Kelengkapan peralatan radar Pos TNI AL di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau, akan ditambah untuk mengantisipasi kejahatan lintas negara di Selat Malaka. Pulau di utara Batam itu merupakan batas laut wilayah negara Indonesia dan Singapura di bagian barat.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kelengkapan peralatan radar Pos TNI AL di Pulau Nipa, Batam, Kepulauan Riau, akan ditambah untuk mengantisipasi kejahatan lintas negara di Selat Malaka. Pulau di sebelah utara Batam tersebut merupakan batas laut wilayah negara antara Indonesia dan Singapura di bagian barat.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Sabtu (27/7/2019), mengatakan, penambahan peralatan radar diperlukan demi kelancaran pengawasan lalu lintas laut di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia itu. Dengan peralatan radar yang memadai, aparat bisa lebih cepat menindak kejahatan lintas negara.
”Pulau Nipa adalah salah satu pulau terdepan di Indonesia. Letaknya yang berhadapan langsung dengan jalur (pelayaran) internasional memerlukan alat deteksi yang baik,” kata Hadi saat mengunjungi Pos TNI AL di pulau tersebut.
Batas laut wilayah negara antara Indonesia dan Singapura di bagian barat adalah antara Pulau Nipa di Kepulauan Riau dan Tuas di Singapura. Dasar yang digunakan kedua negara dalam menetapkan garis batas adalah Konvensi Hukum Laut 1982. Kedua negara merupakan pihak yang berkonvensi.
Perjanjian di antara kedua negara tersebut mulai berlaku pada 30 Agustus 2010. Hal itu ditandai dengan pertukaran instrumen ratifikasi di Singapura oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa dan Menteri Luar Negeri Singapura George Yong Boon Yeo (Kompas, 31/8/2010).
Pada 2003, Pulau Nipa yang luas aslinya 60 hektar hanya tersisa 3 hektar saat air laut pasang. Pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri, upaya reklamasi untuk menyelamatkan pulau yang nyaris tenggelam itu dimulai. Setelah proyek reklamasi rampung, luas pulau itu menjadi lebih kurang 50 hektar.
Saat ini, Pulau Nipa dijaga 15 anggota TNI AL di bawah Komando Pangkalan TNI AL Batam. Hadi mengatakan, penambahan jumlah anggota masih dikaji. Yang kini lebih mendesak adalah penambahan peralatan deteksi untuk meningkatkan efektivitas kerja petugas yang ada.
Ia menjelaskan, selain penambahan peralatan radar, Pos TNI AL di Pulau Nipa nantinya juga dilengkapi kamera pantau jarak jauh dan alat pendeteksi automatic identification system (AIS). ”Kemungkinan illegal transshipment sangat tinggi. Dengan alat deteksi yang baik, anggota TNI AL yang berjaga bisa segera bertindak, lalu menyerahkan pelakunya kepada polisi,” ujar Hadi.
Kemungkinan illegal transshipment sangat tinggi. Dengan alat deteksi yang baik, anggota TNI AL yang berjaga bisa segera bertindak, lalu menyerahkan pelakunya kepada polisi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian menyatakan, kewajiban menjaga keutuhan NKRI merupakan tanggung jawab semua warga Indonesia. Oleh karena itu, Polri berusaha mendukung kerja keras TNI sebagai garda terdepan dengan segala upaya.
Selain Pulau Nipa dan Sekatung di Kepulauan Riau, ada 10 pulau lain di Indonesia yang menjadi penanda garis wilayah NKRI, yaitu Rondo di Aceh; Berhala di Sumatera Utara; Marore, Marampit, dan Miangas di Sulawesi Utara; Batek dan Mangudu di Nusa Tenggara Timur; Fani di Papua Barat; serta Bras dan Fanildo di Papua.
Menurut Tito, wilayah perbatasan, terutama di Selat Malaka, adalah jalur rawan penyelundupan barang ilegal ataupun perdagangan manusia. ”Karena itu, semua kekuatan ditugaskan menjaga perbatasan dari berbagai jenis kejahatan lintas negara tersebut,” ucapnya.
Tito meminta anggota Polri dan TNI serta masyarakat bahu-membahu menjaga keamanan di wilayah perbatasan. Kelebihan TNI dalam kelengkapan alat utama sistem persenjataan (alutsista) serta kedekatan polisi dengan warga harus dikombinasikan untuk memberantas segala bentuk kejahatan lintas negara.