung jawab pemda atau DPRD. Gereja sebagai pemegang otorita iman Kristiani di NTT juga perlu terlibat langsung mengatasi masalah ini.
”Saya mengajak setiap keuskupan mengirim tenaga imam atau pastor atau romo terbaik, dengan spesifikasi keahlian di bidang kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan ekonomi bergabung bersama tim percepatan pembangunan di daerah ini. Saya pikir masalah kemanusiaan, seperti gizi buruk, stunting, rawan pangan, kematian ibu dan anak, dan kesulitan ekonomi rumah tangga yang dialami sebagian masyarakat NTT saat ini, menjadi pemicu maraknya perdagangan manusia,” kata Laiskodat.
Laiskodat merinci setiap kabupaten atau pulau di NTT memiliki potensi sumber daya alam yang berbeda-beda. Potensi-potensi ini membutuhkan tenaga-tenaga ahli dan terampil untuk mengelola seperti garam, rumput laut, pertanian, perkebunan, peternakan, kerajinan tenun ikat, kopi, kelapa, dan sejenisnya.
Pemda, lembaga agama seperti gereja, pengusaha, BUMN, dan akademisi harus berkolaborasi, mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada untuk kesejahteraan masyarakat. Meningkatkan taraf hidup masyarakat tidak harus menjadi TKI atau TKW di luar NTT.
Pertemuan pastoral para uskup se-Bali Nusra ini dilaksanakan setiap tiga tahun, membahas sejumlah persoalan umat Kristen di wilayah yang dipimpin para uskup. Sebanyak 167 peserta hadir dalam pertemuan itu, para uskup, sekretaris keuskupan, vikaris jenderal keuskupan, perwakilan umat Kristen, perwakilan biarawati katolik, dan perwakilan Kementerian Agama.
Saya pikir masalah kemanusiaan, seperti gizi buruk, stunting, rawan pangan, kematian ibu dan anak, kesulitan ekonomi rumah tangga yang dialami sebagian masyarakat NTT saat ini, menjadi pemicu maraknya perdagangan manusia. (Viktor Laiskodat)
Ketua Komisi I DPRD NTT Maksi Ebu Tho mengatakan, setiap lembaga gereja memiliki komisi pengembangan ekonomi dan sosial kemasyarakatan. Selama ini komisi tersebut belum terdengar kiprah mereka di tengah umat Kristen. Padahal, masalah kemiskinan dan perdagangan manusia bukan hal yang tertutup bagi gereja.
”Sebaiknya komisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan di setiap keuskupan dan paroki bekerja sama dengan pemkab atau pemko mengatasi masalah kemiskinan yang ada. Jika tidak berkolaborasi pun gereja sendiri harus berjuang mengatasi masalah ini, dengan dana yang terkumpul dari umat melalui dana kolekte setiap hari Minggu,” kata Maksi.
Garam merupakan salah satu potensi daerah NTT yang perlu dikelola secara menyeluruh melibatkan masyarakat langsung guna mendongkrak kesejahteraan masyarakat. Potensi itu ada di 1.192 pulau yang dimiliki NTT.Ia mengatakan, selama ini keuskupan atau paroki belum terlibat langsung dalam membangun kesejahteraan jasmani umat. Mereka hanya peduli dengan masalah kehidupan rohani. Kehidupan rohani umat bisa terjaga atau terbentuk jika kebutuhan jasmani umat tercukupi.
Kemiskinan di NTT memiliki kaitan dengan kasus kematian ibu dan anak yang dinilai masih tinggi. Tahun 2016, misalnya, angka kelahiran bayi sebanyak 86.126 anak, jumlah ibu yang meninggal akibat melahirkan sebanyak 182 kasus, dan kematian anak-anak mencapai 1.088 orang.
Tahun 2017 jumlah kelahiran hidup sebanyak 89.078 anak, kematian ibu sebanyak 142 kasus, dan kematian anak 1.098 anak. Pada tahun 2018 jumlah kelahiran sebanyak 92.832 anak, kematian ibu 186 kasus, dan kematian anak sebanyak 1.002 kasus.
Bersatu
Koordinator Buruh Migran Nusa Tenggara Timur Maria Hingi mengatakan, sebaiknya semua komponen masyarakat bersatu mengatasi persoalan buruh migran di NTT. Jika setiap lembaga bekerja sendiri-sendiri, upaya pencegahan dan penanganan masalah buruh migran dan kemiskinan yang ada sulit terwujud.
Selama 2018 sebanyak 107 orang NTT meninggal di luar negeri. Tahun ini, sejak Januari-Mei 2019 sudah tercatat di Balai Pelayanan Perlindungan dan Penempatan TKI NTT sebanyak 39 orang, semua berstatus TKI ilegal. Jumlah ini yang berhasil dipulangkan ke Indonesia, masih ada sejumlah TKI asal NTT dikuburkan di Malaysia karena keterbatasan biaya untuk mengangkut jenazah pulang ke kampung asal.
”Persoalan dasar, yakni kemiskinan, di NTT harus ditangani dulu lalu kita bicara soal bagaimana cara mengatasi kasus perdagangan orang. Jika masyarakat cukup makan, minum, memiliki rumah layak huni, dan mampu menyekolahkan anak-anak sampai ke perguruan tinggi, dan memiliki daya beli cukup, masalah TKI NTT tidak seperti sekarang ini,” kata Hingi.