Kepolisian Resor Sigi menangkap dua pencuri perangkat sensor deteksi gempa milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Perangkat itu menjadi salah satu alat pendeteksi dini getaran gempa yang vital. Peristiwa ini mengindikasikan masih minimnya kesadaran mitigasi bencana di sana.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
SIGI, KOMPAS — Kepolisian Resor Sigi menangkap dua pencuri perangkat sensor deteksi gempa milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Perangkat itu menjadi salah satu alat pendeteksi dini getaran gempa yang vital. Peristiwa ini mengindikasikan masih minimnya kesadaran mitigasi bencana di sana.
Dua tersangka adalah AP (14) dan Sf (43), warga Sigi. Perangkat alat sensor gempa itu terdiri dari satu sensor boardband, 3 baterai, 1 panel solar, dan 2 regulator solar. Total nilai perangkatnya mencapai Rp 700 juta. Pencurian di bukit Desa Pombewe, Kecamatan Sigi Biromaru, Sigi, itu terjadi pada Juni lalu.
Perangkat itu fungsinya sangat penting, mendeteksi getaran gempa. Alat itu akan mengirim sinyal ke pencatat skala gempa (seismograf). Di Lembah Palu ada empat sensor untuk mendeteksi gempa Selain di Pombewe, sensor lainnya ada di Desa Baluase, Kecamatan Dolo Selatan, Sigi, dan Desa Sadaunta, Kecamatan Kulawi, serta kantor Badan, Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Balaroa.
Pencurian ini adalah ironi karena terjadi belum genap setahun gempa, tsunami, dan likeufaksi melanda Kabupaten Sigi, Kabupaten Donggala, dan Kota Palu. Korban jiwa akibat bencana alam tersebut sekitar 4.000 orang dan tak kurang 80.000 rumah rusak serta hilang.
Keberadaan alat itu dengan permukiman masyarakat memang jauh, berjarak 1,5 kilometer. Hutan di sekelilingnya sering digunakan untuk berburu burung. Di Pombewe, alat sensor disimpan di salah satu bangunan dengan menara setinggi 30 meter. Bangunan dan lingkungan sekitarnya tidak terawat. Ruangan tidak berjendela itu penuh kotoran dan semut. Rumput di sekitar bangunan dibiarkan tidak terawat. Bangunan itu juga tidak berkunci.
Kepala Polres Sigi Ajun Komisaris Besar Wawan Sumantri mengatakan, AP bersama dengan dua temannya yang masih diburu kepolisian mencuri alat-alat tersebut pada Juni 2019. Sf adalah orang yang membeli atau menadah barang-barang itu. Keduanya ditangkap pada 23 Juli setelah polisi menerima laporan kehilangan pada 18 Juli.
”Tersangka mencuri barang-barang itu untuk mendapatkan uang. Dia tidak tahu kalau alat-alat itu dipakai untuk mendeteksi gempa,” kata Wawan di Sigi, Senin (29/7/2019).
AP mengatakan, dirinya tak mengetahui alat tersebut untuk mendeteksi gempa. Sf juga tak mengecek asal-usul perangkat tersebut. Dia hanya diberi tahu alat-alat itu didapat dari lokasi bekas likuefaksi dan tsunami yang terjadi pada 28 September 2018. Atas tindakannya, AP dijerat Pasal 363 tentang pencurian dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara. Sf dikenai Pasal 480 tentang penadahan dengan hukuman maksimal 4 tahun penjara.
Soal perlakuan hukum terhadap tersangka yang masih anak-anak, Wawan menyebutkan perlu berkonsultasi dengan sejumlah pihak. Untuk saat ini, tersangka tetap menjalani pidana umum dengan segala konsekuensinya, termasuk penahanan.
Secara terpisah, Kepala Seksi Observasi dan Informasi di BMKG Stasiun Geofisika Balaroa, Kota Palu, Bambang Haryono, mengatakan, selama ini tak ada petugas jaga khusus di situs perangkat deteksi gempa. ”Yang ada sebatas penjaga kebersihan luar saja karena alat tersebut remote site, tidak perlu operator atau penjaga khusus untuk mengoperasikannya,” ucapnya.
Akan tetapi, berkaca pada kasus pencurian tersebut, Bambang akan berkonsultasi dengan BMKG pusat untuk kemungkinan ada penjaga khusus. Bambang mengklaim, pihaknya sudah memberi tahu warga sekitar terkait dengan alat tersebut saat dibangun atau dipasang.
Budi (43), warga Desa Pombewe, mengatakan, seharusnya sejak awal ada petugas khusus menjaga alat tersebut agar tak diganggu orang. ”Semoga dengan kejadian ini, pihak terkait menempatkan orang di lokasi alat,” ujarnya di Pombewe, Sigi Biromaru, Senin.
Budi mengaku baru mengetahui keberadaan alat itu setelah terungkapnya kasus pencurian. Selama ini ia tidak mendengarkan informasi terkait dengan keberadaan alat penting tersebut.
Semoga dengan kejadian ini, pihak terkait menempatkan orang di lokasi alat.
Selain petugas khusus, Budi meminta agar dipasang informasi terkait dengan alat tersebut sehingga masyarakat mengetahuinya. Informasi menampilkan kegunaan alat itu dan imbauan agar alat tersebut tidak boleh dicuri karena sangat penting untuk memberikan informasi terkait dengan gempa.
”Kalau saja dari awal hal-hal seperti ini diurus, saya yakin tidak ada pencurian. Tetapi, belum terlambat untuk melakukannya (memasang papan informasi),” katanya.