China kembali jadi sorotan. Ada tiga topik terkait China, yakni kehadiran pesawat militernya di atas Pulau Dokdo (Korea Selatan), rencana pelibatan militer China untuk meredam protes di Hong Kong, dan hubungan Taiwan-Amerika Serikat.
Dua pesawat pengebom H-6 China—bersama pesawat militer Rusia—tertangkap radar militer Seoul ketika memasuki Zona Identifikasi Udara Korea Selatan (KADIZ) di atas Dokdo, Selasa (23/7/2019). Sehari setelahnya, China mengancam akan mengerahkan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) ke Hong Kong. Aksi massa di Hong Kong dinilai telah mengusik prinsip ”satu negara, dua sistem” sehingga tak bisa ditoleransi (New York Times, 25/7/2019).
Pada hari yang sama, Kantor Informasi Dewan Negara China mengumumkan, Beijing telah merilis buku putih bertajuk ”Pertahanan Nasional China di Era Baru”. Buku setebal 51 halaman itu merumuskan tujuan dasar pertahanan keamanan, termasuk mencegah Taiwan merdeka.
Itu sebabnya China mengecam penjualan senjata AS ke Taiwan dan meradang ketika USS Antietam, kapal penjelajah berpeluru kendali AS, melayari Selat Taiwan. Bagi China, siapa pun yang berniat memisahkan Taiwan dari China akan dilawan PLA (Kompas, 24/7/2019).
Reaksi atau respons China atas ketiga isu itu sejatinya hendak menunjukkan eksistensi China yang makin kuat kepada dunia (muscle-flexing). Respons tersebut diletakkan dalam bingkai ”demi kedaulatan, keamanan, dan pembangunan China” (www.csis.org).
Kapabilitas China
Langkah itu oleh pemerhati masalah internasional dinilai normal karena China sekarang ini telah mencapai tahap kematangan tinggi. ”China sudah mencapai kematangan yang luar biasa sebagai hasil kombinasi aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan diplomasi global,” kata Teuku Rezasyah, pemerhati masalah internasional Universitas Padjajaran, Bandung. ”China juga telah mencapai integrasi sosial yang tinggi, termasuk di daerah- daerah minoritas Xinjiang dan Tibet, walau tantangan dunia belum berkurang,” kata Teuku.
Lebih lanjut, Teuku menjelaskan, kemajuan China ditopang kemampuan teknologi militer China yang juga luar biasa. Dibandingkan AS, menurut dia, China hanya kalah di sektor kapal selam dan kapal induk.
Namun, China mampu membangun proyeksi kekuatannya, salah satu bukti adalah kemajuan teknologi ruang angkasa Beijing. Selain itu, Beijing pun dinilai mampu mengidentifikasi seluruh negara di dunia lewat perjanjian-perjanjian kombinasi kerja sama keamanan komprehensif dan kemitraan strategis, baik di level bilateral, regional, maupun global.
China juga sedang di atas angin lewat proyek Prakarsa Sabuk dan Jalan serta Bank Investasi dan Infrastruktur Asia (AIIB). Pendek kata, saat ini China kuat. Dan dengan hak istimewa sebagai anggota tetap DK PBB, China menjelma menjadi sosok sekokoh AS.
Walau belum siap mengambil alih peran kekuatan global dari AS, buku putih menyebutkan, kekuatan China sedang berkembang ke arah mereka bisa melawan AS. Namun, China mengaku tidak mau menjadi kekuatan hegemoni baru.