Janji Kementerian Perhubungan dan pihak maskapai untuk menurunkan harga tiket pesawat udara di Indonesia tidak terasa di bagian timur Indonesia, termasuk Maluku. Harga tiket yang mencekik leher hampir satu tahun terakhir ini mempertajam lonjakan inflasi. Sektor pariwisata yang mulai bergairah langsung loyo, bahkan mati suri.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Janji Kementerian Perhubungan dan pihak maskapai menurunkan harga tiket pesawat udara di Indonesia tidak terasa di wilayah bagian timur Indonesia, termasuk Maluku. Harga tiket yang mencekik leher hampir satu tahun terakhir ini mempertajam lonjakan inflasi. Sektor pariwisata yang mulai bergairah langsung loyo, bahkan mati suri.
Berdasarkan penelusuran Kompas di aplikasi penjualan tiket dalam jaringan pada Sabtu (27/7/2019) pagi, harga tiket Ambon-Jakarta untuk penerbangan pada Minggu besok paling murah Rp 2,08 juta. Sebelum harga tiket melonjak pada Oktober 2018, harga paling murah pada rute tersebut Rp 900.000.
Harga tiket yang mahal menyebabkan banyak orang belum mau bepergian menggunakan pesawat udara. Sejumlah penerbangan dari dan menuju Ambon selama satu tahun terakhir sepi penumpang. Bahkan Batik Air rute Ambon-Surabaya dan Ambon-Makassar terpaksa ditutup.
Manajer Area XI Lion Grup Ramli Makawimbang saat dihubungi Sabtu pagi mengatakan, ditutupnya rute tersebut dengan alasan sepi penumpang. Pihaknya juga belum memikirkan kembali rencana penurunan harga tiket.
Penumpang sekarang sepi, sementara harga operasional semakin mahal, mulai dari bahan bakar hingga parkir pesawat di bandara.
Sepinya penumpang juga dikeluhkan oleh para sopir. Mereka mengaku saat harga tiket masih kompetitif, Ambon merupakan salah satu destinasi wisata yang ramai pelancong.
Setiap hari mereka masih bisa mendapatkan penumpang untuk pengantaran penumpang maupun kegiatan wisata. Namun, kini sejak kenaikan harga tiket mereka sulit mendapatkan penumpang.
Para sopir mengaku, dulu satu hari mereka pasti dapat penumpang. Bahkan, sehari bisa membawa sampai dua penumpang. ”Sekarang ini, sampai tiga hari pun kadang tidak dapat. Semua sopir hanya menunggu langganan. Tiket pesawat mahal ini bikin berdampak pada semua,” kata Lucky Noya (31), sopir taksi di Bandar Udara Pattimura.
Data yang dihimpun dari Bank Indonesia Perwakilan Maluku, angkutan udara menyumbang inflasi tertinggi kedua di Maluku dengan nilai 9,79 persen. Angka itu lebih rendah dari peringkat pertama harga makanan yang mencapai 11,5 persen.
Hingga Juni lalu, akumulasi inflasi di Maluku mencapai 3,24 persen. Padahal target inflasi hingga Desember 2019 sebesar 3,5 persen.
Diperkirakan, inflasi selama tahun 2019 akan melampaui 3,5 persen. Sejak tahun 2013 hingga 2017, angka inflasi terus menurun dari 8,82 persen menjadi 7,19 persen, kemudian 6,15 persen, tahun 2016 3,26 persen, dan tahun 2017 menjadi 0,78 persen. Tahun 2018, saat harga tiket pesawat udara melonjak, inflasi naik hingga 3,5 persen.
Gubernur Maluku Murad Ismail lewat keterangan pers yang diterima Kompas mengatakan, masalah harga tiket yang tetap tinggi di Maluku itu kembali disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
Murad meminta Presiden, melalui Menteri Perhubungan, menurunkan harga tiket pada 63 rute penerbangan domestik di Maluku. Rute domestik terdiri atas 14 rute dalam daerah dan 49 rute antarprovinsi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 106 Tahun 2019, hanya 20 rute penerbangan antarprovinsi di Maluku yang mengalami penurunan batas atas dan batas bawah. Akan tetapi, tetap saja penurunan itu tidak signifikan. Rute lain tetap tinggi, yakni mencapai tiga kali lipat dari harga sebelumnya.
Kenaikan harga tiket mulai memukul sektor lainnya, seperti pariwisata. Wisatawan dari luar daerah dan luar negeri enggan datang ke Maluku. Sektor pariwisata di Maluku loyo dan seakan mati suri.
”Padahal sektor pariwisata menjadi andalan untuk ekonomi di Maluku,” kata Pelaksana Tugas Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Djalaludin Salampessy.