Labuan Bajo Bukan Labuhan Sampah
World Wildlife Fund mencatat destinasi wisata Labuan Bajo dan sekitarnya di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, memproduksi sekitar 12,8 ton atau 112,4 meter kubik sampah setiap hari. Produksi sampah terus meningkat seiring derasnya aliran wisatawan yang datang ke destinasi wisata berikon reptil komodo itu.
Jejak sampah terlihat hingga ke jantung kota, tepatnya di pesisir Pantai Pede, Jumat (19/7/2019). Jejak itu di antaranya tumpukan botol kaca kemasan minuman beralkohol yang berserakan di atas pasir dan semak-semak.
Botol dengan bobot hingga 5 ons itu bukanlah sampah yang dibawa air laut ke pesisir tersebut. Bisa jadi botol-botol itu memang sengaja dibuang setelah isinya habis ditenggak. Betapa ironisnya, sampah dibuang di lokasi tempat mereka sedang menghirup embusan angin segar dan menatap langit berpadu laut biru.
Sementara tebaran sampah plastik mendominasi di bibir pantai. Sampah itu kebanyakan terbawa arus laut dari tempat lain. Selain itu, banyak sampah plastik yang sengaja dibuang ke semak dekat pesisir. ”Kami kewalahan dengan sampah laut. Sampah datang dari mana-mana. Baru dibersihkan, satu jam kemudian penuh lagi,” kata Bupati Manggarai Barat Agustinus Dula.
Tingkat pencemaran sampah di pesisir Labuan Bajo dan sekitarnya terus meningkat seiring semakin tingginya aktivitas bisnis pariwisata yang melaju kencang setelah komodo mengisi daftar keajaiban dunia. Pada 2016, di Pulau Komodo terdapat sekitar 2.900 ekor reptil purba yang paling dicari wisatawan. Belum lagi pesona pendukung, seperti hamparan alam Pulau Padar, Pantai Pink, dan pesona bawah air yang memuaskan dahaga petualang.
Jumlah wisatawan yang datang ke Labuan Bajo terus meningkat. Jumlah wisatawan domestik, yang pada 2010 ketika komodo mendunia mencapai 28.386 orang, meningkat menjadi 76.645 orang pada 2017. Pada periode yang sama, wisatawan mancanegara bertambah dari 26.635 orang menjadi 57.536 orang. Kehadiran wisatawan membuat bisnis wisata bergairah. Pada 2017, jumlah hotel berbintang sebanyak 72 unit dari sebelumnya 50 unit pada 2015 (Kompas, 16/7/2019).
Hotel dan restoran tumbuh di pesisir pantai, termasuk Pantai Pede, tempat sampah plastik dan botol kaca bekas minuman ditemukan berserakan pada Jumat lalu itu. Padahal, pemerintah daerah secara khusus meminta pemilik hotel dan restoran bertanggung jawab atas sampah di pesisir dekat tempat usaha mereka. ”Tolong kebersihan dijaga,” ujar Agustinus kepada salah satu pemilik hotel di lokasi itu.
Deputi IV Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Safri Burhanuddin mengatakan, sampah menjadi momok dunia pariwisata. Terlebih, destinasi tersebut mengandalkan keindahan pantai, bentang alam, dan pesona bawah air. Sampah plastik mengganggu pemandangan dan merusak terumbu karang yang biasa diburu penyelam. Labuan Bajo memiliki alam bawah laut yang indah.
Jika sampah tidak dikelola secara baik, bukan tidak mungkin destinasi wisata akan sepi pengunjung. Bukankah tujuan kehadiran pengunjung ke lokasi itu untuk melihat keindahan?
Cerita tentang keindahan itulah yang menarik pebalap Moto GP Valentino Rossi jauh-jauh datang dari Italia ke Labuan Bajo pada Januari 2017. Juga banyak bintang dunia lainnya pernah ke sana. ”Kita semua harus jaga. Pemerintah pusat akan maksimal,” ujar Safri seraya menyinggung penetapan Labuan Bajo sebagai satu dari 10 destinasi wisata unggulan nasional.
Penanganan sampah
Membangun pariwisata Labuan Bajo tidak cukup sebatas pada pembangunan infrastruktur, seperti rencana perluasan Bandara Komodo pada 2020. Awal Juli 2019, Presiden Joko Widodo mengutarakan wacana itu saat berkunjung ke Labuan Bajo. ”Minggu lalu, Presiden ke Labuan Bajo, rencananya mau memperluas kembali bandara dan pelabuhan di sana,” kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada Kompas, Jumat.
Kendati demikian, lebih dari itu, perlu juga membangun sistem penataan lokasi wisata agar selalu bersih. Mari berkaca pada tempat wisata lainnya di dunia, seperti Pantai Waikiki di Honolulu, Kepulauan Hawaii, Amerika Serikat, yang bersih meski setiap tahun didatangi jutaan orang dari penjuru dunia. Pada 2017, wisatawan yang datang ke Hawaii sebanyak 9,3 juta orang.
Mereka membelanjakan sekitar Rp 285 triliun. Jumlah pengunjung dan besaran belanja tidak berefek pada kebersihan tempat wisata di sana. Menurut pantauan Kompas pada September 2018, di sejumlah pesisir Honolulu dipasang jaring untuk mengurung sampah dari darat agar tidak terbawa ke laut bebas. Tempat pembuangan sampah tersedia di setiap sudut kota. Petugas kebersihan pun siaga. Kondisi itu pula yang membuat wisatawan tidak bosan datang ke serpihan surga yang jatuh ke Samudra Pasifik itu.
Di tengah persoalan sampah di Labuan Bajo, muncul asa pengelolaan sampah ke depan yang lebih baik. Di Labuan Bajo kini terdapat Pusat Daur Ulang, hasil kerja sama antara pemerintah kabupaten setempat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Danone Indonesia. Tempat itu menampung sampah daur ulang untuk dikemas dan dijual ke Bali dan Jawa Timur.
Karyanto Wibowo, Direktur Sustainable Development Danone Indonesia, mengajak masyarakat dan pelaku usaha menyetor sampah daur ulang ke Pusat Daur Ulang tersebut. Hal ini untuk mencegah sampah dibuang bukan pada tempatnya, termasuk ke laut. Pihak Danone akan membeli kemudian menjualnya ke industri daur ulang. Hal itu sebagai bentuk tanggung jawab Danone sebagai produsen plastik terbesar di Indonesia.
Segala upaya untuk menjaga Labuan Bajo dan sekitarnya harus terus didukung. Perlu kesadaran masyarakat dan wisatawan yang datang agar tidak membuang sampah di sebarang tempat, seperti botol minuman beralkohol di Pantai Pede yang ditemukan pada Jumat lalu itu. Labuan Bajo itu tempat berlabuhnya para penikmat keindahan bentang alam, bawah air, dan komodo. Jangan dijadikan sebagai tempat berlabuhnya sampah!