KPK menangkap Bupati Kudus, Jawa Tengah, M Tamzil atas dugaan suap pengisian jabatan. Tamzil merupakan bekas terpidana korupsi yang memenangi pemilihan bupati tahun 2018.
JAKARTA, KOMPAS— Penangkapan Bupati Kudus, Jawa Tengah, M Tamzil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dugaan suap pengisian jabatan, Jumat (26/7/2019), menambah daftar panjang penyelenggara negara yang memanfaatkan formasi jabatan publik untuk mendapat keuntungan. Korupsi pengisian jabatan berpotensi merusak kualitas pelayanan publik karena pejabat dipilih bukan berdasar kompetensi, melainkan kemampuan membayar.
Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Jumat (26/7/2019), di Gedung KPK, Jakarta, mengonfirmasi penangkapan terhadap Tamzil. Selain Tamzil, juga ada delapan orang lainnya termasuk Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Kudus Sam’ani Intakoris dan dua pelaksana tugas kepala dinas. Diduga Tamzil menerima uang hingga ratusan juta rupiah untuk memuluskan nama tertentu sebagai kepala dinas.
Hingga Jumat petang, tim penyidik KPK telah menyita uang lebih kurang Rp 145 juta. Ruangan Sam’ani dan staf khusus bupati juga sudah disegel petugas KPK.
”Sebelumnya kami menerima informasi dari masyarakat bahwa akan terjadi transaksi, dan setelah dilakukan pengecekan di lapangan terhadap bukti-bukti awal, KPK segera melakukan tindakan cepat. Pemeriksaan masih berlangsung. Dalam 1x24 jam akan ditentukan status hukumnya,” ujar Basaria.
Mantan terpidana korupsi
Tamzil pernah menjalani pidana penjara selama 1 tahun 10 bulan. Ia divonis bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jateng, pada tahun 2015 karena korupsi pengadaan sarana dan prasarana pendidikan tahun 2004-2005 di Dinas Pendidikan dan Olahraga Kudus. Saat itu, Tamzil menjabat sebagai bupati Kudus periode 2003-2008.
Pada Pilkada Serentak 2018, Tamzil kembali mencalonkan diri sebagai calon bupati Kudus. Dia meraih suara terbanyak, dan kemudian dilantik sebagai bupati Kudus pada September 2018.
Terkait penangkapan Tamzil, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, di era keterbukaan saat ini, hanya orang yang bernyali tinggi atau nekat yang masih korupsi.
”Saat pelantikan, hampir semua kepala daerah selalu saya ingatkan potensi penyalahgunaan kewenangan ini. Mitigasi korupsi sudah dipahami semua kepala daerah, seperti jual beli jabatan, lelang proyek, dan perizinan,” kata Ganjar.
Bahkan, menurut Ganjar, semua kepala daerah di Jateng juga sudah mengikuti pelatihan pencegahan korupsi di KPK. Mereka juga sudah menandatangani pakta integritas.
Pengisian jabatan
Perkara suap pengisian jabatan bukan baru kali ini terjadi. KPK juga pernah menangkap sejumlah kepala daerah karena suap pengisian jabatan. Kepala daerah itu adalah Bupati Klaten Sri Hartini, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra, dan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko.
Dalam perkara tersebut, suap diberikan agar para kepala daerah meloloskan individu tertentu meski ia tidak memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan untuk mengisi jabatan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch Wana Alamsyah mengatakan, praktik jual beli jabatan ini berdampak buruk terhadap kualitas pelayanan publik. Sebab, orang yang menempati jabatan tersebut sudah diketahui tidak memiliki niat baik untuk memperbaiki pelayanan publik.
”Sejak awal sudah memanfaatkan uang. Padahal, spesifikasi dan kualifikasinya belum tentu memenuhi, termasuk komitmennya untuk melayani masyarakat. Dengan menyuap untuk duduk di suatu jabatan, orientasinya juga tentu untuk menguntungkan diri sendiri,” ujar Wana. (IAN/DIT)