Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sampai hari ini, Sabtu (27/72019), masih merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menutup kompleks Gunung Tangkupanparahu pascaerupsi, Jumat (26/7/2019).
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi sampai hari ini, Sabtu (27/7/2019), masih merekomendasikan kepada pihak terkait untuk menutup kompleks Gunung Tangkupanparahu pascaerupsi, Jumat (26/7/2019).
Kondisi gunung yang berada di Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Jawa Barat, ini belum stabil. Masyarakat di sekitar gunung, pedagang, wisatawan, ataupun pendaki tidak diperbolehkan mendekati Kawah Ratu dan Kawah Upas dengan radius 500 meter.
”Kami juga masih merekomendasikan tidak ada yang menginap dalam kawasan kawah-kawah aktif di dalam kompleks Gunung Tangkubanparahu. Rekomendasi masih diberlakukan sampai aktivitas gunung normal, yang saat ini tremor masih terjadi,” kata Kepala Kantor PVMBG I Gede Suantika di Bandung, Sabtu.
Dengan kondisi demikian, Gunung Tangkubanparahu masih berpotensi untuk terjadi erupsi.
Dalam kejadian erupsi, Jumat kemarin, pukul 15.48, tinggi kolom abu mencapai 200 meter di atas puncak kawah, dengan amplitudo maksimum 50 milimeter, dan durasi sekitar 5 menit 30 detik. Status Gunung Tangkubanparahu masih Aktif Normal.
Masyarakat sekitar, pedagang, wisatawan, pendaki, ataupun pengelola wisata Gunung Tangkubanparahu diminta juga mewaspadai terjadinya letusan freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala vulkanik yang jelas.
Kepala Subbidang Mitigasi Pengamatan Gunung Api Wilayah Timur PVMBG Devy Kamil Syahbana menuturkan, tipe letusan Gunung Tangkubanparahu dominan erupsi freatik sejak tahun 1800.
”Erupsi freatik tak melibatkan magma segar. Dalam proses terjadinya bukan magma segar yang keluar ke permukaan, melainkan uap dari magma karena interaksi dengan sistem hidrotermal di bawah kawah gunung api,” ujar Devy.
Erupsi freatik tak melibatkan magma segar. Dalam proses terjadinya bukan magma segar yang keluar ke permukaan, melainkan uap dari magma karena interaksi dengan sistem hidrotermal di bawah kawah gunung api.
Devy meminta masyarakat di sekitar gunung, pedagang, dan pengunjung agar waspada, terutama dari ancaman bahaya berupa embusan gas vulkanik di sekitar Kawah Ratu yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
Gunung yang memiliki ketinggian 2.084 meter dan berjarak 30 kilometer (km) sebelah utara pusat Kota Bandung ini memiliki sembilan kawah. Tiga kawah di antaranya yang populer, yakni Kawah Domas, Kawah Upas, dan Kawah Ratu, yang termuda.
Menurut Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani, hingga Sabtu siang, aktivitas Gunung Tangkubanparahu cenderung menurun, tak terjadi erupsi, tapi masih ada gempa embusan yang didominasi gas dan uap air.
”Dari pantauan di pos pengamatan, pukul 09.06, ada embusan gas dari Kawah Ratu berwarna putih sekitar 50 meter dari dasar kawah. Ini mengindikasikan secara visual adanya penurunan aktivitas dibandikan saat erupsi kemarin (Jumat). Namun, saat ini masih ada gempa tremor meski dengan amplitudo relatif menurun,” ujar Nia.
Dari kondisi ketinggian kolom abu dan arah angin ini tak membahayakan penerbangan sehingga penerbangan dari dan ke Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, berjalan normal.
Manajer Operasi Bandara Husein Sastranegara, Suwarsono, ketika dikonfirmasi mengatakan, penerbangan berjalan seperti biasa. Penerbangan pertama hari ini (Sabtu), pesawat Citilink bertolak ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pukul 06.00,” ujar Suwarsono.