Kelola Pariwisata Tangkuban Parahu dengan Kewaspadaan Ilmiah
Pengelolaan Gunung Tangkuban Parahu harus mengedepankan kombinasi antara kewaspadaan secara ilmiah dan potensi pariwisata. Keamanan pengunjung harus menjadi aspek utama sehingga prosedur dan langkah ke depan harus dipikirkan sangat matang.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
NGAMPRAH, KOMPAS — Pengelolaan Gunung Tangkuban Parahu harus mengedepankan kombinasi antara kewaspadaan secara ilmiah dan potensi pariwisata. Keamanan pengunjung harus menjadi aspek utama sehingga prosedur dan langkah ke depan harus dipikirkan sangat matang.
Hingga Senin (29/7/2019), tremor yang tercatat di Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu tidak menunjukkan peningkatan. Amplitudo tremor yang menjadi indikasi aktivitas pengeluaran energi gunung api masih sekitar 1,5 milimeter, seperti sehari sebelumnya. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam kunjungannya di kawasan sekitar kawah menyatakan, Gunung Tangkuban Parahu telah aman dikunjungi.
Sebelumnya, Jumat (26/7/2019) sore, Tangkuban Parahu erupsi dan mengeluarkan kolom abu setinggi 200 meter di udara. Amplitudo getaran yang tercatat di seismograf pada saat itu mencapai lebih dari 50 milimeter selama lebih kurang 300 detik. Hal ini memicu kepanikan warga dan viral di sejumlah media sosial.
Menurut Kamil, kematangan prosedur tersebut dapat menjadi pegangan sehingga pengunjung tidak panik saat terjadi fenomena alam yang membahayakan. Selain itu, daerah wisata yang tertutup abu vulkanik diharapkan dibersihkan sebelum dibuka untuk umum demi kebersihan dan kesehatan.
”Saya rasa pengunjung sudah boleh datang, namun dengan kesiapsiagaan dari pengelola dan petugas. Kami akan mengadakan pertemuan dalam beberapa hari ini untuk koordinasi. Jangan sampai saat keputusan dibuka, ternyata keamanan dan potensi erupsinya belum bisa diprediksi,” tutur Kamil.
Akan tetapi, sebelum dibuka, Kamil berujar, pemerintah beserta pemangku kepentingan, seperti pihak pengelola bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), akan mengevaluasi prosedur evakuasi, masukan dari pengelola, penentuan jarak aman di kawasan wisata, dan aspek keamanan lainnya.
”Ini jadi pelajaran bagi kita bersama agar di kemudian hari masyarakat tidak terlena dengan rutinitas sehingga prosedur diabaikan. Padahal, Gunung Tangkuban Parahu adalah fenomena alam yang aktif. Jadi, prosedur jarak aman dan lainnya harus jelas,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan menambahkan, pembahasan prosedur evakuasi harus dibicarakan semua pihak. Dia berujar, erupsi freatik bisa terjadi kapan saja dan terkadang tidak diawali tanda-tanda alam. Erupsi freatik adalah aktivitas gunung api yang berasal dari pemanasan air di dasar kawah dan memicu tekanan uap air sehingga meletup ke permukaan.
”Memang getarannya menurun. Namun, tidak ada yang bisa menebak. Tidak mungkin kawasan wisata ini ditutup hingga tiga bulan karena erupsi. Yang penting, semua pihak paham dan menjalankan prosedur,” katanya.
Getarannya menurun. Namun, tidak ada yang bisa menebak. Tidak mungkin kawasan wisata ini ditutup hingga tiga bulan karena erupsi. Yang penting, semua pihak paham dan menjalankan prosedur.
Putra Kaban, Direktur Utama PT Graha Rani Putera Persada, selaku pengelola Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, setuju pembahasan evaluasi terkait erupsi Gunung Tangkuban Parahu. Dia mengatakan, petugas dan pedagang berupaya membersihkan kawasan dari debu erupsi yang tersisa sehingga bisa dikunjungi dengan aman.
”Pembersihan area parkir dan jalur menuju lokasi wisata sudah hampir 80 persen. Saat ini, kami sudah mengerahkan lebih dari 100 orang untuk membersihkan area. Untuk area pedagang, kami membantu dengan menggunakan air untuk menyemprot kawasan pedagang,” ucapnya.