KPK menduga adanya transaksi jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang melibatkan Bupati Kudus terpilih pada Pilkada 2018, yakni Tamzil. Dugaan ini didasarkan pada bukti awal bahwa ada beberapa jabatan di pemerintahan yang kosong.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menduga adanya transaksi jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, yang melibatkan Bupati Kudus terpilih pada Pilkada 2018, yakni Tamzil. Dugaan ini didasarkan pada bukti awal bahwa ada beberapa jabatan di pemerintahan yang kosong.
”KPK menduga ada transaksi pengisian jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus. Kami juga mengidentifikasi ada beberapa jabatan yang sedang kosong saat ini, termasuk di antaranya jabatan di kepala dinas. Ini yang akan didalami lebih lanjut,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
KPK menangkap Tamzil Jumat siang setelah adanya informasi dari masyarakat bahwa akan terjadi transaksi antarpihak tertentu. Selain Tamzil, KPK juga mengamankan delapan orang lainnya.
Hingga Jumat sore, total ada sembilan orang yang terdiri dari unsur kepala daerah, staf dan ajudan bupati, serta calon kepala dinas setempat yang diamankan KPK. Dua di antaranya, termasuk kepala daerah, diperiksa di Kepolisian Daerah Jawa Tengah, sedangkan tujuh lainnya diperiksa di Kepolisian Resor Kudus.
Diduga terjadi pemberian suap terkait dengan pengisian jabatan di Kabupaten Kudus. Tim KPK mengamankan uang sekitar Rp 200 juta dalam bentuk pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000.
”Yang kami sesalkan adalah dari orang-orang yang diamankan ini, ada terpidana kasus korupsi sebelumnya. Hal ini tentu akan kami lihat lebih jauh dan ini akan menjadi pertimbangan proses lebih lanjut,” kata Febri.
Febri menyampaikan, tentu hal itu menjadi perhatian KPK. Sebab, jika ada suap dalam proses pengisian jabatan, ada risiko korupsi berlapis atau efek domino dari korupsi tersebut.
Yang kami sesalkan adalah dari orang-orang yang diamankan ini, ada terpidana kasus korupsi sebelumnya. Hal ini tentu akan kami lihat lebih jauh dan ini akan menjadi pertimbangan proses lebih lanjut.
Sebagai contoh, ketika pejabat memperoleh jabatannya dengan suap, bukan tidak mungkin pada saat menjabat, dia akan mengumpulkan pengembalian uangnya atau akan melakukan korupsi lebih lanjut.
”Ini yang sangat riskan karena itu kami sangat menyesalkan juga hal seperti ini masih harus terjadi. Tetapi, karena sudah ada bukti-bukti awal, tentu KPK harus terus memproses secara hukum,” ujar Febri.
Sembilan orang yang diperiksa Jumat ini direncanakan akan dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi. Namun, terkait apakah akan dibawa semua atau sebagian, Febri menyampaikan, hal itu tergantung dari hasil klarifikasi dalam pemeriksaan awal.
Penetapan status bagi sembilan orang yang diamankan itu akan dilakukan paling lama 24 jam setelah dimulainya pemeriksaan. ”Hasilnya besok akan disampaikan dalam konferensi pers, siapa saja tersangka atau saksi dalam kasus ini,” lanjut Febri.
Kasus berulang
Perkara pengisian jabatan ini juga pernah menjerat Bupati Klaten Sri Hartini. Selain itu, kepala daerah lain di Jawa Tengah yang ditangani KPK adalah Wali Kota Tegal Siti Masithah Soeparno, Bupati Kebumen Yahya Fuad, Bupati Purbalingga Tasdi, dan Bupati Jepara Ahmad Marzuqi.
Data Anti Corruption Clearing House menunjukkan, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah tergolong tinggi. Berdasarkan profesi atau jabatan, kepala daerah, baik bupati, wali kota, maupun gubernur, menempati urutan ke-4 dari 12 profesi atau jabatan.
Dalam periode 2004 hingga 2018, gubernur yang terlibat korupsi sebanyak 20 orang. Sementara untuk wali kota atau bupati, termasuk wakilnya, tercatat ada 101 orang.