Puluhan Ribu Hektar Lahan di Sultra Rawan Terbakar
Kebakaran yang terjadi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Kamis, (25/7/2019) malam telah menghaguskan lahan 7,3 hektar. Perhatian semua pihak harus ditingkatkan untuk mencegah kebakaran serupa terjadi lagi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS -- Kebakaran yang terjadi Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai Kamis, (25/7/2019) malam telah menghaguskan lahan 7,3 hektar. Perhatian semua pihak harus ditingkatkan untuk mencegah kebakaran hebat hutan dan lahan kembali terjadi mengingat puluhan ribu hektar lahan memiliki kerawan terbakar yang tinggi.
Kepala Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) Ali Bahri, Jumat, menjelaskan, lokasi yang terbakar tersebut masuk dalam blok Hutan Laeya, Resor Langkoala, Seksi Wilayah II TNRAW. Secara administrasi pemerintahan, kebakaran masuk wilayah Desa Langkowala, Kecamatan Lantari Jaya, Kabupaten Bombana.
Api dengan cepat menjalar di semak dan padang savana yang mengering di wilayah tersebut. Api baru bisa dipadamkan pada malam hari setelah tim dari Manggala Agni Daops Tinanggea Sultra, dan petugas Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan (Bridalkarhut) TNRAW berjuang memadamkan api.
“Lokasi yang terbakar itu berada di sekitar akses terbuka masyarakat, dekat dengan pemukiman masyarakat adat yang berada di dalam kawasan. Itu memang salah satu lokasi yang rawan kebakaran,” ucap Ali.
Selain di wilayah ini, tambah Ali, sejumlah lokasi lain di area taman nasional juga termasuk rawan terjadi kebakaran. Beberapa di antaranya adalah di kawasan Desa Unggulino, Kecamatan Puriala, Kabupaten Bombana serta Desa Tatangge dan Desa Lanowulu di Kecamatan Tinanggea, Kabupaten Konawe Selatan.
Berdasarkan peta kelas rawan kebakaran hutan TNRAW, untuk wilayah II saja terdapat 19.806 hektar lahan yang masuk dalam kategori rawan kebakaran sangat tinggi. Sebanyak 6.559 hektar dalam kategori sedang, dan 39.637 di kategori rendah.
Lahan yang rawan terbakar ini sebagian besar adalah padang sabana, semak, juga lahan gambut. Jumlah luas lahan yang rawan ini belum termasuk di wilayah I, meski dengan presentase wilayah paling rawan tidak sebesar di wilayah II.
Menurut Ali, kebakaran lahan yang terjadi mengancam habitat sejumlah hewan endemik yang berada di dalam kawasan taman nasional. Lokasi yang terbakar saat ini, misalnya, merupakan habitat kawanan burung maleo, juga rusa.
Sejumlah tantangan menghadang upaya pencegahan kebakaran lahan di wilayah TNRAW. Diantaranya, urai Ali, ada jalan sepanjang 22 kilometer yang menjadi penghubung dua kabupaten yang berada di dalam kawasan taman nasional. Akses yang terbuka ini membuat pemantauan sulit dilakukan. Belum lagi pembukaan lahan oleh masyarakat yang tidak dilakukan dengan baik sehingga api cepat menyebar.
Ada jalan sepanjang 22 kilometer yang menjadi penghubung dua kabupaten yang berada di dalam kawasan taman nasional.
“Kami membuat tim terpadu dengan Tim Manggala Agni Daops Sulawesi Tenggara. Rencananya, kami akan membuat tim patroli bersama untuk memantau wilayah-wilayah yang rawan. Selain itu, sosialisasi ke masyarakat, dan monitoring juga terus dilakukan,” kata Ali.
Berdasarkan data Manggala Agni Daops Tinanggea Sultra, pada 2018 terjadi 71 kasus kebakaran lahan dan hutan di wilayah Sultra dengan total luas lahan yang terbakar 1.600 hektar. Luas lahan yang terbakar ini tidak jauh beda dengan tahun 2017 yang juga di kisaran 1.600 hektar. Provinsi Sultra sendiri memang masuk ke dalam sejumlah provinsi yang rawan terjadi kebakaran lahan dan hutan.
Yanuar Fanca Kusuma, Kepala Manggala Agni Daerah Operasi Tinanggea Sultra menuturkan, hingga Jumat sore, sejumlah titik lokasi yang terbakar telah berhasil dipadamkan. Puluhan tim diturunkan untuk melakukan pemadaman, bersama sejumlah pihak terkait, yaitu pihak kepolisian, dan Tim Brigdalkarhut TNRAW.
Lahan masyarakat
Selain terjadi di kawasan TNRAW, kebakaran hari Kamis lalu juga terjadi di wilayah Kabupaten Konawe seluas satu hektar. Lokasi tersebut adalah lahan masyarakat yang berbatasan dengan hutan primer. Sebelumnya pada Rabu siang, kasus kebakaran lahan juga dilaporkan terjadi di Konawe Selatan.
Fanca mengatakan secara umum, titik rawan kebakaran hutan dan lahan di Sultra berada di Kabupaten Bombana, Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara, dan Kolaka Timur.
“Untuk hari ini semuanya telah dipadamkan. Akan tetapi, ke depan tantangan masih tinggi. Dengan luasnya wilayah rawan, kebakaran bisa terus mengancam. Seperti terjadi tahun lalu ketika daerah gambut terbakar, maka akan lama proses (pemadaman) nya,” terang Fanca.
Oleh karena itu, lanjutnya, selain proses patroli, sosialisasi, dan berbagai program yang dilakukan, kesadaran masyarakat juga harus terus ditingkatkan. Selain itu, keterlibatan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten sangat dibutuhkan.