AAP menggunakan permainan daring Hago hanya untuk mencari anak perempuan berusia di bawah 15 tahun. Hago adalah aplikasi permainan daring yang populer karena telah diunduh lebih dari 100 juta kali.
Oleh
Wisnu Aji Dewabrata
·3 menit baca
Tersangka kasus pornografi anak AAP (27) menunjukkan cara mencari ”mangsa” menggunakan aplikasi permainan daring (game online) Hago, Selasa (30/7/2019), di ruangan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Jakarta.
”Di sini ada pilihan mencari teman sesuai jenis kelamin. Saya setting ke perempuan supaya dapat pemain perempuan. Lalu sambil bermain Hago saya tanya apakah dia punya Whatsapp. Kalau punya pindah (ngobrol) ke Whatsapp,” kata AAP sambil menyentuh layar ponsel pintar yang dibawa Kompas.
Sebelumnya, AAP ditangkap polisi di rumahnya di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (16/7/2019), setelah orangtua anak berinisial RAP (9) melapor kepada polisi. Orangtua RAP melapor karena anaknya merasa diancam. AAP diduga mengancam akan menyebar video pornografi RAP jika menolak ajakan melakukan VCS (video call sex).
AAP menggunakan permainan daring Hago hanya untuk mencari anak perempuan berusia di bawah 15 tahun. Hago adalah aplikasi permainan daring yang populer karena telah diunduh lebih dari 100 juta kali.
Melalui gim Hago, pemain dapat bermain sekaligus mengobrol dengan pemain lain. Setelah mengobrol melalui Whatsapp, AAP berani mengajak teman barunya melakukan VCS. AAP dan korbannya kemudian melakukan perbuatan tak senonoh di depan ponselnya masing-masing.
Pria yang bekerja sambilan sebagai sopir daring itu mengatakan selama setahun telah mengajak 10 perempuan melakukan VCS. Enam perempuan masih anak-anak dan empat perempuan sudah dewasa. Video keenam korban yang masih anak-anak direkam oleh AAP. Tujuannya merekam adalah agar nanti anak-anak tersebut mau diajak VCS lagi.
Awalnya, AAP hanya menyasar perempuan dewasa, tetapi belakangan dia lebih menyukai anak-anak karena lebih gampang diajak melakukan VCS. Biasanya AAP mencari mangsa pada malam hari pada pukul 22.00 sampai 23.00. Kadang ajakan AAP untuk melakukan VCS ditanggapi malam itu juga, tetapi kadang tidak langsung ditanggapi.
”Saya tanya tahu enggak VCS. Dia tahu. Saya bingung, kok, dia tahu VCS. Katanya tahu dari video porno atau diisengin teman sekelas. Saya senang anak-anak karena kayak teman. Saya dan dia merasa nyaman,” kata AAP.
Saya tanya tahu enggak VCS. Dia tahu. Saya bingung, kok, dia tahu VCS. Katanya tahu dari video porno atau diisengin teman sekelas. Saya senang anak-anak karena kayak teman. Saya dan dia merasa nyaman.
Kepala Subdirektorat Pengendalian Konten Internet Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Anthoni Malau, Selasa, mengungkapkan, Kominfo tidak mengecek semua aplikasi seperti gim daring. Alasannya, pemerintah mendorong inovasi. Jadi, semua anak bangsa didorong mengembangkan kemampuan dan pengetahuan.
”Kami tidak boleh mematai-matai. Tetapi, kami memang memblokir konten pornografi atau konten ilegal,” kata Anthoni.
Ia menuturkan, pengembang gim Hago akhirnya memblokir secara otomatis percakapan yang terkait dengan data pribadi, seperti nomor ponsel. Pengembang gim Hago telah melakukan moderasi atau mengawasi percakapan.
”Masyarakat harus lebih hati-hati dan penyedia aplikasi harus memperhitungkan. Nanti kita cek, kita panggil semua penyedia aplikasi untuk pencegahan. Ini bisa terjadi di tempat lain dan kita harus waspada jangan sembarangan share data pribadi,” ucapnya.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Iwan Kurniawan mengatakan, tersangka sempat menghilangkan barang bukti dengan menghapus rekaman video di ponselnya. Namun, polisi memiliki perangkat untuk mengangkat kembali data yang telah dihapus. Polisi juga menghubungi kantor Facebook di Singapura untuk mendapatkan kembali data terkait AAP di dunia maya.
”Sejauh ini, barang bukti dari korban sudah kami dapatkan dan itu sudah cukup dijadikan barang bukti dalam proses penegakan hukum,” kata Iwan.
Iwan mengatakan, tersangka AAP dikenai Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman penjara 6 tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar serta Pasal 82 UU Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara dan atau denda maksimal Rp 5 miliar.
AAP mengatakan, selain dirinya, masih banyak orang suka melakukan VCS dengan anak-anak. Mereka masih bebas mencari mangsa.
”Buat para pelaku di luar sana, hati-hati saja karena polisi memiliki unit kejahatan siber. Sekarang korban lebih mudah melapor. Sebelumnya, saya tidak menyangka karena saya hanya iseng, ternyata berakibat seperti ini,” kata AAP.
Buat para pelaku di luar sana hati-hati saja karena polisi memiliki unit kejahatan siber. Sekarang korban lebih mudah melapor. Sebelumnya, saya tidak menyangka karena saya hanya iseng, ternyata berakibat seperti ini.