Kasus Novel Baswedan Diadukan ke Kongres AS, Polri Termotivasi
Di hadapan forum ”Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook” di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee, yang bagian dari agenda kongres AS, Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International AS Francisco Bencosme menerangkan bahwa kasus Novel Baswedan sangat strategis dalam kerja sama antara AS dan Indonesia.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Amnesty International menggalang dukungan dari Kongres Amerika Serikat untuk pengungkapan kasus penyerangan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Hal ini menjadi motivasi Polri untuk bekerja lebih keras dalam mengungkap kasus tersebut.
Manajer Kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (26/7/2019), menjelaskan, Amnesty International meminta dukungan kongres untuk mendorong Indonesia agar bisa memberikan keadilan dan akuntabilitas dalam kasus Novel Baswedan.
”Proses lobi masih berlangsung untuk kedua partai, Demokrat dan Republikan. Butuh waktu,” kata Puri ketika ditanya kapan pernyataan sikap Kongres AS terkait dengan kasus Novel bisa diketahui.
Puri menerangkan, kemarin, di hadapan forum ”Human Rights in Southeast Asia: A Regional Outlook” di Subcommittee on Asia, the Pacific, and Nonproliferation House Foreign Affairs Committee, yang bagian dari agenda kongres, Manajer Advokasi Asia Pasifik Amnesty International AS Francisco Bencosme menerangkan bahwa kasus Novel sangat strategis dalam kerja sama antara AS dan Indonesia.
Ruang kerja sama AS dan Indonesia sangat besar di bidang keamanan. Korelasinya adalah kasus Novel Baswedan tidak bisa diselesaikan oleh sistem keamanan Indonesia yang telah menerima banyak akses fasilitas dan bantuan internasional, termasuk dari AS.
”Langkah ini bisa dilihat sebagai bentuk tekanan positif agar pemerintah Indonesia bisa mempertanggungjawabkan segala proses hukum yang ditempuh dan sekaligus menjadi koreksi yang baik untuk agenda keadilan dan akuntabilitas terhadap perlindungan pembela hak asasi manusia di Indonesia,” kata Francisco.
Dia menggarisbawahi, Amnesty International tidak sedang mengintervensi secara politik. Ini merupakan bagian dari strategi advokasi yang lazim digunakan secara luas ketika ada indikasi tidak berjalannya penyelesaian kasus pidana berskala besar, mendapatkan atensi publik yang besar, dan ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM), sebagaimana yang sudah disampaikan oleh Komisi Nasional HAM untuk kasus Novel Baswedan.
Jadi motivasi kami untuk bekerja lebih keras mengusut kasus ini.
Merespons hal ini, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Asep Adi Saputra menekankan bahwa Polri tetap fokus pada pekerjaannya. Polri akan melanjutkan rekomendasi dari Tim Pencari Fakta (TPF) dengan membentuk tim teknis yang akan mulai bekerja Agustus mendatang.
”Polri bekerja secara profesional atas apa yang disampaikan oleh pemerintah dan juga masyarakat. (Upaya Amnesty International) jadi motivasi kami untuk bekerja lebih keras untuk mengusut kasus ini,” katanya.
Asep menampik anggapan yang menyatakan Polri enggan menyelesaikan kasus ini. Kemauan Polri untuk mengungkapkan perkara ini dibuktikan dengan telah dibentuknya TPF dan dilanjutkan dengan tim teknis.
”Inilah bukti kesungguhan dan keseriusan kami, jadi tidak benar kalau kami tidak punya kemauan untuk itu,” katanya.
Dia menambahkan, tim teknis pimpinan Komisaris Jenderal Idham Azis beranggotakan sekitar 50 orang. Mereka direkrut dari personel berprestasi, punya kemampuan teknis, dan profesional.
”Hasil (laporan TPF) yang kemarin ini kami konsolidasikan dulu, kami konfirmasikan, koordinasikan, sambil kami memilih orang yang tepat,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, TPF bentukan Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian merekomendasikan agar Polri membentuk tim teknis lapangan dengan kemampuan spesifik untuk mengetahui tiga orang tak dikenal (OTK) yang mendatangi rumah Novel sebelum penyerangan dengan air keras yang terjadi pada 11 April 2017.
Salah satu temuan TPF adalah ada kemungkinan penyerangan terhadap Novel didasari kasus yang ditangani dan dialami oleh Novel.
Kasus itu adalah korupsi KTP elektronik, korupsi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, korupsi mantan Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung Nurhadi, korupsi mantan Bupati Buol (Sulawesi Tengah), dan kasus korupsi Wisma Atlet. Penyerangan Novel juga diduga terkait dengan keterlibatan Novel dalam kasus penembakan pencuri sarang burung walet di Bengkulu tahun 2004.