Tinggi Muka Air Gambut Menurun, Kebakaran Sulit Dikendalikan
Kemarau kering menyebabkan tinggi muka air di dalam gambut menurun hingga di bawah 80 cm. Kebakaran pun sulit dikendalikan. Warga diduga sengaja membakar agar tanah diakui, terutama setelah harga tanah meningkat akibat wacana pemindahan ibu kota.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kemarau kering yang melanda Kalimantan membuat tinggi muka air di dalam gambut menurun hingga di bawah 80 sentimeter. Hal itu menyebabkan kebakaran di lahan gambut sulit dikendalikan. Di Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, lahan gambut dengan luas lebih kurang 50 hektar terbakar selama dua minggu.
Kawasan Tumbang Nusa merupakan wilayah rawa gambut. Sebelum kemarau datang, wilayah ini selalu dibanjiri air dan menjadi rawa terutama di sepanjang jalan Tjilik Riwut di Kabupaten Pulang Pisau. Namun, saat musim kemarau datang, wilayah itu menjadi sangat kering. Bahkan, beberapa tanaman tampak menguning sebelum terbakar.
Dari pantauan Kompas, tim gabungan silih berganti memadamkan api di kawasan tersebut, bahkan pemerintah sudah menggunakan bom air menggunakan helikopter Mi-17 dan Mi-8. Namun, sampai saat ini asap masih mengepul dari kawasan gambut yang terbakar itu.
”Kalaupun kawasan gambut terbakar, tidak akan mencapai di titik terendah karena di bagian bawah masih lembab,” ungkap Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) RI Nazir Foead di sela-sela Rapat Koordinasi Restorasi Gambut di Palangkaraya, Selasa (30/7/2019).
Nazir menambahkan, dari hasil pantauan memang terjadi penurunan muka air di lahan gambut hingga 80 sentimeter. Hal itu karena musim kemarau saat ini lebih kering dari tahun sebelumnya. ”Ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di belahan Eropa,” ujar Nazir.
Terjadi penurunan muka air di lahan gambut hingga 80 sentimeter. (Nazir Foead)
Deputi II Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan BRG RI Alue Dohong mengungkapkan, saat ini pihaknya sedang memaksimalkan program pembasahan gambut dengan memaksimalkan penggunaan sumur bor dan perawatan sekat kanal. Bersama berbagai pihak, mereka memastikan semua infrastruktur pembasahan gambut berfungsi optimal.
Melalui operasi cepat, tambah Alue, terdapat anggaran untuk memaksimalkan sumur bor dan perawatan sekat kanal. Bahkan, sumur bor bisa dibangun di lokasi baru yang bukan lokasi kerja BRG.
Saat ini, di sekitar Tumbang Nusa sudah dibangun 10 sumur bor baru dan dilakukan pembasahan dini di lokasi yang belum terbakar. ”Untuk pemeliharaan dan operasi, karena sudah diserahkan ke masyarakat, masyarakat yang harus mengoperasikannya,” ungkap Alue.
Sampai saat ini, di Kalimantan Tengah, kebakaran hutan dan lahan terus meluas. Sedikitnya 980,69 hektar lahan terbakar dengan total 308 kejadian kebakaran selama Juli 2019 saja. Di Pulang Pisau, kebakaran terjadi di lahan 295,65 hektar lahan dengan jumlah 53 kali kejadian kebakaran.
Baca juga : Kebun Buah dan Sayuran di Palangkaraya Ikut Terbakar
Harga meningkat
Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, dengan adanya wacana pemindahan ibu kota, cara membakar menjadi indikasi untuk mengakui kepemilikan tanah oleh masyarakat. Hal itu semakin masif dengan meningkatnya harga tanah saat ini.
Dengan adanya wacana pemindahan ibu kota, cara membakar menjadi indikasi untuk mengakui kepemilikan tanah oleh masyarakat. (Fahrizal Fitri)
”Mereka menandai ini tanah milik mereka, jadi ini ada unsur kesengajaan. Apalagi, sudah mau jadi ibu kota, tetapi tetap harus ditindak,” ungkap Fahrizal.
Fahrizal mengungkapkan, selain kawasan itu dibakar oleh masyarakat, pihaknya juga terus melakukan pemantauan di lahan-lahan konsesi. ”Kalau terbukti akan diberi sanksi hingga pencabutan izin,” ujarnya.