Sumbang Bibit Ikan Jadi Syarat Nikah di Temanggung
Wakil Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Heri Ibnu Wibowo mengimbau pemerintah desa menerapkan kewajiban menebar bibit ikan sebagai syarat menikah. Ini dianggap cara tepat memancing keterlibatan masyarakat melestarikan populasi ikan di Temanggung.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·2 menit baca
TEMANGGUNG, KOMPAS — Wakil Bupati Temanggung, Jawa Tengah, Heri Ibnu Wibowo mengimbau setiap pemerintah desa menerapkan kewajiban menebar bibit ikan sebagai syarat menikah. Aturan ini dianggap menjadi cara tepat memancing keterlibatan masyarakat melestarikan populasi ikan di Temanggung.
”Sebelum memulai niat baik membina keluarga, alangkah lebih baik setiap pasangan calon pengantin juga menebar kebaikan untuk lingkungan di sekitarnya,” ujar Heri saat ditemui, Kamis (25/7/2019), di Temanggung.
Heri mengatakan, aturan tersebut tidak perlu membatasi jumlah sumbangan bibit. Selain agar tidak membebani pasangan calon pengantin, jumlah sumbangan bibit tidak perlu dipersoalkan karena inti tujuannya untuk pelestarian satwa.
”Satu ekor atau satu kilogram bibit tidak perlu dipermasalahkan karena semuanya pasti akan tetap berdampak baik bagi kelestarian satwa ikan dan lingkungan,” ujarnya.
Satu ekor atau satu kilogram bibit tidak perlu dipermasalahkan karena semuanya pasti akan tetap berdampak baik bagi kelestarian satwa ikan dan lingkungan.
Heri juga menyarankan, lokasi penebaran sumbangan bibit ikan dibebaskan sesuai keinginan pasangan calon pengantin. Jika tidak berkeinginan melepas di sungai, mereka juga berkesempatan melepas bibit ikan di kolam-kolam milik pribadi.
Heri mendorong masyarakat berpartisipasi aktif membantu pelestarian bibit ikan. Warga tidak bisa terus-menerus mengharapkan bantuan bibit dari pemerintah,. Terlebih, pemerintah memiliki keterbatasan anggaran.
Pemberian sumbangan bibit tersebut, menurut Heri, diharapkan diikuti kesadaran masyarakat menjaga lingkungan dan ekosistem sungai. Bagi warga yang suka memancing atau menangkap ikan, hal ini bisa ditunjukkan dengan melakukan metode memancing secara benar. Salah satunya, tak memakai cara-cara merusak, seperti setrum listrik atau bom ikan.
Eko Wahyu dari Mancing Mania Temanggung (MMT) mengatakan, MMT memiliki anggota sekitar 20.000 orang. Tidak saja berkumpul untuk bersama-sama melakukan hobi memancing, mereka juga melakukan tugas memantau sungai. ”Kami melakukan patroli 24 jam untuk mengawasi kegiatan illegal fishing,” ujarnya.
Sejumlah cara tidak benar sering dilakukan untuk menangkap ikan, yakni dengan setrum listrik dan jala.
Menurut Eko, sembari memancing, anggota MMT juga wajib mengawasi dan berupaya mencegah terjadinya pemancingan ilegal. Sejumlah cara tidak benar sering dilakukan untuk menangkap ikan, yakni dengan setrum listrik dan jala.
Tidak sekadar dipicu metode penangkapan ikan yang salah, populasi ikan juga terganggu ikan predator, yang dengan sengaja dilepaskan sejumlah oknum. Ikan predator ini biasanya dengan ganas memangsa berbagai jenis ikan lain di sekitarnya.
Kepala Unit Balai Benih Ikan Temanggung Djoko Susilo menuturkan, keberadaan ikan predator tersebut kini mengancam populasi ikan uceng, ikan khas Kabupaten Temanggung.
”Satu ekor ikan predator bisa memiliki bobot 7-16 kilogram. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyak ikan yang sudah sempat dimakan,” ujarnya.