Mendikbud Beri Keleluasaan Industri Susun Kurikulum
Selama ini dunia pendidikan dan dunia industri cenderung saling menunggu. Sekarang, sudah tidak ada alasan lagi bagi sektor industri karena pemerintah juga telah menyediakan insentif agar swasta lebih meningkatkan riset dan vokasi.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberi keleluasaan kepada dunia usaha dan dunia industri terlibat aktif dalam penyusunan kurikulum pendidikan vokasi. Kolaborasi dunia industri dan dunia pendidikan secara aktif diharapkan dapat menghasilkan lulusan sekolah menengah kejuruan yang sesuai kebutuhan pasar kerja.
Meskipun kurikulum sekolah menengah kejuruan merupakan kewenangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pemerintah ingin dunia industri turut menyiapkan kurikulum pendidikan vokasi. Bahkan, Kemendikbud memberikan porsi 70 persen kurikulum pendidikan vokasi disusun oleh dunia industri agar diperoleh lulusan yang kompeten dan berdaya saing tinggi di pasar kerja.
"SMK tidak lagi berbasis pada pihak penyuplai, tapi peminta atau demand base. Oleh sebab itu, kurikulum dan perancangan teaching factory harusnya ditentukan oleh mitra industri,” kata Mendikbud saat mengunjungi SMKN 1 Jakarta Pusat di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Menurut Muhadjir, selama ini dunia pendidikan dan dunia industri cenderung saling menunggu. Sekarang, sudah tidak ada alasan lagi bagi sektor industri karena pemerintah juga telah menyediakan insentif agar swasta lebih meningkatkan riset dan vokasi.
Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Di dalamnya diatur tentang Super Deductible Tax untuk keterlibatan industri dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Muhadjir menjelaskan, industri yang bersedia membantu revitalisasi SMK akan mendapatkan pengurangan pajak dua kali lipat dari dana revitalisasi yang digelontorkan. Revitalisasi yang dimaksud misalnya meliputi pelatihan kepada guru, pengadaan peralatan praktik, perbaikan infrastruktur, dan sebagainya.
“Misalnya mitra industri mengeluarkan dana Rp 2 miliar untuk revitalisasi, maka mereka akan mendapatkan pengurangan pajak sampai Rp 4 miliar,” katanya.
Sebelumnya, Ketua Komite Pelatihan Vokasi Nasional Anton J Supit mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga vokasi nasional. Lembaga tersebut berfungsi untuk melakukan riset, mengevaluasi dan membuat kebijakan dalam skala nasional. Adapun, Muhadjir turut mendukung gagasan tersebut.
“Selama itu untuk mempercepat penyediaan tenaga kerja terampil yang mendesak, saya kira bagus. Terutama dalam mempercepat proses pembangunan industri di Indonesia,” kata Anton, yang juga Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan dan Hubungan Industrial.
Muhadjir juga meminta agar jurusan-jurusan SMK yang tidak kompeten untuk tidak lagi dibuka atau direkonversi. Menurutnya, ada beberapa jurusan yang sudah tidak lagi diminati sehingga harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
Revitalisasi
Terkait kunjungannya ke SMKN 1 Jakarta, Muhadjir menyampaikan sekolah tersebut menjadi salah satu yang akan menerima bantuan revitalisasi tahun depan. Bantuan dari pemerintah tersebut besarannya berbeda-beda setiap SMK. Kisarannya antara Rp 7 miliar hingga 14 miliar.
“Kita menargetkan sebanyak-banyaknya. Tapi masing-masing SMK butuh dana yang berbeda sesuai dengan bidang pengembangannya,” katanya.
Kepala SMKN 1 Jakarta Rahmedi mengatakan, saat ini kemitraan dengan sejumlah industri sudah terjalin dengan baik. Contohnya, untuk jurusan teknik mesin mereka telah bekerja sama dengan PT Mitsubishi Krama Yuda and Manufacturing dan teknik kendaraan ringan dengan Auto2000.
“Kemitraan tersebut dalam bentuk praktik kerja lapangan, bantuan peralatan, dan penyusunan kurikulum implementasi,” katanya.
Rahmedi menambahkan, sejauh ini sudah ada lebih dari 50 persen siswa SMKN 1 Jakarta yang bekerja di mitra industri. Bahkan, kemitraan industri tersebut sebelumnya juga memberikan sertifikasi kepada siswa.
“Saat ini siswa dituntut bukan hanya memiliki kompetensi tapi juga sertifikasi,” ujarnya.