Pembukuan Direvisi, Garuda Indonesia Rugi Rp 2,45 Triliun
Berdasarkan permintaan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Badan Pemeriksaan Keuangan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merevisi laporan keuangannya. Sebelum direvisi, Garuda Indonesia tercatat untung 5 juta dollar AS sepanjang 2018.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan permintaan Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan, dan Badan Pemeriksaan Keuangan, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk merevisi laporan keuangannya. Sebelum direvisi, Garuda Indonesia tercatat untung 5 juta dollar AS sepanjang 2018.
Setelah merevisi laporan keuangannya, Garuda Indonesia tercatat rugi sebesar 175 juta dollar AS atau Rp 2,45 triliun berdasarkan referensi kurs Bank Indonesia.
”Penyajian kembali laporan keuangan ini salah satunya berdasarkan surat OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tentang sanksi administratif atas pelanggaran peraturan perundang-undang di bidang pasar modal,” kata Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal dalam konferensi pers di Cengkareng, Jumat (26/7/2019).
Adapun laba yang berubah menjadi rugi pada laporan keuangan yang direvisi terjadi karena perubahan sejumlah pos. Perubahan tersebut antara lain pendapatan/beban lain-lain bersih yang dialami Garuda Indonesia pada 2018 terkoreksi 239,94 juta dollar AS.
Pada laporan keuangan sebelumnya, pendapatan lain-lain bersih Garuda Indonesia tercatat 278,8 juta dollar AS. Namun, setelah direvisi, angkanya menjadi 38,9 juta dollar AS.
Total aset Garuda Indonesia juga terkoreksi 204 juta dollar AS. Semula angkanya sebesar 4,371 miliar dollar AS dan setelah direvisi menjadi 4,167 miliar dollar AS.
Selain itu, total ekuitas Garuda Indonesia juga terkoreksi 180 juta dollar AS dari sebelumnya 910,2 juta dollar AS. Laporan keuangan yang disajikan kembali mencatatkan, total ekuitas Garuda Indonesia mencapai 730,1 juta dollar AS.
Penyajian kembali laporan keuangan ini juga menyatakan, Garuda Indonesia telah membatalkan kontrak dengan PT Mahata Aero Teknologi. Fuad mengatakan, nilai kontraknya berkisar 239 juta dollar AS.
Sebelumnya, kontrak dengan PT Mahata Aero Teknologi menjadi salah satu sumber permasalahan dari laporan keuangan Garuda Indonesia pada 2018. Kontrak tersebut merupakan piutang Garuda Indonesia, tetapi dimasukkan dalam perhitungan laba.
Menurut Fuad, pencatatan piutang dalam pendapatan itu untuk menunjukkan kinerja kontribusi pendapatan pendukung atau ancillary revenue Garuda Indonesia. ”Maskapai asing angkanya sudah berkisar 10-15 persen, sedangkan Garuda sekitar 5 persen,” katanya.
Pencatatan piutang dalam pendapatan untuk menunjukkan kinerja kontribusi pendapatan pendukung atau ”ancillary revenue” Garuda Indonesia.
Sementara itu, laporan keuangan Garuda Indonesia pada triwulan-I 2019 juga disajikan kembali. Pada pembukuan periode ini, Garuda Indonesia mencatatkan untung sebesar 19,73 juta dollar AS.
Dalam revisi laporan keuangan pada periode tersebut, total aset Garuda Indonesia terkoreksi 204 juta dollar AS. Angkanya berubah dari 4,532 miliar dollar AS menjadi 4,328 miliar dollar AS.
Total ekuitas turut terkoreksi 180 juta dollar AS menjadi 791,1 juta dollar AS. Sebelumnya, total ekuitas Garuda Indonesia pada triwulan-I 2019 tercatat 971,1 juta dollar AS.
Optimistis untung
Meskipun demikian, Fuad menyatakan, Garuda Indonesia dapat mencatatkan untung sebesar 70 juta dollar AS pada pembukuan tahun 2019. ”Salah satunya, dengan efisiensi bahan bakar dan operasional rute penerbangan,” ujarnya.
Menanggapi target tersebut, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, berpendapat, Garuda Indonesia dapat mencatatkan untung pada tahun ini. Hal itu salah satunya didukung oleh pilihan penerbangan yang kian menyempit di kalangan konsumen.
Di sisi lain, peneliti senior Indef, Didik Rachbini, berpendapat, target itu sulit tercapai berdasarkan pencatatan kerugian selama 20 tahun terakhir. ”Target itu hanya angan-angan bagi Garuda Indonesia,” ucapnya.