Maksud Baik Dibalas Tujuh Peluru
Diduga karena emosi ditolak permohonannya agar kasus hukum terhadap keponakannya dihentikan, Brigadir RT menembak mati Brigadir Kepala Rachmat Effendy.
JAKARTA, KOMPAS — Bripka Rachmat Effendy yang tewas akibat ditembak Brigadir RT di ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Polsek Cimanggis, Kamis (25/7/2019) pukul 20.50, adalah polisi yang senang menolong dan berbaur dengan warga di sela kesibukannya.
Bripka Rachmat ditembak Brigadir RT diduga karena emosi. Bripka Rachmat menangkap FZ, keponakan Brigadir RT, karena terlibat tawuran dan membawa celurit. Tak lama kemudian, Brigadir RT datang ke Polsek Cimanggis bersama orangtua FZ meminta agar FZ dibebaskan.
Permintaan Brigadir RT ditolak Bripka Rachmat karena FZ sedang dalam proses hukum. Saat itu diduga Brigadir RT emosi karena Bripka Rachmat berbicara dengan nada tinggi. Brigadir RT kemudian pergi ke ruangan lain untuk mengeluarkan senjata api jenis HS 9 dan menembak Bripka Rachmat tujuh kali di dalam ruang SPK.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan, Brigadir RT diperiksa penyidik di Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya hingga Jumat (26/7/2019) malam.
Baca juga : Hubungan Kerabat di Balik Kasus Polisi Ditembak Polisi
Kepala Subdit Regident Ditlantas Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Sumardji yang merupakan atasan Bripka Rachmat, Jumat, mengatakan, almarhum mempunyai keinginan tinggi membantu masyarakat di sekitar tempat tinggalnya di wilayah Tapos, Depok. Almarhum adalah Ketua Kelompok Sadar Kamtibmas dan paling aktif di kelompok itu.
Baca juga : Bripka Rachmat Effendy Polisi yang Suka Menolong
”Kalau ada kejadian yang meresahkan di lingkungannya, seperti tawuran, dia yang menyelesaikan dan bukan kali ini saja,” ujarnya.
Kalau ada kejadian yang meresahkan di lingkungannya, seperti tawuran, dia yang menyelesaikan dan bukan kali ini saja.
Menurut Sumardji, Bripka Rachmat membawa FZ ke Polsek Cimanggis untuk menghindari tindakan main hakim terhadap FZ. Namun, maksud baik Rachmat justru menyebabkannya kehilangan nyawa.
”Kalau FZ tidak diamankan ke Polsek, anak itu bisa dikeroyok warga,” kata Sumardji.
Dievaluasi
Peristiwa penembakan sesama anggota Kepolisian Negara RI yang menewaskan Bripka Rachmat kini menjadi bahan evaluasi Polri untuk menertibkan penggunaan senjata api. Selain pengawasan yang akan diperkuat, Polri akan mengevaluasi pemberian izin kepada personel yang diberi kewenangan memegang senjata api.
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan, peristiwa penembakan yang dilakukan Brigadir RT kepada Bripka Rachmat harus menjadi yang terakhir. Atas dasar itu, katanya, tim Propam Polri telah membentuk tim untuk memproses RT secara kode etik.
”Hukuman PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) akan dijatuhkan kepada yang bersangkutan serta kasus itu akan diproses secara pidana. Selain itu, proses penerbitan izin senjata juga akan didalami, apakah yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak,” ujar Listyo di Jakarta, Jumat.
Hukuman PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat) akan dijatuhi kepada yang bersangkutan serta kasus itu akan diproses secara pidana. Selain itu, proses penerbitan izin senjata juga akan didalami, apakah yang bersangkutan memenuhi syarat atau tidak.
Lebih lanjut, Listyo mengatakan, sebagai upaya pencegahan penyalahgunaan senjata api, seluruh pimpinan satuan untuk memperketat pengawasan penggunaan senjata, terutama untuk memastikan seluruh personel kepolisian mematuhi aturan dan prosedur standar operasi. Ia pun mengingatkan agar para pemimpin satuan Polri untuk secara berkala memperhatikan psikologis setiap personel.
Secara terpisah, komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menilai, terdapat dua potensi pelanggaran yang dilakukan RT dalam peristiwa itu.
Pertama, ia diketahui sedang tidak bertugas sehingga seharusnya tidak diperbolehkan memegang senjata api. Kedua, ia memanfaatkan kewenangan sebagai personel Polri untuk ikut campur dalam proses hukum kasus tawuran yang melibatkan FZ.
Poengky mengatakan, pihaknya mendukung RT dijatuhi hukuman kode etik PTDH. Hukuman pidana yang tegas juga harus diberikan.
”Dan, yang terpenting adalah evaluasi penggunaan senjata api yang harus menaati Peraturan Kepala Polri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM,” kata Poengky.
Dan, yang terpenting adalah evaluasi penggunaan senjata api yang harus menaati Peraturan Kepala Polri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM.
Menurut dia, sejumlah anggota Polri memiliki pemahaman yang lemah terhadap perkap itu.