JAKARTA, KOMPAS — Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi 2019- 2023 berupaya menyelesaikan keseluruhan proses seleksi pada awal September 2019. Namun, di tengah proses seleksi ini, muncul kritik dari masyarakat sipil yang menilai proses seleksi kurang transparan.
Pada Minggu (28/7/2019), 104 calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalani tes psikologi di Jakarta. Hasil tes psikologi ini, menurut rencana, akan diumumkan pada 5 Agustus. Adapun jumlah capim KPK yang mengikuti seleksi sudah menciut setelah menjalani seleksi administrasi dan kompetensi.
Ketua Pansel Capim KPK Yenti Garnasih berharap, banyak capim KPK yang bisa lolos dari tahapan uji psikologi. Namun, ia tidak bisa menargetkan berapa calon yang akan lolos karena hal itu sangat tergantung pada hasil tes setiap individu.
Yenti menuturkan, Pansel Capim KPK menargetkan keseluruhan proses seleksi bisa selesai pada 2 September 2019.
Kritik masyarakat sipil
Pada hari yang sama, Koalisi Masyarakat Sipil menggelar jumpa pers, mengkritik proses seleksi capim KPK yang dianggap kurang transparan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Feri Amsari menyoroti salinan keputusan presiden mengenai pembentukan Pansel Capim KPK yang dinilainya masih belum juga bisa diakses publik. Selain itu, ia menyoroti adanya sebagian capim KPK yang tetap diloloskan sekalipun tidak mengumumkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN) secara berkala. Padahal, kata Feri, hal itu wajib dilakukan capim KPK sebagaimana telah diatur dalam UU KPK.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati menyayangkan pendekatan Pansel KPK yang formalistik dan sekadar memercayai perkataan begitu saja terkait penilaian kualitas capim. Informasi terkait kredibilitas capim, kata Asfin, seharusnya diinvestigasi.
Sementara itu, Wana Alamsyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) menyampaikan, Koalisi Kawal Capim KPK menemukan beberapa calon yang diduga melanggar etik dan diduga terlibat intimidasi terhadap pegawai KPK. ”Informasi ini harus dikonfirmasi ulang oleh pansel. Jika terbukti benar, sepatutnya pansel tidak meloloskan figur-figur itu,” katanya.
Selain itu, kata Wana, ada juga beberapa capim KPK yang diduga tidak punya keberpihakan dalam pemberantasan korupsi. Dua dari 12 capim KPK berlatar belakang pengacara diduga pernah membela pelaku kasus korupsi. Dari sembilan capim berlatar belakang hakim, enam orang pernah menghukum ringan dan membebaskan pelaku korupsi.
Menanggapi kritik masyarakat sipil, Wakil Ketua Pansel Capim KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, capim KPK yang berasal dari penyelenggara negara memang tak harus melaporkan harta kekayaan sejak pendaftaran.
”Namun, nantinya harus melaporkan harta kekayaan setelah ia terpilih menjadi pimpinan KPK. Dalam penilaian, pansel tentunya juga mempertimbangkan rekam jejak para calon, khususnya aspek integritas dan kepatuhannya terhadap LHKPN,” ujarnya.
Selain itu, Seno menampik adanya dugaan bahwa pansel meloloskan para calon yang memperoleh nilai minim pada proses seleksi sebelumnya. Menurut Seno, pansel bekerja sesuai dengan mekanisme yang berlaku. ”Terkait transparansi dan keterbukaan itu tergantung perspektif setiap individu. Pansel telah bekerja berdasarkan jadwal dan tahapan yang memenuhi syarat undang-undang,” katanya. (INK/EDN/DVD)