Imbas Pulau Komodo Ditutup dan Tiket Pesawat, Kunjungan Wisatawan ke NTT Turun
Pemerintah akan tetap menutup sementara Pulau Komodo untuk kepentingan konservasi populasi komodo. Adapun terkait tiket pesawat, pemerintah daerah mengusulkan revisi tarif batas atas pesawat kepada Kementerian Perhubungan.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan penutupan sementara Pulau Komodo hingga 2020 serta dampak kenaikan tiket pesawat berimbas pada penurunan kunjungan wisatawan ke Nusa Tenggara Timur.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, tingkat hunian kamar hotel berbintang di NTT menurun dari 63,47 persen pada Mei 2018 menjadi 49,52 persen pada Mei 2019. Tamu yang menginap pada Mei 2019 berjumlah 33.137 orang, terdiri dari 29.730 tamu domestik dan 3.407 tamu mancanegara.
Sementara itu, total penumpang angkutan udara—yang datang dan berangkat—di NTT juga menurun dari 344.047 orang pada Mei 2018 menjadi 274.454 orang pada Mei 2019.
Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi saat dihubungi Kompas, Minggu (28/7/2019), mengatakan, dampak kebijakan penutupan Pulau Komodo di Taman Nasional Komodo terhadap kunjungan wisatawan sudah diprediksi. Namun, pemerintah tetap harus melakukan penutupan untuk konservasi populasi komodo.
”Pendapatan Taman Nasional Komodo sekitar Rp 30 miliar per tahun. Sekarang, kami kehilangan itu. Namun, setelah konservasi, pendapatan bisa naik hingga Rp 100 miliar-Rp 150 miliar per tahun,” kata Josef.
Pemerintah Provinsi NTT menutup sementara Pulau Komodo sampai 2020. Alasannya, populasi komodo (Varanus komodoensis) menurun, dari 3.000 ekor pada 2014 menjadi 2.800 ekor pada 2018. Konservasi dilakukan untuk mendukung pariwisata berkelanjutan.
Josef mengatakan, Pulau Komodo ke depan diarahkan untuk wisata berkelanjutan. Populasi komodo dijaga agar tidak menjadi obyek pemburuan liar atau mengganggu aktivitas warga. Ongkos masuk taman nasional juga akan dikaji ulang agar wisatawan ikut ambil bagian dalam konservasi ini.
Tiket pesawat
Di sisi lain, penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke NTT juga dipengaruhi kenaikan harga tiket pesawat. Kenaikan harga tiket pesawat lebih berdampak pada kunjungan wisatawan domestik, sedangkan kunjungan wisatawan mancanegara cenderung tetap.
”Kenaikan harga tiket pesawat jika dikonversi ke kurs dollar tidak begitu signifikan, apalagi wisatawan mancanegara biasanya sudah merencanakan datang dari jauh hari,” kata Josef.
Pemerintah daerah, kata Josef, sudah mengusulkan revisi tarif batas atas pesawat kepada Kementerian Perhubungan. Jika revisi tarif batas atas tidak memungkinkan, pemerintah pusat diminta merasionalisasi harga avtur atau biaya bandara.
Sejumlah pelaku usaha yang ditemui Kompas pada Kamis-Jumat (25-26/7/2019) di Labuan Bajo, NTT, juga mengeluhkan penurunan kunjungan wisawatan. Kunjungan wisatawan sejak awal 2019 tidak seramai pada tahun lalu.
Maryati, pedagang suvenir dan oleh-oleh di Bandar Udara Internasional Komodo, menuturkan, setiap musim libur, Mei-Oktober, pengunjung bandara biasanya ramai. Antrean imigrasi mengular cukup panjang. Pengunjung mesti duduk di lantai sembari menunggu keberangkatan.
”Biasanya, banyak bule duduk-duduk di depan barang dagangan saya. Sekarang, ya, seperti ini, sepi dari bulan Januari,” kata Maryati.
Aris, sopir travel di Labuan Bajo, juga mengeluhkan hal serupa. Sewa mobil pribadi dan jasa sopir umumnya sulit dicari selama Mei-Oktober. Mereka sudah dipesan satu bulan sebelum wisatawan datang untuk mengantar selama tiga sampai tujuh hari.
”Sekarang, mau cari sopir atau sewa mobil dadakan masih bisa. Harga sewanya normal, Rp 750.000 per hari, sudah termasuk makan sopir dan bensin,” kata Aris.