Pelanggaran kapal perikanan dalam negeri ditengarai masih marak. Ribuan kapal habis masa berlaku izin, tetapi tetap melaut.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelanggaran kapal perikanan dalam negeri ditengarai masih marak. Ribuan kapal habis masa berlaku izin, tetapi tetap melaut, sementara ribuan kapal baru diduga dibangun tanpa izin dan dimanipulasi ukurannya atau mark down.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, per 22 Juli 2019, dari total 7.987 kapal ikan yang beroperasi, terdapat 2.183 kapal yang sudah berakhir masa berlaku izinnya.
Dari jumlah itu, izin 410 kapal sudah berakhir 1-6 bulan, 496 kapal masa (6-12 bulan), 383 kapal (12-24 bulan), dan 894 kapal perikanan habis izin lebih dari 2 tahun.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Zulficar Mochtar menyampaikan, 2.183 kapal itu telah habis izinnya, tetapi belum mengajukan perpanjangan izin penangkapan ikan atau izin pengangkutan ikan.
”Kami menduga kapal-kapal itu tetap melaut sehingga merugikan negara karena pemilik kapal tidak membayar pajak, menguras sumber daya ikan, dan hasil tangkapan tidak dilaporkan,” kata Zulficar di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Zulficar menambahkan, pemilik kapal yang belum memperpanjang izin wajib melaporkan posisi kapal dan statusnya serta segera memproses perizinan kapal. Kapal yang belum diperpanjang izinnya selama lebih dari dua tahun akan terkena sanksi pengurangan alokasi izin sampai pencabutan surat izin usaha perikanan (SIUP).
Hingga saat ini, jumlah izin kapal yang sudah diterbitkan mencapai 5.130 dokumen (SlPI/SIKPI) dari total 5.284 dokumen pengajuan izin kapal yang masuk ke KKP. Ia berpendapat, pengurusan izin mudah sepanjang dokumen lengkap dan tanpa manipulasi.
Selain indikasi kapal yang tidak berizin, pihaknya juga menyinyalir sekitar 2.000 kapal baru dibangun tanpa rekomendasi pengadaan dari pemerintah. Padahal, pembangunan kapal ikan wajib disertai rekomendasi.
Selain indikasi tidak berizin, Kementerian Kelautan Perikanan mensinyalir sekitar 2.000 kapal baru dibangun tanpa rekomendasi pengadaan dari pemerintah.
Kapal-kapal baru itu marak dibangun antara lain di pantai utara Jawa. ”Banyak yang bangun kapal dulu baru minta izin. Sanksi yang dapat dikenakan antara lain denda Rp 650 juta hingga izin tidak dikeluarkan,” katanya.
Sementara itu, terdapat 10.000 kapal perikanan yang diduga hasil manipulasi ukuran dengan mengecilkan ukuran (mark down) kapal. ”Mark down terindikasi demi kemudahan memperoleh BBM bersubsidi, penyelewengan jumlah pajak dan pendataan hasil tangkapan ikan yang bias, sehingga mengancam tata kelola perikanan,” kata Zulficar.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Agus Suherman mengemukakan, pihaknya akan mempelajari dan menelusuri sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan kapal ikan Indonesia. Pelanggaran terhadap kapal yang tidak memiliki SIUP diancam pidana 8 tahun dan denda paling banyak Rp 1,5 miliar.
Sepanjang Januari-Juni 2019, pihaknya telah menindak 33 kapal ikan Indonesia karena pelanggaran. Pelanggaran yang ditemukan umumnya adalah melakukan penangkapan ikan tanpa dilengkapi surat izin usaha perikanan (SIUP), surat izin penangkapan ikan (SIPI), izin habis, mematikan perangkat sistem monitoring kapal, dan melanggar daerah tangkapan.
Sementara itu, satu kapal ikan Indonesia dimusnahkan di Bitung berdasarkan putusan pengadilan karena kegiatan penangkapan ikan tanpa dokumen dan menggunakan nakhoda dan anak buah kapal warga negara asing.