Sebagian kalangan mendesak evaluasi penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian. Penggunaan senjata itu harus berpijak pada prinsip-prinsip legalitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal. Jika tidak dipakai sesuai prinsip itu, ada kemungkinan aparat tersebut menghadapi persoalan psikologis.
Oleh
Fransiscus Wisnu Wardhana Dany
·2 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional mendesak evaluasi penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian. Penggunaan senjata api harus berpijak pada prinsip-prinsip legalitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif, dan masuk akal. Jika tidak dipakai sesuai prinsip itu, ada kemungkinan aparat tersebut menghadapi persoalan psikologis.
”Harus diperiksa psikologinya. Mungkin dia (tersangka berinisial RT) layak pegang senjata api, tetapi akan berbahaya apabila dia tidak tahu waktu yang tepat untuk menggunakan senjata api. Itu kan bahaya,” kata komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, Jumat (26/7/2019), kepada Kompas.
Penilaian ini disampaikan setelah anggota Polri bernama Bripka Rahmat Efendy (41) tewas ditembak rekannya, Brigadir RT (32). Penembakan terjadi di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Polsek Cimanggis, Depok, Jawa Barat, Kamis (25/7/2019) sekitar pukul 20.50.
Menurut Poengky, peristiwa itu harus menjadi koreksi agar ke depan tidak boleh ada anggota kepolisian yang sewenang-wenang dalam menggunakan senjata api. Selain tunduk pada aturan pidana umum, secara internal semua anggota kepolisian juga tunduk pada aturan internal tentang penggunaan senjata api.
Aturan itu antara lain Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia serta Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Poengky menambahkan, perlu dipastikan juga masa berlaku surat izin memegang senjata api. Surat izin itu sudah berakhir atau harus diperbarui. Apabila memang diperbarui, tentunya harus melalui tes psikologi dan tes kesehatan jasmani.
Sementara itu, sebagian warga kaget, penangkapan pelaku tawuran justru berujung maut bagi Rahmat. Apalagi, ia tewas di tangan rekan sejawat dan di kantor polisi pula. Ketua RT 03 RW 08, Kelurahan Sukamaju Baru, Sumarna mengatakan tidak tahu persis peristiwa naas tersebut. Ia mengetahui bahwa Rahmat tewas dari teman yang turut bersama Rahmat menyerahkan pelaku tawuran ke Polsek Cimanggis.
Saat itu, teman yang bersama Rahmat menunggu di luar kantor. Sementara Rahmat masuk ke Sentra Pelayanan Kepolisian untuk melapor. ”Terdengar suara tembakan. Rahmat terkapar dengan luka tembak di leher. Pelakunya tidak tahu (kenal). Saat kejadian, ada anggota polsek juga,” tutur Sumarna, mengulang cerita temannya.
Kemudian, Rahmat dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat 1 Raden Said Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, untuk otopsi. Sumarna menuturkan, Rahmat merupakan sosok yang baik dan suka bergaul dengan warga sekitar. Ia pun aktif dalam Kelompok Sadar Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Sukamaju.