PONTIANAK, KOMPAS— Pemerintah terus berupaya menangani masalah dugaan tindak pidana perdagangan orang dengan modus pengantin pesanan, salah satunya melalui upaya diplomatik. Upaya penanganan tidak akan maksimal jika tak didukung upaya pencegahan di hulu, yakni di daerah.
”Kompleksitas kasus pengantin pesanan memerlukan penanganan yang komprehensif, sangat penting memutus mata rantai kasus pengantin pesanan melalui koordinasi pusat dan daerah—hulu dan hilir,” kata Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Kamis (25/7/2019), dalam kunjungannya ke Pontianak, Kalimantan Barat.
Dalam pertemuan tertutup di Markas Polda Kalbar, Retno bertemu Gubernur Kalbar Sutarmidji, Kepala Polda Kalbar Inspektur Jenderal Didi Haryono, dan sejumlah pemangku kepentingan terkait penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kalbar. Selain itu, Retno juga menyerahkan dua korban pengantin pesanan asal Kalbar yang baru dipulangkan dari China. Mereka diserahkan kepada Sutarmidji untuk selanjutnya dikembalikan kepada orangtua masing-masing. Di antara korban itu ada yang berusia 14 tahun.
Koordinasi penanganan TPPO di Kalbar menjadi penting karena sebagian korbannya berasal dari Kalbar. ”Pertemuan ini juga untuk pencegahan. Penanganan kasus tidak maksimal jika tidak ada pencegahan. Pencegahan lebih mudah dari penanganan. Dengan koordinasi ini diharapkan tidak ada kasus-kasus baru. Edukasi kepada masyarakat menjadi penting dan pentingnya good governance yang menyangkut pemerintah,” ujar Retno.
Kasus TPPO dengan modus pengantin pesanan sudah lama terjadi. Belakangan, kasus ini kembali mencuat. Terdapat 18 warga negara Indonesia korban dugaan TPPO yang sementara ini masih berada di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Beijing. ”Angka itu sudah cukup banyak sebagai dasar untuk segera melakukan langkah penyelesaian. Presiden memerintahkan semua bergerak mengatasi masalah itu, sekaligus mencegah kasus-kasus serupa terjadi lagi,” ujar Retno.
Upaya diplomatik untuk menangani kasus TPPO sudah dilakukan dengan Pemerintah China. ”Saya sudah bertemu dengan Duta Besar China pada Senin (22/7). Duta Besar Indonesia di Beijing juga telah bertemu dengan Kementerian Luar Negeri China,” paparnya.
Sutarmidji mengatakan, jika sistem keadministrasian kependudukan sudah dikelola dengan baik sesuai dengan prosedur standar operasi, seharusnya tidak ada lagi yang bisa memanipulasi usia seperti yang dialami korban. ”Mark up usia pasti karena ada aspek kesengajaan. Saya telah meminta Polda Kalbar mendalami dan menemukan oknum di instansi terkait yang memanipulasi data itu,” katanya.
Sementara Didi mengatakan, tiga orang ditangkap dalam kasus TPPO. Pengembangan masih dilakukan untuk menjerat pelaku lain. Masalah pemalsuan identitas juga jadi fokus.
Ketua Dewan Perwakilan Wilayah Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kalbar Iswandi mengatakan, hingga sekarang, total korban TPPO asal Kalbar yang sudah dipulangkan ada 13 orang. Kini, masih ada 3 orang lagi warga Kalbar yang masih ada di KBRI Beijing, yakni 1 orang dari Kabupaten Sintang dan 2 orang dari Singkawang. (ESA)