TOKYO, JUMAT - Setahun menjelang Olimpiade Tokyo 2020, penampilan ganda campuran Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti dan Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja masih naik-turun. Tanggung jawab menjaga kejayaan ganda campuran, setelah tak ada lagi Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (Owi/Butet), diharapkan menempa mental mereka sebelum tampil di Tokyo 2020.
Dalam masa kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020, 29 April 2019-26 April 2020, tim ganda campuran bulu tangkis Indonesia mengejar jatah maksimal dua wakil seperti yang terakhir kali terjadi di Rio de Janeiro 2016. Saat itu, ganda campuran diwakili Owi/Butet, yang akhirnya meraih medali emas, dan Praveen/Debby Susanto.
Untuk memperoleh kuota tersebut, ganda campuran harus menempatkan, minimal, dua pasangan pada posisi delapan besar daftar peringkat dunia 30 April 2020. Aturan ini berlaku juga untuk ganda putra dan putri. Adapun nomor tunggal harus menempatkan, minimal, dua pemain pada 16 besar.
Sebagai dua ganda campuran terbaik saat ini, Hafiz/Gloria dan Praveen/Melati menjadi andalan untuk tampil di Tokyo 2020. Hasil yang mereka dapat dalam turnamen Jepang Terbuka, pekan ini, mendukung rencana PP PBSI tersebut.
Di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, yang akan menjadi tempat pertandingan bulu tangkis Olimpiade, kedua pasangan menciptakan semifinal sesama Indonesia. Satu tiket final pun di tangan.
Praveen/Melati (unggulan ke-7) menang atas Dechapol Puavaranukroh/Sapsiree Taerattanachai (Thailand/4), 21-15, 21-15, pada Jumat (26/7/2019). Hafiz/Gloria membuat salah satu kejutan pada perempat final dengan menyingkirkan pasangan nomor satu dunia, Zheng Siwei/Huang Yaqiong (China), 21-17, 15-21, 21-19. Kejutan lain terjadi ketika tunggal putri nomor satu dunia, Tai Tzu Ying (Taiwan), kalah dari Michelle Li (Kanada/peringkat ke-14), 15-21, 21-15, 20-22.
Itu menjadi kemenangan pertama Hafiz/Gloria dari empat pertemuan dengan pasangan yang mendominasi persaingan ganda campuran sejak 2018. Pada tahun tersebut, mereka sembilan kali juara dari 13 final. Sebelum tampil di Jepang Terbuka 2019, Zheng/Huang hanya dua kali kalah dari 31 pertandingan. Lima gelar didapat, termasuk dari All England dan Indonesia Terbuka.
Hasil di Jepang, meski turnamen belum selesai, menjadi salah satu perjalanan menuju puncak dari kurva perjalanan dua pasangan Indonesia tersebut. Sebelumnya, prestasi mereka membentuk kurva naik-turun.
Pekan lalu, Praveen/Melati tersingkir pada babak pertama Indonesia Terbuka. Padahal, pada level yang sama, All England, pasangan yang menjalani debut pada awal 2018 itu mencapai semifinal. Mereka juga mencapai final di India, Selandia Baru, dan Australia Terbuka.
Hafiz/Gloria, berpasangan sejak Oktober 2017, menggebrak dengan menjuarai Thailand Terbuka 2018, setelah mencapai perempat final All England dan semifinal Indonesia Terbuka.
Namun, mereka kesulitan mempertahankan konsistensi pada 2019. Selain tersingkir pada babak kedua Indonesia Terbuka, mereka juga gagal pada babak pertama All England. Posisi peringkat keenam dunia, pada 6 Mei-2 Juli, turun menjadi ke-13 pada saat ini.
Saat mendampingi pemain di Indonesia Terbuka, pelatih ganda campuran pelatnas bulu tangkis Richard Mainaky menyatakan, apa yang terjadi pada ganda campuran menjadi tanggung jawabnya. Melahirkan penerus Owi/Butet dengan reputasi juara dunia dan Olimpiade tak mudah dilakukan.
Jumat, Richard menuturkan, Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria masih dalam proses mencari identitas untuk menjadi juara. “Saya bisa paham kalau hasilnya masih pasang surut. Tetapi, dalam proses pengumpulan poin untuk Olimpiade, mereka masih berada di jalur yang benar,” kata Richard.
Pelatih yang telah melahirkan pasangan-pasangan tangguh, seperti Owi/Butet, Nova Widhianto/Butet, Flandy Limpele/Vita Marissa, dan Tri Kusharjanto/Minarti Timur, itu juga mengingatkan agar Praveen/Melati dan Hafiz/Gloria bisa melepaskan diri dari beban selepas pensiunnya Butet pada Januari 2019.
“Mereka punya beban mempertahankan nama besar ganda campuran, tetapi masih butuh proses, apalagi dengan menjadi penerus Owi/Butet. Tapi, ini sangat bagus untuk menempa mental mereka supaya matang saat harus tampil di Olimpiade,” lanjut Richard.
Anthony kalah
Kerja keras Anthony Sinisuka Ginting, selama 1 jam 29 menit, untuk mengalahkan tunggal putra nomor satu dunia, Kento Momota, belum cukup. Anthony bermain lebih baik dibandingan pada pertemuan di Indonesia Masters, Januari, dan Piala Sudirman, Mei, namun ketangguhan Momota menghalanginya untuk menang. Anthony kalah, 13-21, 22-20, 15-21.
Anthony memperoleh kesempatan mengalahkan Momota untuk pertama kalinya pada tahun ini. Setelah memenangi gim kedua, dia mengendalikan Momota dengan permainan cepat pada gim ketiga. Namun, itu hanya berlangsung hingga rehat pertengahan gim.
Momota, yang dikenal karena keuletan dan jarang membuat kesalahan, berbalik mengontrol situasi dengan mengembangkan kembali permainan lambat. “Melawan Momota memang berbeda dengan pemain lain. Saat mendapat bola mudah untuk mendapat poin misanya, saya tak boleh berpikir seperti itu. Dia punya kemampuan untuk mengembalikan bola meski dalam posisi sulit. Jadi, saya harus mampu mengendalikan pikiran sepanjang pertandingan saat melawan dia,” tutur Anthony melalui Humas PP PBSI di Tokyo.
Gagal mengalahkan Momota dalam pertemuan pertama mereka di Jepang, Anthony mendapat pelajaran lain. Dia berusaha mengenali kondisi stadion untuk Olimpiade nanti. “Perbedaan besar dengan Istora ada pada angin. Di Istora, embusan angin sangat terasa, di sini tidak seperti itu,” katanya.
Dengan kekalahan Anthony, tunggal putra akan berhadap pada Jonatan “Jojo” Christie yang akan bertemu pemain senior Denmark, Jan O Jorgensen. Pada perempat final, Jojo menang atas pemain Denmark lainnya, Anders Antonsen, 21-12, 21-14.
Adapun ganda putra Indonesia akan diwakili Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Final sesama Indonesia, seperti pada Indonesia Terbuka, berpeluang terjadi jika mereka bisa melewati semifinal. Kevin/Marcus akan melawan Li Junhui/Liu Yuchen (China), sementara Hendra/Ahsan dengan wakil tuan rumah, Takeshi Kamura/Keigo Sonoda.