Di tengah ketegangan Jepang dan Korea Selatan, pesawat-pesawat Rusia dan China bermanuver di atas Laut Jepang. Dua pesan ingin ditunjukkan Moskwa dan Beijing.
Manuver itu dilakukan Rusia dan China dengan mengirim masing-masing dua pesawat pengebom jarak jauh, dua Tu-95 Rusia dan dua H-6K China, di dekat pulau-pulau yang dipersengketakan oleh Korea Selatan dan Jepang, Dokdo atau Takeshima—menurut sebutan Tokyo—di atas Laut Jepang, Selasa (23/7/2019). Korsel menyebutkan, Rusia juga mengerahkan satu pesawat pengintai A-50 dalam manuver itu.
Rusia dan China tidak membantah pengerahan pesawat mereka di atas Laut Jepang. Kementerian Pertahanan China mengakui pengerahan pesawat itu sebagai patroli bersama oleh dua negara untuk mempererat kemitraan strategis komprehensif mereka. Meski kerap latihan perang bersama, baru pertama kali ini Rusia-China menggelar patroli udara bersama di kawasan Asia Pasifik.
Yang menjadi sumber perbedaan adalah soal lokasi patroli pesawat tersebut. Tiga pihak—Korsel, Jepang, dan Rusia-China—memiliki versi masing-masing. Korsel menyebut pesawat itu telah memasuki zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ), yakni wilayah udara yang ditetapkan sebuah negara untuk pemantauan demi keamanan nasionalnya. Pesawat asing harus melaporkan identitasnya saat masuk zona itu.
Terkait insiden Selasa pagi tersebut, Seoul mengklaim pesawat pengintai Rusia telah merambah melewati zona ADIZ dan memasuki wilayah udara teritorial Korsel. Atas dasar tersebut, Korsel mengerahkan F-15 dan F-16 yang melepaskan 360 tembakan peringatan ke arah pesawat Rusia itu.
Klaim tersebut dibantah Rusia dan China. Moskwa menyatakan, pihaknya tidak mengakui ADIZ Korsel. Beijing menegaskan, patroli bersama Rusia itu tak melanggar wilayah udara teritorial negara lain sehingga mereka bebas bergerak di wilayah patroli yang mereka klaim. Tokyo juga menyampaikan protes, baik kepada Korsel maupun Rusia yang mereka sebut telah melanggar wilayah udaranya. Pulau-pulau kecil Dokdo atau Takeshima memang jadi sengketa Korsel dan Jepang.
Insiden tersebut tidak terlepas dari masalah tumpang tindih penetapan ADIZ. Pada 2013, Korsel memperluas ADIZ untuk pertama kali dalam 62 tahun, yang mencakup wilayah udara di atas area Laut China Timur yang diklaim China dan Jepang. Kemhan China menyatakan, patroli bersama Rusia tak menarget pihak ketiga. Namun, sulit untuk tak menyebut, patroli bersama itu tak mengandung pesan terhadap pihak ketiga.
Kepada Korsel dan Jepang, dua mitra dekat AS yang saat ini tengah dirundung pertikaian dagang, Rusia-China ingin menunjukkan mampu menggelar operasi bersama di kawasan itu. Pesan kedua ditujukan kepada Washington bahwa pengaruh dan kekuatan aliansi AS di kawasan mendapat tantangan baru oleh relasi militer Shino-Rusia. Tentu bukan kebetulan, manuver patroli Rusia dan China itu digelar sehari sebelum kunjungan Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton ke Korsel dan sehari menjelang rilis buku putih pertahanan China.