Uni Eropa menolak permintaan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang ingin menegosiasikan kembali keluarnya Inggris dari UE.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
LONDON, JUMAT — Uni Eropa menolak permintaan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson yang ingin menegosiasikan kembali keluarnya Inggris dari UE. UE kembali menegaskan, Inggris hanya bisa menegosiasikan tuntutan baru ke dalam deklarasi politik tanpa mengubah perjanjian penarikan diri yang telah disepakati.
Deklarasi politik ini nantinya akan diluncurkan bersama dengan perjanjian penarikan diri itu. Namun, deklarasi politik itu bersifat tidak mengikat.
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan, para pejabat UE tidak memiliki mandat untuk menegosiasikan kembali perjanjian penarikan Inggris keluar dari UE atau yang dikenal sebagai Brexit. Juncker menyampaikan hal itu ketika berbincang dengan Johnson melalui telepon untuk pertama kalinya sejak Johnson menjabat pada Kamis (25/7/2019).
”Presiden Juncker mendengarkan apa yang dikatakan Perdana Menteri Johnson. Tetapi, ia menegaskan kembali posisi UE bahwa perjanjian penarikan adalah yang terbaik dan satu-satunya perjanjian yang masuk akal sesuai dengan pedoman Dewan Eropa,” kata juru bicara Juncker, Mina Andreeva.
Juncker juga mengulangi tawaran kepada Johnson untuk mempertimbangkan tuntutan baru ke dalam deklarasi politik yang akan diumumkan bersamaan dengan perjanjian penarikan diri. Deklarasi itu bersifat tidak mengikat.
Namun, jika Inggris ingin memasukkan tuntutan baru, UE akan menganalisisnya terlebih dahulu agar sesuai dengan isi perjanjian penarikan diri.
”Presiden Juncker menegaskan kembali bahwa Komisi Eropa tetap tersedia selama beberapa minggu mendatang seandainya Inggris ingin mengadakan pembicaraan dan mengklarifikasi posisinya secara lebih rinci,” kata Andreeva.
Pembicaraan antara Juncker dan Johnson berlangsung setelah Johnson menyampaikan pidato perdana kepada Parlemen Inggris pada Rabu (24/7/2019). Dalam pidatonya, Johnson berpendapat, isi perjanjian penarikan diri yang telah dibuat mantan Perdana Menteri Inggris Theresa May tidak dapat diterima dan akan memengaruhi kemerdekaan ekonomi Inggris.
Johnson mengatakan, Inggris dan UE dapat mencapai kesepakatan tanpa memerlukan backstop. Backstop merujuk pada penjagaan militer di perbatasan Irlandia Utara yang menjadi wilayah Inggris dan Republik Irlandia yang merupakan anggota UE. Komitmen Inggris dan UE yang telah disepakati adalah aliran komoditas dari kedua wilayah itu akan berlangsung secara bebas.
Menurut Johnson, UE diharapkan kembali mempertimbangkan penolakan untuk menarik perjanjian yang telah disepakati. Apabila UE tetap menolak, Inggris akan menahan biaya penarikan diri sebesar 49 miliar dollar AS dan keluar tanpa kesepakatan apa pun pada 31 Oktober 2019.
Kepala negosiator Brexit dari UE, Michel Barnier, menilai, tuntutan Johnson tidak dapat diterima. Bahkan, isi pidato Johnson terkesan agresif.
”Perdana Menteri Johnson telah menyatakan, jika suatu kesepakatan ingin dicapai, maka itu dapat dilakukan dengan cara menghilangkan backstop. Hal ini tentu tidak dapat diterima dan tidak dalam mandat Dewan Eropa,” kata Barnier.
Perdana Menteri Johnson telah menyatakan, jika suatu kesepakatan ingin dicapai, maka itu dapat dilakukan dengan cara menghilangkan backstop. Hal ini tentu tidak dapat diterima dan tidak dalam mandat Dewan Eropa.
Perubahan iklim
Sebuah survei menunjukkan mayoritas warga Inggris tidak peduli mengenai isu Brexit. Hal itu dikemukakan Christian Aid yang menggunakan jasa perusahaan survei ComRes.
ComRes menanyakan isu yang paling penting untuk ditangani Inggris kepada 2.072 warga Inggris selama 19-21 Juli 2019. Sebanyak dua pertiga responden menjawab, Johnson seharusnya memprioritaskan isu perubahan iklim dalam menjalankan perannya sebagai perdana menteri.
”Warga Inggris mengetahui, ada krisis yang lebih besar yang berpotensi membawa kehancuran kepada manusia. Mereka tersadar ada efek buruk dari perubahan iklim,” kata Direktur Advokasi Christian Aid Laura Taylor.
Perdana Menteri Johnson yang resmi menjabat pada Rabu (24/7/2019) berjanji untuk fokus menyelesaikan Brexit selama masa pemerintahannya. Adapun menurut Johnson, ia akan menggunakan 0,7 persen dari produk domestik bruto untuk melawan perubahan iklim meskipun tidak merinci lebih jauh.
Ia juga memilih Alok Sharma sebagai Menteri Pembangunan Internasional yang akan menangani kebijakan iklim luar negeri Inggris.
”Orang-orang benar-benar prihatin tentang perubahan iklim karena Brexit akan terselesaikan dengan satu atau cara yang lain pada waktunya. Perubahan iklim jauh lebih sulit dipecahkan dan membutuhkan tindakan yang lebih koheren di seluruh dunia sehingga lebih menantang,” kata Simon Gill, Pelaksana Direktur Eksekutif di Overseas Development Institute. (AFP/REUTERS)