Pemerintah Kota Palembang memperketat pengawasan penjualan hewan ternak untuk hari raya Idul Adha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan penyakit berbahaya yang menjangkiti hewan. Pengawasan menjadi prioritas lantaran sebagian besar hewan ternak didatangkan dari luar provinsi Sumatera Selatan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, memperketat pengawasan penjualan hewan ternak untuk hari raya Idul Adha. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan penyakit berbahaya yang menjangkiti hewan. Pengawasan menjadi prioritas lantaran sebagian besar hewan ternak didatangkan dari luar Provinsi Sumatera Selatan.
Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda saat mengunjungi salah satu tempat penggemukan sapi di Palembang, Senin (29/7/2019), menjelaskan, menjelang Idul Adha, pemesanan hewan kurban sapi ataupun kambing meningkat pesat. Untuk itu, pemeriksaan hewan kurban akan terus diperketat untuk memastikan hewan yang dibeli masyarakat adalah ternak sehat.
Dari 170 titik tempat penyedia hewan kurban, sekitar 90 di antaranya sudah diperiksa. Hasil pemeriksaan menunjukan hewan yang disiapkan untuk Idul Adha dalam keadaan baik. Belum ada laporan hewan terjangkit penyakit berbahaya. Hanya saja, masyarakat harus tetap mewaspadai beberapa penyakit, seperti antraks, cacing pita, dan penyakit kuku, pada hewan.
Fitrianti menerangkan, untuk rumah hewan yang telah diperiksa akan diberikan surat pernyataan yang menandakan semua hewan di tempat tersebut sudah melewati tahap pemeriksaan dan aman untuk dibeli. ”Kami berharap masyarakat membeli hewan kurban di tempat yang sudah diperiksa dan dinilai aman untuk dikurbankan,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Palembang Sayuti mengatakan, pemeriksaan terus dilakukan lantaran sebagian besar sapi di Palembang didatangkan dari luar Sumatera Selatan, seperti Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali. ”Di Palembang hanya dijadikan tempat untuk penggemukan,” ujarnya.
Penyakit yang juga diwaspadai adalah jembrana yang biasanya timbul pada sapi dari Bali. Namun, pihaknya memastikan hal itu sudah diantisipasi karena selain di Palembang, pemeriksaan hewan juga dilakukan di Pelabuhan Merak, Banten. Hanya saja, kemungkinan masuknya ternak dengan penyakit itu masih ada lantaran sapi bisa dipasok dari pintu masuk lain.
Dalam proses pemeriksaan, ungkap Sayuti, pihaknya melibatkan lima dokter hewan dari pemerintah kota, Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumatera Selatan, dan para penyuluh pertanian. ”Mereka bertugas melakukan pemberian vaksin secara rutin,” katanya.
Pemeriksaan terus dilakukan lantaran sebagian besar sapi di Palembang didatangkan dari luar Sumatera Selatan, seperti Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali.
Sayuti menerangkan, pada Idul Adha kali ini disiapkan sekitar 5.400 sapi dan sekitar 6.000 kambing. Jumlah ini mengacu pada jumlah ternak yang terjual tahun lalu. Namun, kemungkinan jumlahnya masih meningkat, terutama pada ternak sapi.
Sayuti mengatakan, sebenarnya yang menjadi fokus tidak hanya kesehatan ternak, tetapi juga usia ternak yang boleh dijual. Umur ternak yang boleh dijual adalah dua tahun untuk sapi dan satu tahun untuk kambing.
”Namun, masih ada yang menjual di bawah usia tersebut,” katanya. Untuk itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar mengeluarkan fatwa untuk tidak menjual hewan yang masih di bawah usia tersebut.
Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Sumsel Jafrizal mengatakan, sebenarnya yang lebih menjadi fokus pemeriksaan adalah penyakit hewan yang berdampak pada kesehatan manusia, seperti brucellosis, sistiserkosis, dan antraks. Adapun penyakit jembrana tidak bermasalah karena tidak menular pada manusia.
Selain itu, penyuntikan hormon pada ternak juga terus diperhatikan. Jafrizal mengakui, masih banyak pedagang menyuntikkan hormon untuk mempercepat pertumbuhan ternak. Hal ini tentu akan sangat berbahaya jika melebihkan ambang batas yang ditoleransi.
Untuk itu, menurut Jafrizal, perlu sertifikasi bagi pemotong, penyedia, dan pedagang. Di Palembang, hal itu sebenarnya sudah diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2019 tentang Peternakan dan Hewan. Aturan tersebut dimaksudkan untuk menjaga kualitas hewan kurban yang akan dibeli masyarakat.