Ombudsman: Penambahan Kuota Diminta untuk Diisi Pejabat Daerah
Dugaan intervensi pejabat daerah menjadi satu dari sekian banyak temuan malaadministrasi dalam penerimaan peserta didik baru 2019.
Oleh
Sharon Patricia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menemukan dugaan intervensi pejabat daerah dalam penerimaan peserta didik baru 2019. Bentuk intervensi tersebut yaitu permintaan penambahan kuota peserta didik yang nama-namanya akan diisi oleh para pejabat daerah.
”Kuota ditambah, tetapi tidak diumumkan karena nama-nama yang akan mengisi kuota tersebut sudah ada atau disiapkan. Daftar namanya diberikan oleh anggota DPRD dan pejabat lainnya setingkat eselon II,” ujar anggota Ombudsman RI, Ahmad Suadi, saat memaparkan temuan-temuan malaadministrasi selama penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2019, di Jakarta, Jumat (26/7/2019).
Hadir saat pemaparan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy dan Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik Yusharto Huntoyungo.
Laporan dugaan intervensi pejabat itu, Ahmad melanjutkan, dari Jawa Timur dan Bali. Namun, Ombudsman menyinyalir hal serupa terjadi di provinsi lain. Ombudsman kini menelusuri dan mengumpulkan bukti-bukti terkait.
Temuan itu hanya satu dari sekian banyak temuan dugaan malaadministrasi selama PPDB 2019. Temuan lain yaitu pungutan liar seperti yang terjadi di Kalimantan Barat, calon peserta didik dimintai sumbangan sebesar Rp 600.000.
Selain itu, adanya temuan calon peserta didik yang ”menumpang” kartu keluarga orang lain untuk mengakali sistem zonasi. Kasus ini terjadi di Jawa Barat, yaitu ditemukan calon peserta didik yang ”menumpang” nama di kartu keluarga milik penjaga sekolah karena penjaga sekolah tinggal dekat sekolah.
Suadi menyampaikan, perlu skenario matang untuk menjalankan PPDB yang pada dasarnya menggunakan sistem dalam jaringan (daring).
Setidaknya, tiga bulan sebelum penerimaan siswa, sekolah harus sudah mengetahui siapa saja calon muridnya.
”Hal ini penting karena kita menggunakan sistem zonasi yang memerlukan data lengkap. Dengan mengetahui calon murid, sekolah bisa memberi tahu kepada orangtua murid agar tidak terjadi antrean seperti kemarin,” kata Suadi.
Rekomendasi
Selain itu, Ombudsman juga merekomendasikan kepada Kemdikbud agar mempunyai target waktu terkait pemerataan atau persebaran fasilitas dan mutu pendidikan sesuai dengan zonasi.
Hal lain, harus ada sistem yang disiapkan oleh Kemdikbud ketika terjadi gangguan daring dalam pelaksanaan PPDB.
”Kami juga meminta setiap kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota, menerbitkan peraturan turunan terkait pelaksanaan PPDB dua bulan sebelum pelaksanaan PPDB. Selain itu, memberikan alternatif kepada sekolah swasta di zonasi yang sama dengan adanya bantuan biaya pendidikan,” kata Suadi.
Sementara untuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Ombudsman merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada kepala daerah yang tidak melaksanakan Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.
”Kami juga meminta agar implementasi anggaran minimal 20 persen untuk pendidikan di daerah lebih diarahkan kepada pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan, juga menginstruksikan kepada setiap kepala daerah agar tidak menoleransi terjadinya penerimaan siswa di luar mekanisme sesuai peraturan PPDB,” ujar Suadi.
Muhadjir mengatakan, temuan dan rekomendasi Ombudsman menjadi masukan untuk menyempurnakan sistem PPDB ke depan. Selain itu, masukan pula dalam penyusunan rancangan peraturan presiden tentang zonasi pendidikan. Rancangan aturan ini akan menggantikan Permendikbud No 20/2019.
”Jadi, nanti, perpresnya adalah perpres zonasi pendidikan sehingga semua urusan pendidikan akan ditangani berbasis zonasi. Tidak hanya PPDB,” katanya.
Menurut dia, sekolah sebenarnya sudah bisa membuat skema penerimaan siswa baru jauh-jauh hari. Dengan demikian, saat PPDB dilaksanakan, tidak carut-marut.
”Sebetulnya ini simpel sekali, kok. Kemarin itu, kan, diberi waktu enam bulan, tetapi masyarakat berpikir ’ah masih enam bulan atau masih empat bulan’. Nanti kalau tinggal setengah bulan baru kelabakan,” kata Muhadjir.
Yusharto Huntoyungo mengatakan, pihaknya juga akan menjadikan temuan dan rekomendasi Ombudsman sebagai bahan perbaikan. Sementara terkait rekomendasi penjatuhan sanksi bagi kepala daerah, Kemendagri akan mengkajinya.
”Dalam bentuk apa kami coba mendetailkan sanksi atau apa pun bentuknya kepada kepala daerah yang melanggar berdasarkan kadar berikut jenis pelanggaran terhadap surat keputusan bersama yang sudah ditetapkan Kemendagri dan Kemdikbud,” kata Yusharto.