Kala Sputnik-1 diluncurkan pada tahun 1957, antariksa sepenuhnya urusan antarnegara. Kini, SpaceX hingga Virgin Galactic lebih dikenal dibandingkan dengan Roscosmos.
Penjelajahan luar angkasa masa kini bukan sepenuhnya urusan negara. Pembuat mobil, seperti Elon Musk, hingga pedagang eceran lewat internet, seperti Jeff Bezos, menanamkan miliaran dollar AS untuk eksplorasi antariksa. Musk lewat SpaceX, sementara Bezos lewat Blue Origin.
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mempertimbangkan pelibatan SpaceX dan perusahaan swasta lain di bidang antariksa untuk kelanjutan misi pendaratan ke Bulan. Salah satu dasar pertimbangan NASA adalah biaya lebih murah. Kini, NASA harus membayar Rusia rata-rata 80 juta dollar AS untuk memberangkatkan setiap astronotnya ke Stasiun Ruang Angkasa Internasional (ISS). Sebab, NASA tidak punya roket sendiri dan roket yang dibangun untuk NASA tidak diketahui kapan akan selesai.
Sementara perusahaan-perusahaan swasta membangun kendaraan antariksa dengan biaya lebih sangkil. Bila NASA dan Badan Antariksa Uni Soviet selama puluhan tahun hanya mampu membuat pesawat ulang-alik berkapasitas beberapa orang, SpaceX punya visi lebih maju. SpaceX tengah membangun pesawat ulang-alik berkapasitas 100 orang. Musk menargetkan pesawat bernama Starship itu bisa menjadi kendaraan manusia menuju Mars, Bulan, atau tempat lain di luar angkasa. Sementara Blue Origin merintis proyek yang bertujuan membangun koloni di luar angkasa.
Keterlibatan para partikelir dalam penjelajahan antariksa bukan hanya dilakukan AS lewat Blue Origin dan SpaceX. Bahkan, Rusia lebih dulu mengomersialkan urusan antariksa. Selepas Uni Soviet bubar, lembaga-lembaga yang mengurus antariksa nyaris tidak terkelola, terutama karena kekurangan dana. Pelan-pelan, Rusia mengonsolidasi lembaga-lembaga itu menjadi BUMN yang kini antara lain menjadi Roscosmos. Anak usaha Roscosmos mengurusi aneka hal terkait antariksa, mulai dari pembuatan bahan bakar roket hingga suku cadang satelit. Ada juga yang sepenuhnya menjadi swasta, seperti Energia, perusahaan antariksa terbesar Rusia. Energia menghasilkan roket Soyuz dan ditunjuk mengelola penyelesaian operasi ISS.
Bukan hanya dua raksasa itu yang punya partikelir di antariksa. Dari Inggris, ada Virgin Galactic yang tujuan utamanya menyediakan pelesiran ke luar angkasa. Pemilik Virgin Galactic, Richard Branson, ingin orang-orang bisa jalan-jalan ke luar angkasa seperti lazimnya jalan-jalan di berbagai tempat di Bumi.
China malah lebih agresif lagi, dengan lebih dari 60 perusahaan swasta yang bergerak di bidang luar angkasa. OneSpace meluncurkan roket pada 2018. Perusahaan itu hanya butuh tiga tahun sejak didirikan sampai meluncurkan roket pertamanya. Orbital Gateway Consulting, perusahaan riset khusus bisnis antariksa itu, menyebut teknologi antariksa China hanya tertinggal paling lama 15 tahun dibandingkan dengan AS. (AFP/REUTERS/RAZ)