Panitia Khusus DPRD Bali yang membahas Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali memasukkan mitigasi bencana pada pembahasan revisi RTRW.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali yang membahas Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali memasukkan mitigasi bencana pada pembahasan revisi RTRW. Pada Perda Nomor 16 Tahun 2009 mengenai RTRW Provinsi Bali, pemerintah dan DPRD Bali ketika itu belum memasukkan mitigasi bencana.
Perhatian terhadap mitigasi dengan memasukkan zona rawan bencana dalam rencana pembangunan wilayah diharapkan mampu mengurangi risiko bencana, baik korban jiwa maupun kerugian materi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mendukung dan mendorong agar revisi tersebut dapat maksimal sehingga zona bahaya dihindari untuk dibangun tempat tinggal hingga pembangunan infrastruktur untuk kepentingan publik.
Kepala Pelaksana BPBD Bali I Made Rentin menyebutkan, Bali memiliki ancaman dan risiko bencana, yaitu banjir, gunung api, gempa, dan tsunami. ”Tentu saja, keempat ancaman ini memiliki zona berbeda-beda di seluruh Bali, termasuk tingkatan risikonya. Maka, mitigasi bencana memang sudah seharusnya masuk dalam revisi RTRW sesuai zona kerawanan daerah masing-masing,” tutur Rentin, di Denpasar, Jumat (26/7/2019).
Zona rawan bencana yang tertuang pada dokumen peta rawan bencana, lanjutnya, tetap menjadi rekomendasi dalam penetapan zona pada RTRW tersebut. Hal ini disesuaikan peruntukan. Artinya, jika suatu wilayah adalah zona merah (rawan bencana), maka tidak boleh ada bangunan.
Tujuan utama revisi Perda RTRW Provinsi Bali adalah untuk melakukan kesesuaian dengan kebutuhan, terutama fasilitas publik dan utama untuk masyarakat. Penguatan infrastruktur mulai memperhatikan kapasitas kekuatan dan daya tahan terhadap fenomena alam, terutama gempa. Perda ini dipergunakan untuk rencana periode 2009 hingga 2029. Tahun 2019, DPRD mengevaluasi dan merevisinya.
Beberapa layanan dan fasilitas publik tertentu akan diberi kebijakan. Namun, infrastruktur tetap harus memperhatikan kekuatan dan daya tahan terhadap gempa.
”Nah, ini sejalan dengan upaya mitigasi bencana, misalnya menjaga alam pesisir dengan penanaman mangrove untuk mengurangi risiko hantaman ombak jika terjadi tsunami,” kata Rentin.
Pada rapat pansus pekan lalu, DPRD Bali memastikan kawasan mitigasi bencana yang dibahas dalam Pansus Revisi Perda RTRW tersebut diupayakan aman dari gangguan pembangunan fisik. Apalagi, Bali juga memiliki potensi bencana seperti erupsi gunung api dan banjir.
Dalam siaran pers, Wakil Ketua Pansus Nengah Tamba mengatakan, pada Perda RTRW sebelumnya, kawasan mitigasi bencana belum dimasukkan. Selanjutnya, mempertimbangkan perkembangan Bali beberapa tahun terakhir, kawasan mitigasi bencana masuk revisi Perda RTRW.
Ia berharap, kawasan mitigasi tidak akan diutak-atik atau dipindah demi pembangunan infrastruktur. DPRD mengakomodasi apa yang direncanakan dan dibangun oleh kabupaten/kota dalam perda ini.
”Kalau kawasan mitigasi, tidak mungkin kami setujui di sana dibangun infrastruktur. Misalnya (kawasan) Gunung Agung, tidak mungkin kita membangun hotel atau sekolah di sana,” kata Nengah Tamba.