Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah mempertimbangkan hujan buatan untuk menangani bencana kekeringan di sejumlah daerah. Saat ini, BPBD tengah merancang surat permohonan hujan buatan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Tengah mempertimbangkan hujan buatan untuk menangani bencana kekeringan di sejumlah daerah. Saat ini, BPBD tengah merancang surat permohonan hujan buatan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Upaya pendistribusian bantuan air bersih ke daerah-daerah terus kami lakukan. Selain itu kami juga sedang mempertimbangkan usulan Gubernur Jawa Tengah untuk membuat hujan buatan," kata Kepala Pelaksana Harian BPBD Jateng Sudaryanto, Selasa (30/7/2019) saat dihubungi dari Kota Tegal, Jateng.
BPBD Jateng telah menetapkan sebanyak 12 dari 21 kabupaten/kota di Jawa Tengah sebagai daerah siaga darurat kekeringan. Sebanyak 12 daerah itu telah membuat Surat Keterangan bupati/wali kota tentang siaga darurat kekeringan pada Juli 2019. Daerah-daerah itu meliputi Kabupaten Jepara, Blora, Temanggung, Pemalang, Cilacap, Brebes, Purworejo, Boyolali, Grobogan, Kebumen, Banjarnegara, dan Kabupaten Klaten.
Selain itu kami juga sedang mempertimbangkan usulan Gubernur Jawa Tengah untuk membuat hujan buatan.
Menurut Sudaryanto, hujan buatan dimaksudkan untuk mengisi waduk dan embung yang kosong serta mengairi daerah yang sudah lama kering. Menurut, dia, saat ini pihaknya tengah menyusun konsep surat permohonan hujan buatan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Setelah mendapatkan tanda tangan dari gubernur, surat akan langsung kami kirim ke BPPT. Nanti tinggal tunggu eksekusi dari BPPT bagaimana. Sebab, untuk membuat hujan buatan, BPPT harus mempertimbangkan beberapa hal, salah satunya ada atau tidaknya awan," imbuh Sudaryanto.
Kepala BPBD Kabupaten Pemalang Wismo mengatakan, Kabupaten Pemalang menetapkan diri sebagai daerah siaga darurat bencana kekeringan karena berdasarkan perkiraan, curah hujan di wilayah tersebut pada Juni-November tergolong rendah. Tak hanya itu, di Pemalang juga masih ada daerah yang tidak memiliki sumber air yakni di Kecamatan Pulosari. Akibatnya, BPBD harus memasok sedikitnya tiga tangki air ke Pulosari setiap harinya.
Tidak hanya Kabupaten Pemalang, curah hujan di sejumlah kabupaten dan kota di pantura bagian barat seperti Kabupaten Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Kota Tegal, Pekalongan juga diperkirakan kurang dari 50 milimeter per tiga dasarian (1 dasarian sama dengan 10 hari). Data dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tegal menyebutkan, di daerah-daerah tersebut panjang kemarau berkisar antara 10 dasarian (sekitar 3 bulan) hingga 19 dasarian (sekitar 6 bulan).
"Puncak musim kemarau diperkirakan kembali mundur sekitar 2-3 dasarian dari perkiraan semula. Hujan dengan intensitas lebih tinggi diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan atau akhir November 2019," ujar Prakirawan Cuaca BMKG Tegal Layla Isnaeni.
BMKG Tegal mengimbau masyarakat untuk mewaspadai kebakaran akibat kelembaban udara kecil. Selain itu, masyarakat juga dimintai untuk mengantisipasi penurunan kualitas udara karena saat kemarau akan lebih banyak debu yang berterbangan.