Energi Baru Konservasi di Nusa Tenggara Barat
Munculnya berbagai kegiatan yang diinisiasi masyarakat atau komunitas tertentu menjadi semangat dan energi baru bagi konservasi penyu di Nusa Tenggara Barat. Inisiasi itu perlu terus dipertahankan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dalam pelestarian satwa di ekosistem laut itu.
Jam menunjukkan pukul 16.00 Wita ketika belasan tukik atau anak penyu dilepas. Di atas pasir pantai yang lembut, mereka bergerak pelan saling mendahului. Melihat itu, Moryka dan Bobby Kennedy berteriak penuh semangat.
Dua wisatawan asal Hawaii itu, seperti berusaha menyemangati tukik yang hari itu memulai perjalanan dan kehidupan baru di laut. Tidak lupa, Moryka mengeluarkan ponsel pintar, memotret dan merekam video beberapa menit sampai tukik itu menyentuh air laut dan lenyap dibawa ombak.
”Apa yang kalian lakukan sangat luar biasa. Sangat menginspirasi,” kata Moryka. Pujian yang diberikan Moryka tidak hanya ditujukan untuk pelepasan penyu, tetapi juga seluruh rangkaian acara ”Lindungi Penyu, Stop Sampahmu!” di Pantai Klui, Desa Malaka, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Sabtu (20/7/2019) sore.
Kegiatan ini diselenggarakan Nusa Biodiversitas Indonesia bersama Project Why Not. Nusa Biodiversitas Indonesia adalah lembaga pendidikan, penelitian, konservasi, dan pemberdayaan yang bergerak di bidang lingkungan, kelautan, dan perikanan, termasuk sosial-ekonomi dan pariwisata. Adapun Project Why Not adalah program dari Lombok Wave, komunitas di Pantai Klui yang fokus pada bidang pendidikan, terutama tentang lingkungan pesisir.
Selain pelepasan tukik, pada rangkaian acara itu juga digelar diskusi dengan topik lingkungan dan konservasi penyu, serta bersih-bersih pantai. Pelepasan tukik tidak hanya diikuti Moryka dan Bobby, tetapi juga puluhan peserta yang berasal dari masyarakat setempat, mahasiswa, dan instansi terkait, seperti Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja NTB, dan Dinas Kelautan dan Perikanan NTB.
Tukik yang dilepas berasal dari area konservasi mandiri yang dilakukan Lombok Wave di Pantai Klui. Di kawasan itu, telur penyu, baik yang mereka temukan maupun dibeli dari masyarakat, ditetaskan kemudian dilepasliarkan.
Sebelum pelepasan tukik, peserta bergotong royong membersihkan sampah. Mereka berjalan menyusuri kawasan pesisir pantai kemudian memungut setiap sampah plastik yang ditemukan. Dalam beberapa menit, mereka mengumpulkan sekitar empat karung sampah.
”Selama dua setengah minggu di Indonesia, kami melihat begitu banyak sampah (di laut). Kami coba ambil, tetapi tak bisa banyak. Senang kalian mengadakan kegiatan ini dan mengumpulkan banyak sampah. Terima kasih,” kata Moryka.
Bobby menambahkan, laut membuat seluruh dunia terkoneksi. Namun, di sisi lain, itu juga berdampak buruk pada lingkungan. ”Sampah dari kalian bisa ke kami. Begitu pun sebaliknya. Jadi, mari sama-sama peduli. Mengajarkan itu kepada anak-anak penting. Bawa mereka ke laut, melihat sendiri potensi yang ada sehingga sejak dini mereka tahu kenapa harus peduli,” tutur Bobby.
Menyelamatkan penyu
Ketua Nusa Biodiversitas Indonesia M Said Ramdlan mengatakan, berbagai kegiatan yang mereka lakukan hari itu memang ditujukan dalam upaya menjaga keberlangsungan penyu. Apalagi, penyu memiliki peran yang besar dalam menjaga ekosistem laut.
”Penyu memiliki fungsi pengayaan keanekaragaman hayati di laut, seperti merumput, mengontrol distribusi spons, memangsa ubur-ubur, mendistribusikan nutrisi, dan mendukung kehidupan makhluk air lainnya. Menurut para ahli, itu sudah berlangsung lebih dari 100 juta tahun,” papar Said.
Belakangan, kata Said, kondisi laut, termasuk di Indonesia, mengalami degradasi. Hal itu disebabkan pengambilan ikan secara berlebihan, perubahan iklim, dan polusi. Faktor itu turut berdampak pada penurunan populasi penyu.
Pada saat yang sama, keberlangsungan populasi penyu juga terancam aktivitas manusia yang menjadikannya bahan makanan, obat-obatan, dan bahan kosmetik. Itu membuat penyu menjadi sasaran perburuan.
Larangan perburuan penyu dan telur penyu sudah diatur dalam surat edaran Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2015. Sebelumnya juga ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Namun, seperti disampaikan Kepala Seksi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan NTB Sugianur, perburuan induk dan telur penyu masih banyak terjadi di NTB.
September 2018, misalnya, Polres Kota Bima bersama BKSDA NTB menangkap dua tersangka yang memperjualbelikan 800 kilogram daging penyu, serta 44 karapas (cangkang keras), dan 4 bagian bawah penyu. Terakhir, dua minggu lalu, dalam sidak di Pasar Kebon Roek, Ampenan, Kota Mataram, tim gabungan juga menemukan praktik perdagangan 100 butir telur penyu.
Selain itu, ada pula ancaman kepunahan karena kotornya air laut, pembangunan pesisir, dan kerusakan pantai sehingga penyu tidak bertelur. ”Jika terus dibiarkan, lambat laun penyu diprediksi punah. Oleh karena itu, di sejumlah daerah di Indonesia, berbagai pihak mulai dari pemerintah daerah, warga, komunitas, dan pencinta penyu berusaha keras agar kawanan penyu tetap lestari,” tutur Said.
Energi baru
Menurut Sugianur, maraknya perburuan dan jual beli bagian tubuh serta telur penyu karena belum tumbuhnya kesadaran masyarakat. ”Tidak semua tahu tentang larangan penangkapan induk dan pengambilan telur. Selain itu, masih ada pembeli,” katanya.
Oleh karena itu, munculnya penangkaran penyu termasuk kegiatan terkait, seperti pelepasliaran yang diinisasi oleh masyarakat maupun komunitas, menjadi energi baru dalam konservasi penyu.
”Kalau kami sendiri atau BKSDA, BPSL, tidak akan mampu. Apalagi dengan wilayah laut yang sangat luas,” kata Sugianur. Saatnya ”energi baru” bagi pelestarian penyu itu terus dijaga dan dikembangkan. (Ismail Zakaria)