Jaringan irigasi yang rusak di Jawa Barat belum bisa diperbaiki tahun ini. Akibatnya, petani harus menunda tanam padi di musim kemarau karena tak cukup air.
BANDUNG, KOMPAS Jaringan irigasi yang rusak di Jawa Barat belum bisa diperbaiki tahun ini. Dana yang ada dialokasikan untuk pemeliharaan. Kondisi ini rentan menurunkan gairah petani dan memicu banyak lahan telantar pada musim kemarau.
Berdasarkan data Dinas Sumber Daya Air Jawa Barat, daerah irigasi di Jabar sekitar 1 juta hektar. Sebanyak 100.000 hektar tanggung jawab provinsi. Saluran irigasi yang mengairi lahan 14.540 hektar (14,54 persen) rusak berat.
Menurut Kepala Bidang Bina Operasi dan Pemeliharaan Dinas Sumber Daya Air Jabar Bambang Sumantri, perbaikan belum bisa dilakukan tahun ini. Dana yang ada, Rp 51 miliar, dialokasikan untuk pemeliharaan rutin dan berkala jaringan irigasi. Jumlah itu harus dibagi dengan biaya honor petugas pintu air dan operasional bendung 1.081 orang.
”Untuk perbaikan perlu biaya Rp 12 juta per hektar. Kemungkinan baru tahun depan dilakukan perbaikan saluran irigasi,” kata Bambang, Kamis (25/7/2019), di Bandung . Bambang berharap hal ini menjadi perhatian pemerintah daerah. Peran kabupaten/kota untuk mengalokasikan anggaran untuk operasional pemeliharaan dan perbaikan fisik jaringan irigasi sangat penting.
”Disayangkan, banyak lahan pertanian di sejumlah daerah beralih fungsi menjadi kawasan industri. Padahal, sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk membangun, memelihara, dan memperbaiki fisik irigasi di sana,” ujarnya.
Soleh (36), petani di Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang, meragukan masa depan pertanian. Indikasinya, sudah dua kali musim kemarau, ia gagal panen. Musim ini, ia terpaksa menunda tanam padi karena jumlah air tidak mencukupi di saluran irigasi. Sawah 1,5 hektar miliknya retak-retak dan kering. ”Saluran air yang rusak tak juga diperbaiki,” katanya.
Makin menciut
Kerusakan saluran irigasi berkontribusi pada menciutnya luas lahan sawah di Karawang lima tahun terakhir. Pada 2014 dan 2015 tercatat ada 97.577 hektar sawah. Tahun 2016 berkurang menjadi 96.482 hektar dan pada 2017 menjadi 95.906 hektar. Pada 2018 tinggal 95.287 hektar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Karawang Hanafi Chaniago mengatakan sudah melakukan upaya mencegah alih fungsi lahan. Hal itu tertuang dalam Peraturan Daerah Karawang Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Ditetapkan luas 87.253 hektar lahan pertanian pangan berkelanjutan dan 1.914 hektar lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan. Hanafi menambahkan, para petani boleh menjual lahan kepada orang lain asal tetap dijadikan sawah.
Tahun ini, Dinas Pertanian Kabupaten Karawang mengalokasikan anggaran Rp 1,44 miliar untuk program asuransi usaha tani padi untuk 40.000 hektar lahan sawah. Petani yang ikut asuransi akan mendapatkan ganti rugi Rp 6 juta per hektar saat gagal tanam atau gagal panen.
Dalam 10 tahun terakhir, penyusutan lahan juga terjadi di Kabupaten Indramayu yang memproduksi 1,7 juta gabah kering giling per tahun. Tahun 2008, luas sawah di Indramayu 119.752 hektar. Namun, tahun lalu, lahan menyusut menjadi 117.996 hektar.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu Takmid mengakui, sekitar 7.000 hektar sawah di Indramayu belum memasuki masa tanam karena tidak ada pasokan air. Apalagi, 5.666 hektar sawah di Indramayu gagal panen saat ini.(SEM/MEL/IKI)